manajemenrumahsakit.net :: Sukabumi – Rumah Sakit Pelita Rakyat Sukabumi, yang menggratiskan biaya pengobatan dan pelayanan kepada pasiennya yang sebagian besar warga kurang mampu, sekarang tidak beroperasi lagi lantaran izinnya tidak perpanjang oleh Pemkot Sukabumi, Jawa Barat.
“RS ini sebenarnya sudah berdiri sejak 2011 bahkan diresmikan langsung oleh Presiden RI ke-V Megawati Sukarnoputri yang tujuannya untuk memberikan pelayanan kesehatan secara gratis dan profesional untuk masyarakat Kota dan Kabupaten Sukabumi khususnya yang tidak mampu,” kata pendiri RS Pelita Rakyat Sukabumi, Ribka Tjiptaning, di Sukabumi, Rabu.
Menurutnya, awalnya RS ini setiap bulannya rata-rata memberikan pelayanan kepada sekitar 7 ribu pasien yang mayoritas pengunjungnya adalah warga tidak mampu. Namun, entah apa yang menjadi penyebab dengan alasan RS ini masih menggunakan izin sementara maka Pemerintah Kota Sukabumi hanya mengizinkan RS tanpa kelas ini beroperasi setelah Puskesmas tutup atau sekitar pukul 14.00 WIB.
Walaupun demikian, RS ini tetap ramai dikunjungi pasien. Bahkan, dokter umum yang disiapkan selalu siaga 24 jam sehingga pasien yang datang kapan saja bisa tetap mendapatkan pemeriksaan langsung oleh dokter.
Namun, sayangnya terhitung sejak 29 Juli 2015 RS ini tidak bisa lagi beroperasi karena izinnya dibekukan oleh Pemkot Sukabumi dengan alasan fasilitasnya kurang memadai. Padahal, pemda bertugas sebagai pembina, bahkan RS sakit ini sudah memiliki sendiri ruang rawat inap dengan jumlah tempat tidur sebanyak 60 unit dan dilengkapi ruang bersalin, ruang khusus anak, unit gawat darurat dan fasilitas penunjang lainnya.
“Kami menilai ada sentimen politis karena kepala daerah berbeda partai dengan pengelola RS ini. Padahal, saya mendirikan rumah sakit ini bertujuan untuk meringankan beban pemerintah dalam meningkatkan pelayanan kesehatan. RS tersebut didirikan juga bukan untuk mencari keuntungan, tapi lebih kepada sosial karena seluruh biaya mulai dari tenaga medis hingga obat-obatan dana bersumber dari anggaran reses saya,” tambahnya yang juga sebagai anggota Komisi IX DPR RI ini.
Ribka menyayangkan sikap pemda setempat yang tidak bisa melakukan pembinaan dan hanya mencari-cari kelemahan saja, seharusnya kekurangan RS ini bisa diperbaiki, bahkan sentimen politik pun terlihat saat pemda di bawah kepemimpinan kepala daerah yang baru yakni M Muraz membuka RS Pratama Al-Mulk bekas Puskesmas Lembursitu yang jaraknya hanya beberapa ratus meter dari RS ini. Padahal di kecamatan lain masih kekurangan sarana pelayanan kesehatan seperti di Kecamatan Cibeureum.
Walaupun demikian, pihaknya berencana akan mengubah status rumah sakit ini yang awalnya umum menjadi RS Hemodealisa atu rumah sakit khusus cuci darah.
“Kami akan tetap beroperasi walaupun tidak bisa melayani pasien secara umum, namun tujuan utamanya adalah untuk kegiatan sosial dan membantu warga tidak mampu agar tetap bisa mendapatkan pelayanan kesehatan secara maksimal,” katanya.
Sementara salah seorang pasien asal Gunungguruh, Kabupaten Sukabumi, Aas (52), mengatakan dirinya kecewa dengan tutupnya rumah sakit ini, padahal pelayanannya sangat baik dan sudah menjadi langganannya. Bahkan obat yang diberikannya pun tidak seperti di puskesmas, tetapi menggunakan obat paten yang kualitasnya lebih baik.
“Saya sudah empat tahun selalu berobat ke sini dan hasilnya darah tinggi saya sudah normal dan penyakit lainnya pun sembuh. Dengan ditutupnya RS ini membuat kami sedih,” katanya.
Sumber: antaranews.com

Tanggal 1-10 Agustus merupakan Pekan ASI se-Dunia. Komunitas kesehatan di Indonesia tidak boleh lelah dalam mengkampanyekan ASI ekslusif sebagai bagian dari upaya untuk menurunkan angka kematian bayi, meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan kecerdasan anak. Untuk mendukung upaya ini, setiap instansi – tidak terkecuali rumah sakit – harus menyediakan ruang maternity, yang dapat digunakan oleh pengunjung maupun staf RS untuk menyusui bayinya atau sekedar memerah ASI. Tanpa adanya fasilitas ini, ASI eksklusif hanya akan menjadi slogan dan setiap individu ibu dibiarkan mencari solusinya masing-masing agar dapat tetap menyusui bayinya. Karena ASI adalah hak bayi, maka ruang maternity adalah hak ibu menyusui. RS memiliki peran penting dalam menyukseskan hal ini, selain dari sekedar menyediakan pojok konsultasi laktasi bagi pasien. Sudahkah RS Anda memiliki ruang khusus maternity?
Topik remunerasi masih hangat dibahas. Walaupun JKN sudah berlangsung lebih dari 16 bulan, remunerasi di rumah sakit masih menjadi bahan diskusi. Bahkan pada tataran konsep, pengembangan sistem remunerasi di rumah sakit masih belum mendapatkan landasan yang kuat. Literatur untuk bahan bacaan sistem remunerasi di rumah sakit tidak semakin berkembang, oleh karena isu ini sudah mulai selesai dibahas di tingkat dunia. Jika kita membuka data base Science-Direct, dan mencari kata kunci “physician payment”, maka hanya ditemukan 1 artikel yang dipublikasikan tahun 2015, 2 artikel (2014), dan sisanya dipublikasikan tahun-tahun sebelumnya. Jika kita menggunakan kata kunci “hospital remuneration”, maka hasilnya lebih sedikit daripada kata kunci “physician payment”. Ini menunjukkan bahwa diskusi remunerasi sudah mulai berkurang intensitasnya. Bagaimana dengan kita? Silakan ikuti diskusinya
Katja Grašič, Anne R. Mason and Andrew Street







