Jakarta, Di saat beberapa rumah sakit mengeluhkan kerugian dari sisi pembiayaan akibat penerapan tarif INA-CBGs, RS Annisa Tangerang justru menyebutkan bahwa pihaknya meraih keuntungan hingga Rp 766 juta sejak dua bulan melaksanakan JKN. Apa rahasianya?
“Kami melakukan persiapan sejak Maret 2013, tepatnya saat mulai digembor-gemborkan tentang JKN. Di saat RS lain mungkin masih ‘wait and see’, kami mengikuti pelatihan casemix karena kita paham harus akrab dengan koding, clinical pathway, dan costing,” papar dr Ediansyah, MARS, Direktur RS Annisa Tangerang, dalam konferensi pers yang diadakan di Media Center BPJS Kesehatan, Jl Letjen Suprapto Cempaka Putih, Jakarta, Kamis (20/3/2014).
dr Ediansyah tak menutupi pada awalnya ia sempat memandang sistem tarif INA-CBGs yang berbeda dengan sistem Fee for Service (FFS) bisa saja berpotensi merugikan. Namun kemudian ia menyadari efisiensi menjadi kunci utama jika ingin tetap ‘bertahan’ dengan menggunakan sistem baru ini.
“Jadi setelah belajar casemix, kita membentuk dua tim casemix: Casemix Steering Committee, yang lebih fokus pada pembuatan kebijakan, dan Casemix Working Committee, yang lebih berperan dalam tugas sehari-hari, termasuk costing hingga klaim,” ujarnya.
Setelah membentuk tim, mereka kemudian melakukan simulasi. Simulasi ini dilakukan dengan membandingkan tarif RS jika menggunakan sistem Jamsostek dengan tarif yang menggunakan tarif INA-CBGs terhadap sejumlah pasien tertentu.
“Yang menarik, semua kode ini jika tarifnya dibandingkan ternyata ada kenaikan. Bagi kami, ini peluang. Nah, inilah yang kemudian membawa aura positif pada RS Annisa. Kami kemudian sosialisasi dan tingkatkan kompetensi karyawan. Kami ingin mengubah perilaku mereka untuk tidak boros dan efisien,” tutur dr Ediansyah.
Tak sia-sia, selama periode Januari hingga Februari 2014, penghitungan pendanaan RS Annisa rupanya memperlihatkan hasil yang baik. Dari unit rawat jalan dan rawat inap terdapat pendapatan tambahan sekitar Rp 766 juta.
Menurut dr Ediansyah, efisiensi utama yang bisa dilakukan oleh RS adalah penggunaan obat generik, bukan dengan mengurangi jumlahnya. Obat generik memiliki harga lebih rendah dari obat paten, namun mutunya tetap prima. “Antibiotik contohnya, untuk yang generik harganya Rp 7 ribu per vial, sementara yang paten bisa Rp 180 ribu per vial,” terangnya.
Selain itu, RS Annisa juga menerapkan sistem pembagian jasa medis sebesar 20 persen dari total tagihan. Untuk periode Januari-Februari 2014, dengan total tagihan (rawat inap dan rawat jalan -red-) Rp 2,6 miliar, maka jasa medisnya adalah sekitar Rp 528 juta. “Kami ingin semua happy. Dokternya, tenaga medisnya, juga pasiennya. Jadi tambahan pendapatan ini juga akan kami bagi ke dokter,” ungkap dr Ediansyah kepada detikHealth.
Sumber: detik.com