TIDAK ada yang tahu sedang apa Dr Hasan Sadikin di kuburannya saat ini. Mungkin dia bersedih. Mungkin dia menangis. Rumah sakit yang dia pimpin sampai malaikat maut mencabut nyawanya, sampai sekarang masih didera banyak masalah.
Rumah sakit yang kini sudah berusia 91 tahun seharusnya memiliki fungsi sosial, ekonomi-sosial, selain pendidikan. Fungsi sosial ini adalah hal utama tatkala Het Algemeene Bandoengche Ziekenhuis ini pertama kali diresmikan. Disesuaikan kondisi zaman, tentu saja kepentingan sosialnya lebih untuk masyarakat Belanda yang ada di Bandung saat itu.
Sampai sekarang pun fungsi sosial itu tetap dimainkan RS Hasan Sadikin. Posisi mereka sebagai rujukan utama bagi pasien peserta Badan Pelayanan Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di Jawa Barat adalah salah satu contohnya. Sebelum BPJS kesehatan muncul, RSHS pun menampung pasien-pasien Jamkesmas, Jampersal, atau pemilik Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM).
Tetapi, RSHS tentu juga harus memainkan peran sebagai sebuah lembaga ekonomi. Kalau tidak, bagaimana mereka harus memainkan fungsi sosial itu jika memenuhi kebutuhan sendiri pun tidak mampu. Apalagi, RSHS adalah salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam bentuk perusahaan jawatan.
Dalam permainan fungsi seperti inilah, RSHS mengalami kesulitan bukan hanya menyeimbangkan fungsi itu, tapi juga mengawalnya. Kasus dugaan