Jakarta, Di Indonesia, problematika gangguan jiwa masih disikapi dengan beragam asumsi. Ada yang menganggapnya berkaitan dengan ilmu hitam, ada juga yang mengaitkannya dengan aspek religi. Kesalahpahaman itu tak lepas dari minimnya fasilitas dan profesional kesehatan mental yang ada.
Menurut data Kementerian Kesehatan tahun 2013, ada 8 provinsi di Indonesia yang belum memiliki rumah sakit jiwa. Di antara provinsi-provinsi itu, sebanyak 5 provinsi bahkan tidak memiliki tenaga profesional kesehatan jiwa atau psikiater. Kebanyakan di antaranya adalah provinsi-provinsi baru hasil pemekaran.
“Yang belum punya RSJ adalah Kepulauan Riau, Banten, Sulawesi Barat, Maluku Utara, Gorontalo, NTT, Papua Barat, Kalimantan Utara. Jadi ada 8 provinsi yang tak punya RSJ. Sedangkan yang belum punya tenaga psikiater adalah Gorontalo, Papua Barat, Sulawesi Barat, Maluku Utara, dan Kalimantan Utara, jadi ada 5,” kata dr Diah Setia Utami, Sp.KJ, MARS, Direktur Bina Kesehatan Jiwa Kemenkes.
Hal itu diungkapkan dr Diah dalam acara Kampanye Kesadaran Publik ‘Lighting Hope for Schizophrenia’ yang digelar di Hotel Puri Denpasar, Jl. Denpasar Selatan, Kuningan, Jakarta seperti ditulis pada Rabu (31/7/2013). Menyikapi kekurangan ini, Kemenkes sudah melakukan langkah-langkah agar pasien gangguan jiwa di provinsi-provinsi tersebut dapat tertangani.
“Untuk yang belum ada RSJ-nya, kita beri kesempatan bagi pemerintah daerah yang ingin membangun akan kita dorong. Bisa juga rumah sakit umum memberikan layanan untuk penyakit-penyakit kejiwaan,” kata Wakil Menteri Kesehatan, Ali Ghufron Mukti dalam kesempatan yang sama.
Terkait dengan minimnya profesional kesehatan jiwa, Wamenkes menyatakan bahwa Kemenkes sudah memberikan beasiswa spesialis kepada 3.500 dokter. Program ini sudah berjalan sekitar 3 tahun lamanya dan diberikan untuk berbagai spesialis kedokteran yang dirasa paling dibutuhkan masyarakat, namun masih jumlahnya minim.
Meskipun demikian, jumlah tersebut diakui memang masih belum bisa memenuhi kebutuhan, sebab tenaga psikiater di Indonesia saat ini hanya sekitar 700 orang. Padahal kebutuhannya adalah 1 orang tiap 10.000 jumlah penduduk. Jika jumlah penduduk Indonesia adalah 247 juta, maka diperlukan sekitar 24.700 tenaga profesional.
Di sisi lain untuk meringankan beban keluarga, pemerintah tengah mengupayakan agar pengobatan gangguan jiwa masuk dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Jadi segala pengobatannya akan dibebankan kepada pemerintah, sedangkan keluarga diharapkan mau membawa pasien ke layanan kesehatan dan membantu perawatannya, bukan malah memasung.
“Tidak boleh dipasung, tapi dibawa ke rumah sakit. Kalau sudah bagus kondisinya, maka keluarga dan komunitas ikut memberdayakan sedemikian rupa agar tidak kumat, ikut menerapi. Jangan sampai tidak ada pekerjaan dan sendirian,” terang Wamenkes.
Sumber: health.detik.com