RUTENG – Ketersediaan obat ARV (Antiretroviral) menjadi masalah yang lagi-lagi terulang. Obat yang menjadi kebutuhan utama Orang Dengan HIV AIDS (ODHA) dalam mempertahankan hidupnya, ternyata menjadi barang langka di Kabupaten Manggarai, Provinsi NTT.
Jika mengacu pada jalur distribusinya, ARV dialokasikan ke daerah berdasarkan usulan kebutuhan daerah yang termuat dalam laporan jumlah ODHA. ARV kemudian didrop oleh Komisi Penanggulangan AIDS Nasional kepada Komisi Penanggulangan AIDS Propinsi untuk kemudian didistribusikan ke sejumlah Rumah Sakit rujukan di daerah melalui Dinas Kesehatan, Kabupaten/Kota.
Obat ARV, Obat Infeksi Menular Seksual, Obat Tuberculosis dan obat untuk infeksi oportunistik di kalangan ODHA, harus selalu tersedia di rumah sakit pengampu dan beberapa rumah sakit daerah, puskesmas dan bahkan klinik. Ini jalur standard distribusi obat ARV. Namun tidak demikian halnya dengan RSUD dr. Ben Mboi.
Selaku rumah sakit rujukan bagi ODHA di tiga Kabupaten di Manggarai, rumah sakit milik pemerintah daerah ini malah sering kali lalai menyampaikan Laporan Administrasi Obat ARV ke Pemerintah Provinsi.
Dampaknya ODHA sering kali bolong obat ARV yang semestinya diminum ODHA setiap hari.
Ketua Komunitas Dukungan Sebaya, Surya Kasih Ruteng, Naga Bonar kepada Baranews.co Kamis, 9/3/2017, di Ruteng, mengatakan kekosongan obat ARV jenis Duviral lagi-lagi terjadi.
Dikatakan Bonar, hampir semua ODHA diberi ARV dalam bentuk dua jenis obat ini yaitu Duviral dan Evaviren. Bahkan ada ODHA yang minum 3 jenis obat ARV setiap hari.
“ARV harus diminum setiap hari. Bolong obat sehari saja dapat berdampak buruk bagi ODHA,” ujarnya.
Lebih lanjut ia mengatakan jenis Duviral yang harus diminum setiap hari sama sekali kosong di RSUD Ruteng. Sementara obat yang ada hanya Neviral Nevirafine yang diminum 1 kali dalam tiga hari.
Ia pun pada Selasa, 7/3/2017 sempat mendampingi teman-temannya untuk mengambil obat di RSUD Ruteng.
“Saat saya mendampingi teman-teman mengambil obat ARV di RSUD Ruteng, petugas farmasi hanya memberi kami satu jenis obat yang hanya diminum sekali dalam tiga hari.
Dan kami pun menolak menerimanya. Dengan alasan, obat tersebut hanya mungkin kami konsumsi jika setiap hari kami mengkonsumsi ARV Duviral,” ujarnya.
Ia juga mengatakan, ketiadaan persediaan ARV di RSUD dr. Ben Mboi sudah sering terjadi. Di tahun 2013 lalu, puluhan ODHA di Manggarai mengalami bolong obat hingga berbulan-bulan. Bahkan hingga ada ODHA yang meninggal dunia.
Sejak saat itu, pelayanan ARV dialihkan ke RSUD TC Hillers Maumere. Namun sejak 2015, kebutuhan ARV dialihkan kembali ke RSUD Ruteng.
Sejak dialihkan ke RSUD Ruteng hingga kini, ODHA di Manggarai sudah lima kali mengalami bolong obat bahkan pernah hingga berbulan.
Bonar juga mengaku heran dengan stock ARV yang dinyatakan habis, sementara stock ARV sekali diusulkan untuk 3 bulan.
“Bulan Maret belum berakhir ko stocknya sudah habis. Saya yakin ada yang tidak beres dengan hal ini,” ujarnya.
Ia menduga, pihak RSUD melayani ODHA yang tidak terdaftar secara resmi di Komisi Penanggulangan AIDS Daerah. Sementara jatah obat ARV mengacu pada data KPA Daerah.
“Kuat dugaan saya, ada ODHA yang tidak ingin status HIV positifnya diketahui orang. Mereka menggunakan jalur khusus untuk mengakses obat ke RSUD. Dampaknya, jatah obat ODHA terdaftar dipotong. Ini dugaan yah,” ujar Bonar.
Berdasarkan data yang dikumpulkan Baranews.co, dari tahun ke tahun RSUD dr. Ben Mboi selalu bermasalah dari sisi ketersediaan ARV. Alasannya juga klasik soal keterlambatan administrasi laporan obat. Jangan-jangan rumah sakit milik pemerintah Kabupaten Manggarai ini ikut berbisnis menjual ARV kepada ODHA berduit dari luar daerah.
Selain itu, lemahnya pengawasan Dinas Kesehatan dan tumpulnya fungsi koordinasi KPA Kabupaten Manggarai, KPA Provinsi NTT juga dapat dituding sebagai biang keroknya.
Mestinya, KPA Kabupaten Manggarai segera mengambil sikap. Jangan tunggu ada yang meregang nyawa baru bergerak.
Hingga berita ini diturunkan, pihak KPA Kabupaten Manggarai dan RSUD dr. Ben Mboi belum dapat dikonfirmasi.
* Alfan Manah – Jurnalis yang konsen pada persoalan HIV/AIDS di NTT
Sumber: baranews.co