manajemenrumahsakit.net :: Pamekasan
Archive for 2015
Berikut Daftar 24 Rumah Sakit Terpapar MERS CoV
WABAH virus MERS CoV di Korea Selatan semakin mengkhawatirkan. Bahkan saat ini ada 24 rumah sakit yang pernah merawat pasien MERS CoV yang harus Anda hindari.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian Kesehatan Prof dr Tjandra Yoga Aditama SpP(K), MARS, DTM&H, DCE melarang Warga Negara Indonesia (WNI) datang ke rumah sakit yang sedang merawat pasien MERS CoV.
RSUD Sungai Dareh Butuh Rusunawa, Ngadu ke Jakarta
manajemenrumahsakit.net :: JAKARTA –Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sungai Dareh di Kabupaten Dharmasraya Provinsi Sumatera Barat membutuhkan bantuan pembangunan Rusunawa dari pemerintah.
Pasalnya, hingga saat ini masih banyak pegawai, perawat serta dokter yang bertugas di rumah sakit tersebut belum memiliki tempat tinggal memadai sehingga berpengaruh pada pelayanan pasien.
Hal tersebut disampaikan Direktur RSUD Sungai Dareh Armayani Rusli saat konsultasi dengan perwakilan Direktorat Jenderal Penyediaan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) di Kantor Kementerian PUPR, Jakarta, Kamis (11/6).
RSUD Tulehu Miliki Insenerator Terbaik di Maluku
manajemenrumahsakit.net :: Ambon, Sekretaris Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah Maluku (Bapedalda) Maluku, Drs. Yunan Tan, M.Si menegaskan RSUD Tulehu merupakan satu-satunya rumah sakit di Maluku yang inseneratornya masih berfungsi dengan baik.
Gugat RS Rp 7 Miliar, Ini Penderitaan Pasien Akibat Salah Dipasang Pen
manajemenrumahsakit.net :: Jakarta, Dwi Meilesmana menggugat Rumah Sakit (RS) kenamaan di Bandung karena memasang pen tanpa izinnya. Namun gugatan senilai Rp 7 miliar itu kandas.
Kasus bermula saat Dwi berolahraga voli pada 31 Mei 2011 malam dan lutut kirinya terkilir. Lalu ia dibawa ke RS kenamaan dengan hasil rontgen menunjukkan tulang kaki kiri Dwi dinyatakan baik, tidak ada fraktur. Namun saat dilakukan MRI, ‘suspect intrasubstance tear maniscus lateral’, ACL tear disertai MCL tear hemarthrose. Adapun penampakan luar tidak lagi bengkak.
Namun menurut dokter yang memeriksa, harus dilakukan operasi terhadap lutut Dwi jika tidak mau mengalami kelumpuhan. Dwi percaya dengan diagnosa dokter dengan jaminan akan sembuh total setelah 3 bulan setelah rekonstruksi ACL tersebut. Lantas dilakukan operasi pada 1 Juli 2011 selama 3 jam. Dwi dibius total dan begitu bangun mengalami rasa sakit yang luar biasa.
“Ketika saya sadar, maka saya merasa sakit yang luar basa di kaki kiri dan terasa kaki putus dan pendarahan pada tumit,” kata Dwi sebagaimana tertulis dalam berkas gugatan yang dikutip dari website Mahkamah Agung (MA), Kamis (11/6/2016).
Sejak dilakukan operasi, Dwi merasa sakit yang luar biasa dan merintih kesakitan. Obat yang diberikan untuk menahan sakit tidak dapat mengurangi penderitaan Dwi.
“Sampai menurut perawat saya telah diberi obat MST, sejenis morfin,” cerita Dwi.
Dua hari setelah dioperasi, kaki tersebut dirontgen dan Dwi baru mengetahui di kaki kiri telah dipasang 2 pen screw yang sangat besar. Ia diberitahu jika pen itu akan terpasang seumur hidup. Dwi kaget karena tidak diberitahu sebelumnya.
“Saya diberitahunya kaki kiri akan dioperasi karena ada yang sobek di dalamnya maka perlu dijahit. Namun yang sobek itu tidak pernah diperlihatkan atau pun diberitahukan bagian mananya,” tutur Dwi.
Pada 9 Juli 2011 ia diperbolehkan pulang dengan kondisi masih sakit dan menggunakan 2 tongkat brace dengan flexi 30 derajat dan harus istirahat hingga sepekan. Sepekan setelah itu ia kontrol kembali dan dibuka jahitannya tapi sakitnya belum sembuh.
“Setelah operasi itu rasa sakit dan bengkak pada kaki kiri tidak pernah hilang, hanya bisa tidur paling lama 2 jam sehari,” ujar Dwi.
Hingga dua bulan setelah setelah operasi, Dwi salat masih duduk dan tengkuk hanya bisa menekuk 40 derjat dengan rasa sakit sekali.
“Tidur pun tersiksa” tutur Dwi yang menyerahkan permasalahan hukum itu kepada Kantor Advokat dan Konsultan Hukum Dede Sumanta SH- Yusuf Suparma SH & Rukan.
Pada 1 September 2011, Dwi kembali dioperasi kedua oleh dokter yang sama dengan dibius total. Keadaan membaik yaitu bisa menekuk 90 derajat tetapi kaki kiri sangat sakit dan terdapat memar serta banyak luka bekas suntikan. Saat hal ini ditanyakan ke dokter spesialis lain di RS itu, Dwi malah dimarahi dan diminta memasang total knee dengan alasan tulang Dwi sudah keropos.
“Apabila diperhatikan dengan seksama rupanya upaya itu untuk menutupi dan menghilangkan bukti kesalahan operasi yang telah melakukan dengan memanfaatkan kebodohan dan ketidaktahuan pasien. Untung saja saya menolak untuk dilakukan totol kneee tersebut,” cerita Dwi
Pada 7 September 2011 Dwi kembali pulang tapi dengan kondisi masih sakit dan bengkak. Otot-otot kiri terasa pecah dan bengkak serta memas. Apalagi kalau berdiri sangat sakit sekalil. Sepekan setelahnya, ia kembali ke RS mmeinta untuk di-MRI tetapi ditolak dengan alasan ada metal.
Karena rasa sakitnya tidak kunjung sembuh, Dwi lalu konsultasi ke berbagai dokter untuk mendapatkan second opinion. Pada 17 Oktober 2011 ia melakukan MRI di rumah sakit kenamaan di Jakarta Selatan. Hasilnya, ditemukan vertikal ACL graft karena pemasangan screw dan implant yang ditanam jauh dari standar medis. RS tersebut lalu menganjurkan melakukan operasi ulang.
Atas temuan itu, Dwi mendatangi lagi RS pertama yang memasang pen tanpa izinnya. Anehnya, RS itu malah memberikan rujukan untuk operasi di RS lain dan menawarkan untuk membantu biaya operasi ulang. Mendapati layanan tersebut, Dwi memilih melakukan operasi ulang di Jakarta Selatan pada Juli 2012. Tapi karena sudah salah dari awal, alhasil Dwi mengalami cacat seumur hidup.
Atas apa yang dialami, Dwi meminta pertanggungjawaban terhadap RS di Bandung. Tapi karena cara kekeluargaan tidak menemui titik temu, Dwi mengajukan gugatan dengan meminta ganti rugi Rp 7 miliar. Tapi apa kata Pengadilan Negeri (PN) Bandung?
“Menolak gugatan untuk seluruhnya,” putus majelis PN Bandung yang diketuai majelis Amron Sodik dengan anggota Maringan Marpaung dan Rinu Sesulih Bastam. Atas putusan itu, Dwi mengajukan banding pada 4 Maret 2015.
RS TNI Guntur Menjadi Pelopor Layanan PTRM
manajemenrumahsakit.net :: Rumah Sakit TNI Guntur di Kabupaten Garut, Jawa Barat, menjadi pelopor maupun pertama di Indonesia yang menyelenggarakan program layanan
Pelayanan RSUD dr Abdul Rivai Dinilai Belum Profesional
manajemenrumahsakit.net :: TANJUNG REDEB
KARS Uji Kualitas RS Labuang Baji
manajemenrumahsakit.net :: MAKASSAR, BKM– Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS) dijadwalkan hadir di RS Labuang Baji, Oktober mendatang dalam rangka penilaian akreditasi terhadap kualitas rumah sakit.
Rencananya, KARS akan menilai rumah sakit Labuang Baji selama empat hari sesuai dengan aturan yang berlaku untuk RS pemerintah golongan B. Penilaian akreditasi tersebut lakukan tiga tahun sekali.
Dari 1.048 item yang akan dinilai, pelayan adalah fokus utama, apakah rumah sakit tersebut sudah sesuai dengan standar pelayanan minimal dan standar operasinal pelayanan?.
Ketua Tim Akreditasi, Drg. Xeriny Lilian Tunasdly Hasan mengatakan, pihaknya mempersiapkan diri dalam penilaian Akreditasi tersebut. “kita sudah siap sejak tahun lalu,”kata Xeriny yang mengangkat tema satuhan hati pikiran dan kerja untuk meraih akreditasi versi 2012.
Xertiny berharap pihaknya akan mendapat penilaian paripurna dimana penilaian semua item mendapat hasil yang baik.”Maunya sih dapat penilaian paripurna,”ujarnya.
Sementara itu, Direktur RS Labuang Baji, Dr Enriko Marentek mengklaim bahwa pelayanan RS Labuang Baji meningkat dari tahun ke tahun apalagi dengan konsep pelayanan patient centre care atau pelayanan dipusatkan pada pasien. “Kita sudah meningkat dari tahun ke tahuan. Kita sudah berbuat yang terbaik, apalagi sekarang kita menggunakan konsep patient centre care atau pelayanan dipusatkan pada pasien,” kata Enriko Marentek saat press comference di lantai II RS Labuang Baji.
Sebelum penilaian akreditasi, RS akan melaksanakan ulang tahun yang 77 yang jatuh (12/6) dengan motto “Sipakabaji”. Ulang tahun tersebut dirangkaiakan dengan gerak jalan sehat pada tanggal 14 Juni yang dibuka langsung oleh Gubernur Sulawesi Selatan, Syahrul Yasin Limpo.(man/war/c)
Sumber: beritakotamakassar.com
RS Diminta Tidak Bedakan Pasien Umum dan Peserta BPJS
Medan. Seluruh rumah sakit yang merupakan provider dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, diminta untuk tidak membedakan pasien umum dan pasien peserta BPJS Kesehatan.
“Rumah sakit jangan membedakan pasien umum dan pasien BPJS untuk ruangan perawatan sesuai dengan kelasnya,” tegas Kepala Departemen Manajemen Pelayanan Kesehatan (MPK) BPJS Kesehatan Divre I, Manna, Selasa (9/6) di ruang kerjanya. Disinggung adanya keluhan masyarakat tentang ruangan di rumah sakit yang beralasan penuh, Manna mengatakan, dalam pelayanan kesehatan, dilakukan dengan sistem rujukan berjenjang, dimulai dari fasilitas kesehatan (Faskes) tingkat I yaitu klinik swasta, Puskesmas. Kalau dari pemeriksaan, diperlukan rujukan maka dirujuk ke Faskes selanjutnya yaitu RS typeD baru C.
“Jangan langsung minta dirujuk ke RS type B atau A apalagi kalau sakit demam atau flu. Kalau langsung ke tingkat tersier type A atau B dirujuk, bisa menyebabkan ruangan di rumah sakit itu penuh. Kecuali sifatnya emergency, misalnya mau operasi jantung bisa langsung ke type A atau B. Kalau penyakit dalam seperti operasi sexio, usus buntu bisa di RS type C. Apalagi DM (Diabetes Mellitus), Hypertensi yang rawat jalan, untuk apa ke type A atau B,” terang Manna menambahkan, biasanya kalau RS type A atau B karena adanya komplikasi penyakit. Tentang dugaan adanya permainan oknum RS yang mengatakan kamar penuh, tetapi bagi pasien umum, ruangan masih ada, dengan “iming-iming”. Manna kembali menegaskan, pihak RS harus menawarkan kamar ke kelas 1 kalau memang masih ada yang kosong. “Pasien juga bisa melaporkan ke orang BPJS di rumah sakit atau ke petugas unit penanganan pengaduan peserta nomor hotline service BPJS Kesehatan Divre Regional I di kantor cabang Medan, Rini Wulandari 08126436711,” sebut nya. (prawira)
Sumber: medanbisnisdaily.com
Pelatihan BTCLS Tahun 2015 di Rumah Sakit Soemitro Lanud Surabaya
manajemenrumahsakit.net :: Komandan Lanud Surabaya, Kolonel Pnb Fachrizet, S. Sos. menghadiri upacara pembukaan Pelatihan Basic Trauma and Cardiac Life Support (BTCLS) Tahun 2015 di Rumah Sakit Soemitro Lanud Surabaya. Senin (08/06).
Kegiatan diawali dengan pernyataan pembukaan pelatihan oleh Kasubdis Binprof Kes, Kolonel Kes dr. Bobby Drastyawan, S, Sp. P. dilanjutkan dengan penyematan tanda pelatihan kepada Lettu Kes I Gusti Ayu Putu Dewi sebagai perwakilan peserta pelatihan BTCLS.
Dalam sambutan Kepala Dinas Kesehatan Angkatan Udara yang dibacakan oleh Kasubdis Binprof Kes, Kolonel Kes dr. Bobby Drastyawan, S, Sp. P., menyampaikan bahwa,