manajemenrumahsakit.net :: Medan – Kasi Bimdal Sarana dan Peralatan Kesehatan Dinkes Sumut Bambang Suprayitno SKM meminta Wali Kota Medan Dzulmi Eldin segera meninjau ulang pengangkatan Sekda Medan Ir Syaiful Bahri sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Dirut RSUD dr Pirngadi Medan. Pasalnya, keputusan itu dinilai cacat hukum karena melanggar UU No 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
“Kita segera menyurati Wali Kota Medan untuk segera meninjau ulang keputusan tersebut. Tidak boleh direktur maupun Plt direktur rumah sakit baik pemerintah maupun swasta yang bukan dokter. Dokter itu bisa dokter umum atau dokter gigi,” kata Bambang kepada SIB, Rabu (3/9) sore.
Menurutnya, seorang direktur rumah sakit wajib bertanggungjawab penuh terhadap operasional rumah sakit, mulai dari pasien masuk hingga pulang. “Jika direktur bukan dokter, maka bagaimana dia harus bertanggungjawab terhadap pelayanan medis yang ditanyakan padanya,” tegas Bambang.
Dia menyebutkan, beberapa kasus serupa pernah terjadi di beberapa daerah di Sumut seperti di Labura, Madina dan Doloksanggul. “Begitu kita berikan surat agar pemilik rumah sakit (Pemkab-red) meninjau ulang direktur rumah sakit yang bukan dokter, langsung mereka ganti. Tidak harus menunggu lama,” jelasnya.
Bahkan, katanya, Dinkes Sumut tidak meladeni segala urusan administrasi rumah sakit tersebut karena direkturnya bukan dari medis. “Kita mendapat surat dari beberapa daerah itu, setelah kita lihat direkturnya bukan medis, kita tidak melihat isi suratnya, tapi kita balas agar bupati segera meninjau ulang direktur tersebut. Intinya, keputusan itu segera ditinjau ulang,” tegasnya kembali.
Bambang menuturkan, berbeda dengan instansi lainnya, rumah sakit harus berjalan sesuai aturan yang ditetapkan Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Dalam aturannya, direktur maupun pelaksana harian maupun pelaksana tugas, wajib tenaga medis.
Dia menjelaskan, sesuai standar operasional prosedur (SOP), tugas pokok seorang direktur rumah sakit adalah melaksanakan tugas pelayanan kesehatan sesuai kebijaksanaan yang digariskan pemerintah dan Dewan Pembina. Direktur pun harus menetapkan, mengarahkan, mengakomodir serta mengawasi pelaksanaan pokok pelayanan kesehatan di rumah sakit guna mencapai tujuan yang ditetapkan.
Direktur rumah sakit juga harus merencanakan pengembangan operasional pelayanan kesehatan, kesiapan sumber daya manusia, strategi pemasaran, kesiapan bidang umum, administrasi dan keuangan rumah sakit sesuai dengan peraturan yang berlaku. Selain itu, direktur juga harus memberikan perencanaan operasional medik, administrasi dan keuangan, menetapkan penerimaan dokter tamu/visiting serta dokter praktik.
“Kasus di rumah sakit berbeda. Jika terjadi kasus malpraktik, bagaimana direktur yang bukan tenaga medis bisa menjelaskannya.
Kemudian, untuk akreditasi, direktur akan ditanya seluruh operasional rumah sakit. Direktur harus tahu, apalagi Rumah Sakit Pirngadi banyak dokter sekaligus sebagai rumah sakit pendidikan. Bagaimana direkturnya bukan medis?” jelasnya.
Sementara Kepala Dinas Kesehatan Medan, Usma Polita Nasution mengatakan, keputusan wali kota dinilai tidak menyalahi aturan.
Soalnya, dalam kasus ini, masih pelaksana tugas, bukan direktur defenitif.
Secara terpisah Plt Direktur RSUD dr Pirngadi Medan, Syaiful Bahri mengaku hanya ditugaskan wali kota untuk meningkatkan mutu rumah sakit tersebut.
“Ini sifatnya emergensi. Saya ditugaskan Wali Kota Medan untuk meningkatkan kualitas rumah sakit ini demi memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Saya tidak pernah meminta tugas ini. Ini murni pengabdian saya,” tegas Syaiful Bahri.