Pertanyaan yang terkait dengan Standar Pelayanan Minimal:
Kendala dalam penyusunan SPM UPTD Pasar karena belum ada contohnya (belum ada Pasar yang sudah menjadi BLUD). Bagaimana standarnya pelayanan minimalnya?
Jawab:
Harus ada yang memulai membuat SPM Pasar. Yang penting adalah mengikuti prinsip penyusunan SPM.
Langkah penyusunan SPM:
- Menciptakan lingkungan yang menyadari perlunya mengukur kinerja
- Penyusunan indikator
- Penerapan indikator
- Review
- Evaluasi dan ongoing monitoring
Pertanyaan yang terkait dengan Kewenangan BLUD Penuh dan Bertahap:
Untuk status BLUD Bertahap, apa saja yang tidak boleh dilakukan?
Jawab:
Permendagri 61/2007, Pasal 27:
- Status BLUD bertahap diberikan fleksibilitas pada batas-batas tertentu berkaitan dengan jumlah dana yang dapat dikelola langsung, pengelolaan barang, pengelolaan piutang, serta perumusan standar, kebijakan, sistem, dan prosedur pengelolaan keuangan.
- Status BLUD bertahap tidak diberikan fleksibilitas dalam hal pengelolaan investasi, pengelolaan utang, dan pengadaan barang dan/atau jasa.
Pertanyaan yang terkait dengan Pendapatan BLUD:
Sebelum BLUD, pendapatan UPTD Pasar harus disetor seluruhnya ke kas daerah. Setelah BLUD, pendapatan dari sewa kios harus disetor dalam waktu 1×24 jam karena dianggap PAD sedangkan pendapatan lain boleh dikelola langsung. Pendapatan dari sewa kios digunakan untuk membayar utang ke World Bank yang dulu digunakan untuk investasi membangun pasar. Mana sebenarnya pendapatan yang dikatakan PAD dan mana yang bukan?
Jawab:
Semua pendapatan pasar tidak perlu disetor, namun tetap dilaporkan sebagai pendapatan asli daerah (PAD). Utang pada World Bank dibayar dari pajak, bukan dari pendapatan BLUD. Pasar adalah alat pemerintah untuk melayani masyarakat, bukan untuk membayar utang. Penghematan APBD akibat dari efisiensi BLUD yang digunakan untuk membayar pajak, bukan pendapatan BLUD.
Pertanyaan yang terkait dengan Sistem dan Pengelolaan Keuangan BLUD:
Apakah sistem keuangan BLUD harus dibuat dalam 2 bentuk yaitu SAK dan SAP?
Jawab:
BLUD perlu menyusun SAK, karena BLUD dikelola dengan prinsip bisnis. SAP perlu dibuat untuk keperluan konsolidasi dengan Pemda. Jadi BLUD perlu membuat kedua-duanya. Seharusnya BLUD hanya membuat SAK sesuai dengan Permendagri 61/2007 dan PPKD yang menyusun SAP. Namun kurangnya pengetahuan dan pemahaman mengenai BLUD membuat PPKD sering terlambat merespon kebutuhan BLUD dalam hal konsolidasi laporan keuangan. Oleh karena itu, BLUD yang bersangkutan membantu dengan cara menyusun SAP juga disamping membuat SAK sesuai kewajibannya.
Pertanyaan yang terkait dengan RKA, RBA dan Ambang Batas:
1. Pada RBA terdapat ambang batas. Apakah DPA juga ada ambang batas?
Jawab:
Baik RBA maupun DPA sama-sama memiliki ambang batas.
2. Sudah ditetapkan sebagai BLUD sejak Nov. 2011 dan baru menyusun RBA untuk anggaran tahun 2013. Namun diharuskan juga untuk membuat RKA. Bagaimana pertanggungjawabannya?
Jawab:
RBA dibuat dengan prinsip accrual basis sedangkan RKA dibuat dengan prinsip cash basis. Jadi pasti keduanya memiliki angka yang berbeda. Pertanggungjawabannya juga beda. Yang jelas BLUD hanya harus membuat RBA.
3.Awalnya PPKAD dan Bagian Hukum hanya memberi ambang batas 5% pada RBA, namun kemudian pada peraturan kepala daerah ditetapkan sebesar 10%. Karena tingkat inflasi berubah-ubah, apakah diperbolehkan mengubah peraturan kepala daerah tersebut agar BLUD tetap dapat memberikan pelayanan dengan baik kepada masyarakat?
Jawab:
Ambang batas memang bisa berubah sesuai dengan tingkat inflasi. Oleh karena itu, tidak boleh ada Perda mengenai Ambang Batas. Demikian juga dengan peraturan kepala daerah, sebaiknya tidak mengatur persentasenya (angkanya), namun mengatur mengenai persetujuan oleh kepala daerah, dimana persetujuan ini dicantumkan dalam DPA dan RBA. Ambang batas dihitung dengan membandingkan antara anggaran dengan realisasi selama dua tahun terakhir dan antara anggaran dengan prognosa tahun berjalan.
Pertanyaan yang terkait dengan Dewan Pengawas:
1. Pemendagri 61 tidak mengatur tentang honorarium Dewan Pengawas, namun di Permenkeu aturan ini ada. RS memiliki Dewan Pembina Teknis dan Dewan Pengawas yang honorariumnya diatur melalui peraturan kepala daerah. Apakah ini bisa?
Jawab:
Permendagri 61/2007 mengatur tentang honorarium Dewan Pengawas sbb:
Pasal 50 Ayat (1):
Pejabat pengelola BLUD, dewan pengawas, sekretaris dewan pengawas dan pegawai BLUD dapat diberikan remunerasi sesuai dengan tingkat tanggungjawab dan tuntutan profesionalisme yang diperlukan.
Pasal 50 Ayat (3):
Remunerasi bagi dewan pengawas dan sekretaris dewan pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan dalam bentuk honorarium.
Pasal 52:
Honorarium dewan pengawas ditetapkan sebagai berikut:
- honorarium ketua dewan pengawas paling banyak sebesar 40% (empat puluh persen) dari gaji pemimpin BLUD;
- honorarium anggota dewan pengawas paling banyak sebesar 36% (tiga puluh enam persen) dari gaji pemimpin BLUD; dan
- honorarium sekretaris dewan pengawas paling banyak sebesar 15% (lima belas persen) dari gaji pemimpin BLUD.
2. Apa yang harus dilakukan oleh Dewan Pengawas?
Jawab:
Pasal 44 Permendagri 61/2007: Dewan pengawas bertugas melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pengelolaan BLUD yang dilakukan oleh pejabat pengelola sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kewajiban Dewan Pengawas (Pasal 44 Ayat (2)):
- memberikan pendapat dan saran kepada kepala daerah mengenai RBA yang diusulkan oleh pejabat pengelola;
- mengikuti perkembangan kegiatan BLUD dan memberikan pendapat serta saran kepada kepala daerah mengenai setiap masalah yang dianggap penting bagi pengelolaan BLUD;
- melaporkan kepada kepala daerah tentang kinerja BLUD;
- memberikan nasehat kepada pejabat pengelola dalam melaksanakan pengelolaan BLUD;
- melakukan evaluasi dan penilaian kinerja baik keuangan maupun non keuangan, serta memberikan saran dan catatan-catatan penting untuk ditindaklanjuti oleh pejabat pengelola BLUD; dan
- memonitor tindak lanjut hasil evaluasi dan penilaian kinerja.
Tugas tersebut harus dilaporkan oleh Dewas kepada Kepala Daerah minimal setahun sekali, atau sewaktu-waktu jika diperlukan.
3. Ada Dewan Penyantun atau Dewan Pembina (yang kini disebut Tim Pembina) yang memasukkan unsur legislatif. Ini diakui salah, namun tidak bisa diubah karena sudah terlanjur berjalan selama beberapa tahun, sehingga kemudian dibiayai dengan menggunakan biaya umum.
Jawab:
Harus segera diubah sesuai dengan aturan yang berlaku agar tidak menyalahi peraturan.
4. SK Dewan Pengawas sudah ditandatangani, namun kemudian dalam perjalanannya mengalami perubahan. Saat pengangkatan menjadi Dewas dilakukan berdasarkan nama, bukan lagi jabatan. Lalu ada salah satu anggota yang dimutasi, sehingga sudah tidak sesuai lagi dengan kriteria Permendagri untuk jadi Dewan Pegawas. RS hanya bisa pasif karena semua keputusan ada di Pemda. Bagaimana menyikapi ini?
Jawab:
Permendagri 61/2007 Pasal 45 Ayat (1) menyebutkan bahwa anggota dewan pengawas dapat terdiri dari unsur-unsur:
- pejabat SKPD yang berkaitan dengan kegiatan BLUD;
- pejabat di lingkungan satuan kerja pengelola keuangan daerah; dan
- tenaga ahli yang sesuai dengan kegiatan BLUD.
Jika berdasarkan nama, menjadi tidak tepat dan tidak ada dasar hukumnya.
RS tidak bisa pasif karena sesuai Pasal 43 Ayat (4), Dewan Pengawas dibentuk dengan keputusan kepala daerah atas usulan pimpinan BLUD.
5. BLUD memiliki asset senilai Rp 30 M dan omset per Oktober 2012 sebesar Rp 21 M. BLUD ini memiliki juga Badan Pengawas sebanyak 4 orang yang terdiri dari Sekda, Inspektorat, Kepala DPPKAD dan Asisten 2. Saat ini ada Tokoh Masyarakat yang memaksa untuk menjadi anggota Dewan Pengawas.
Jawab:
BLUD tidak mengenai istilah Badan Pengawas, melainkan Dewan Pengawas yang dibentuk dengan keputusan kepala daerah atas usulan pimpinan BLUD. Unsur-unsur yang membentuk Dewan Pengawas diatur oleh Pasal 45 sebagaimana jawaban pada pertanyaan sebelumnya. Jadi Sekda, Inspektorat, Asisten 2 apalagi tokoh masyarakat tidak bisa menjadi Dewan Pengawas.
6. Honorarium Dewan Pengawas ditetapkan sebesar 40 : 36 : 15 (sesuai dengan Permendagri) yang langsung dikalikan dengan gaji pokok direktur, karena sistem remunerasi belum berjalan.
Jawab:
Pasal 52 Permendagri 61/2007:
Honorarium dewan pengawas ditetapkan sebagai berikut:
- honorarium ketua dewan pengawas paling banyak sebesar 40% (empat puluh persen) dari gaji pemimpin BLUD;
- honorarium anggota dewan pengawas paling banyak sebesar 36% (tiga puluh enam persen) dari gaji pemimpin BLUD; dan
- honorarium sekretaris dewan pengawas paling banyak sebesar 15% (lima belas persen) dari gaji pemimpin BLUD.
Jadi apa yang diterapkan tersebut sudah benar, yaitu persentasi honor dikalikan dengan gaji, bukan remunerasi. Gaji merupakan bagian dari remunerasi.
Menurut Pasal 50 Ayat (2) Permendagri 61/2007, Remunerasi merupakan imbalan kerja yang dapat berupa gaji, tunjangan tetap, honorarium, insentif, bonus atas prestasi, pesangon, dan/atau pensiun.
7. Sebagai RS Tipe C dengan pendapatan sebesar Rp 26 M, RS ini belum memiliki Badan Pengawas. Bagaimana komposisi Badan Pengawas ini?
Jawab:
BLUD tidak mengenal istilah Badan Pengawas. Yang ada adalah Dewan Pengawas yang komposisinya terdiri dari unsur-unsur:
- pejabat SKPD yang berkaitan dengan kegiatan BLUD;
- pejabat di lingkungan satuan kerja pengelola keuangan daerah; dan
- tenaga ahli yang sesuai dengan kegiatan BLUD.
Permendagri 61/2007, Pasal 43, Ayat (3):
Syarat minimal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan jumlah anggota dewan pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (2), mengikuti peraturan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Peraturan Menteri Keuangan No 9/2006, Pasal 4:
Jumlah anggota Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebanyak 3 (tiga) orang untuk BLU yang memiliki:
- realisasi nilai omzet tahunan menurut laporan realisasi anggaran sebesar Rp. 15.000.0000.000,00 (lima belas miliar rupiah) sampai dengan Rp. 30.000.000.000,00 (tiga puluh miliar rupiah), dan/atau
- nilai aset menurut neraca sebesar Rp. 75.000.000.000,00 (tujuhpuluh lima miliar rupiah) sampai dengan Rp. 200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah).
Jadi RS dengan pendapatan Rp 26M tidak perlu memiliki Dewan Pengawas.
8. Semangat BLUD adalah untuk mengefisienkan anggaran daerah/negara. Namun dengan adanya Dewan Pengawas, BLUD harus menganggarkan dana untuk honor, biaya operasional dan sebagainya. Mengapa bertolak belakang dengan semangat BLUD?
Jawab:
Keberadaan Dewan Pengawas penting sebagai kepanjangan tangan Pemerintah Daerah dalam mengawasi/memonitor, mengevaluasi dan membina BLUD agar kewenangan (fleksibilitas) yang telah diberikan pada BLUD benar-benar digunakan sebagaimana mestinya untuk menghasilkan kinerja pelayanan, keuangan dan manfaat bagi masyarakat dan pemerintah daerah itu sendiri.
9. Apakah Dewas wajib bagi BLUD?
Jawab:
Sesuai pasal 43 Permendagri 61/2007, hanya BLUD dengan nilai omset atau aset tertentu saja yang dapat (bukan wajib) memiliki Dewan Pengawas.
10. RS belum memiliki Dewas, yang ada adalah Tim Pembina. BPKP menyarankan untuk membentuk Dewas sesuai dengan Permenkeu, yang anggotanya terdiri dari DPKAD dan Sekda. Apakah ada saran dari Subdit BLUD?
Jawab:
Sesuai pasal 43 Permendagri 61/2007, hanya BLUD dengan nilai omset atau aset tertentu saja yang dapat (bukan wajib) memiliki Dewan Pengawas. Jadi kembali pada kebutuhan RS, apakah memerlukan Dewas atau tidak.
Permendagri 61/2007 Pasal 45 Ayat (1) menyebutkan bahwa anggota dewan pengawas dapat terdiri dari unsur-unsur:
- pejabat SKPD yang berkaitan dengan kegiatan BLUD;
- pejabat di lingkungan satuan kerja pengelola keuangan daerah; dan
- tenaga ahli yang sesuai dengan kegiatan BLUD.
Sekda tidak bisa menjadi Dewan Pengawas.
Jangan lupa bahwa anggota Dewas harus memenuhi kriteria yang telah ditetapkan pada Pasal 45 Ayat (3), yaitu:
- memiliki dedikasi dan memahami masalah-masalah yang berkaitan dengan kegiatan BLUD, serta dapat menyediakan waktu yang cukup untuk melaksanakan tugasnya;
- mampu melaksanakan perbuatan hukum dan tidak pernah dinyatakan pailit atau tidak pernah menjadi anggota direksi atau komisaris, atau dewan pengawas yang dinyatakan bersalah sehingga menyebabkan suatu badan usaha pailit atau orang yang tidak pernah melakukan tindak pidana yang merugikan daerah; dan
- mempunyai kompetensi dalam bidang manajemen keuangan, sumber daya manusia dan mempunyai komitmen terhadap peningkatan kualitas pelayanan publik.
Pertanyaan yang terkait dengan Sistem Remunerasi:
1. Apakah ada kewajiban BLUD untuk membuat sistem remunerasi? Seberapa jauh bisa diimplementasikan? Seberapa lama setelah ditetapkan sebagai BLUD?
Jawab:
Yang diatur hanyalah remunerasi untuk Dewan Pengawas dan Pejabat Pengelola BLUD. Namun pola remunerasi ini akan menjadi salah satu faktor pendorong yang penting dalam upaya mengembangkan budaya profesionalisme dikalangan SDM BLUD. Sehingga sistem ini penting untuk diimplementasikan segera setelah BLUD menunjukkan kinerja yang meningkat.
2. Bagaimana jika peraturan kepala daerah mengenai remunerasi belum rampung dibuat?
Jawab:
BLUD jadi tidak punya dasar untuk memberikan remunerasi. Dalam jangka tidak terlalu lama, ini akan menghambat upaya perubahan bidaya organisasi kearah yang lebih profesional sesuai dengan spirit BLUD.
3. Bagaimana seharusnya sistem remunerasi RS?
Jawab:
Berbasis kinerja, dan memperhitungkan juga kekhususan dari kerja yang dilakukan, misalnya faktor risiko, tingkat kesulitan dan sebagainya. Yang terpenting adalah membuat konsensus di internal RS, sehingga rumusan manapun yang digunakan bisa diterapkan dan memuaskan.
Pertanyaan yang terkait dengan Pengadaan Barang dan Jasa:
1. Sebelum BLUD, ada peraturan daerah bahwa pengadaan barang dan jasa boleh dilakukan secara langsung jika nilainya kurang dari Rp 10 juta. Saat itu, ada pembelian senilai Rp 25 juta. Kemudian ada Keppres No 70 yang membolehkan pembelian senilai di atas Rp 200 juta. Bagaimana cara membayar utang dari pembelian sebelumnya yang dilakukan sebelum adanya Kepres No 70 tersebut?
Jawab:
Ditunda sampai kapanpun utang tersebut tetap harus dibayar. Mekanismenya menggunakan mekanisme BLUD, karena aturan keuangan tidak berlaku mundur.
2. Dengan adanya Kepres No 70, pembelian sudah boleh dilakukan secara langsung dengan nilai pengadaan maksimal Rp 200 juta. Bagaimana dengan pengadaan yang sifatnya operasional, misalnya baju dinas? Jumlah perawat lebih dari 750 orang x Rp 250 ribu per baju maka nilainya sudah melebihi pagu sehingga harus tender. Apakah pengadaan ini boleh dikelompokkan per profesi untuk menghindari lelang?
Jawab:
Bisa, dengan cara diadakan sesuai kebutuhan dan bisa dibuktikan bahwa dengan cara tersebut RS menjadi lebih efisien.
Pertanyaan yang terkait dengan Masalah Lainnya:
1. Sebelum ditetapkan sebagai BLUD, ada sejumlah obat yang dibeli dengan dana APBD. Setelah menjadi BLUD, masih ada cukup banyak sisa obat dari pembelian dengan dana APBD tersebut, apakah bisa dijual? Bagaimana payung hukumnya?
Jawab:
Gunakan prinsip efisiensi. Obat yang disimpan terus menerus lama kelamaan akan expired sehingga tidak efisien lagi bagi RSUD. Selain itu ada biaya penyimpanan logistik. Oleh karenanya, tentu saja obat tersebut dijual kepada masyarakat, dalam arti masyarakat mengganti biaya pembeliannya dimana kemudian pendapatan dari penjualan obat ini digunakan untuk pengadaan selanjutnya.
2. RS sudah pernah diperiksa oleh BPK, namun RS lebih paham mengenai BLUD daripada BPK. Lalu RS bisa bertanya kepada siapa?
Jawab:
Bisa bertanya ke RS lain yang lebih dulu BLUD dan menjalankannya secara benar, ke Subdit BLUD melalui email atau telepon, atau sumber lain yang bisa dipertanggungjawabkan.
3. Jumlah masyarakat miskin di daerah ini lebih besar dari kuota, sehingga hanya 60% dari total masyarakat miskin yang ditanggung oleh asuransi. Sisanya yang 40% kebanyakan juga tidak memiliki kartu sehingga ini menjadi piutang di RSUD (dengan nilai total saat ini mencapai Rp 300 juta).
Jawab:
RSUD harus punya kebijakan penghapusan piutang untuk piutang-piutang yang jelas tidak bisa tertagih. Disisi lain, RSUD harus memperkuat upaya advokasi agar masyarakat miskin ditanggung pemerintah/negara, karena itu adalah kewajiban pemerintah, bukan kewajiban RSUD.
4. Kantor Penanaman, Penguatan dan Penyertaan Modal (KP3M) ditetapkan sebagai BLUD Bertahap, dimana yang di-BLUD-kan hanya fungsi Penguatan Modal. Padahal ada dua kegiatan lain yang secara substansi saling berbeda. Bagaimana tanggapan Subdit BLUD?
Jawab:
Bentuk organisasinya tidak pas.
5. Tadinya ada keraguan Pemda terkait perubahan regulasi tarif dari Perda menjadi Peraturan Kepala Daerah. Namun dengan adanya surat dari Subdit BLUD kepada Gubernur, maka masalah tersebut saat ini sudah selesai, tarif sudah ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah. Masalah baru yang muncul adalah BLUD tidak diperbolehkan membagi jasa pelayanan kalau belum mendapatkan untung.
Jawab:
BLUD tidak akan pernah untung, dan secara prinsip, BLUD bukan untuk mencari keuntungan. Jadi larangan tersebut tidak ada dasarnya.
6. RS belum memiliki SPI, minta penjelasan lebih lanjut dari Subdit BLUD, bagaimana sebaiknya.
Jawab:
Sama dengan Dewan Pengawas, SPI tidak wajib. Jadi kalau tidak ada, secara peraturan sebenarnya tidak masalah.
7. Di daerah kami ada RS yang mensubsidi Pemda karena sudah surplus. Apakah memang harus seperti itu?
Jawab:
BLUD mengemban fungsi sosial (quasi public goods) dimana sebagian (atau sebagian besar) layanannya ditujukan untuk masyarakat tidak mampu. Jika BLUD mensubsidi Pemda, sama artinya Pemda memperoleh pendapatan dari orang miskin. Padahal sebalikya, BLUD adalah alat Pemda untuk melayani orang miskin, bukan untuk memperoleh pendapatan dari menjual barang atau jasa kepada orang miskin.
8. Masalah yang masih terjadi di daerah adalah pemahaman DPRD mengenai BLUD yang masih sangat minim.
Jawab:
Perlu sosialisasi secara terus menerus.
9. Siapakah auditor independen BLUD selain inspektorat?
Jawab:
BPK. BLUD tidak perlu mengalokasikan anggaran khusus utuk diaudit, sebab Permendagri 61 menyebutkan bahwa BLUD “bersedia diaudit oleh auditor independen”. Jadi pernyataan “bersedia” ini berarti pasif, jika pemerintah menghendaki maka BLUD bersedia membuka diri (bukan menyediakan anggaran) untuk diaudit. Jika BPK tidak mampu mengaudit BLUD, atau merasa perlu mendatangkan auditor eksternal, maka BPK dapat meminta KAP untuk mengaudit BLUD menggunakan anggaran dari BPK sendiri.
10. Persepsi kejaksaan dan Tipikor berbeda dimana KSO ini dilihat dari nilai barangnya. Misalnya jika RS akan melakukan KSO untuk layanan CT Scan, harga alat mencapai Rp 4 M sedangkan kewenangan RS hanya sampai dengan maksimal Rp 1 M. Bagaimana ketentuan KSO sebenarnya?
Jawab:
Yang diatur dalam kewenangan tersebut adalah pengadaan barang dan jasa. Contoh dalam kasus KSO CT Scan, RSUD tidak mengadakan (membeli) alat CT Scan. RSUD juga tidak membayar jasa pihak ketiga untuk memberikan layanan CT Scan, sehingga tidak ada pengeluaran berupa pengadaan barang maupun membayar jasa pihak ketiga. Yang ada justru RSUD mendapatkan hasil dari kerjasama tersebut.
Pertanyaan yang terkait dengan Laporan Keuangan:
1. SKPD A telah ditetapkan menjadi BLUD dan diwajibkan memberikan laporan keuangan secara triwulan ke PPKAD. SKPD B yang lebih dulu ditetapkan sebagai BLUD memberikan laporan setiap bulan ke PPKAD setiap bulan, sehingga SKPD A juga diminta untuk menyerahkan laporan bulanan. Mana yang benar?
Jawab:
Laporan pertanggungjawaban dibuat dalam bentuk triwulanan dan dilampiri Surat Pernyataan Tanggung Jawab (SPTJ) sesuai dengan Lampiran 5 Permendagri 61/2007.
2. Mekanisme pertanggunggjawaban di PPKAD belum seragam. Ada yang minta SPJ, ada yang cukup dengan surat pertanggungjawaban sedangkan SPJ disimpan di RS. Bagaimana sebenarnya?
Jawab:
Semua bukti pengeluaran diganti dengan selembar kertas SPTJ, sedangkan bukti berupa kuitansi, invoice dan sebagainya disimpan di BLUD yang bersangkutan.
3. Karena tidak semua fungsi di KP3M menjadi BLUD, maka ada masalah dalam kelembagaan, yaitu kesulitan dalam mengkompilasi laporan keuangan. Jadi, bentuk organisasi apa yang tepat? Di tempat lain bentuknya UPTD yang juga menangani koperasi dan UMKM, sedangkan KP3M membawahi pertanian, pasar, dan sebagainya. Saat ini KP3M lebih berfungsi sebagai kasir atau pusat administrasi untuk dana-dana yang ada.
Jawab:
Secara kelembagaan, implementasi BLUD untuk KP3M kurang tepat.
4. Laporan keuangan belum sesuai ketentuan. Kebijakan Kepala Daerah mengenai akuntansi di RS belum dijabarkan oleh Direktur.
Jawab:
Aturan teknis harus dibuat sebagai dasar hukum melakukan tindakan/implementasi BLUD.
Pertanyaan terkait dengan Utang dan Piutang BLUD:
1. Apakah pembayaran utang BLUD yang berupa belanja modal dan jasa pelayanan bisa diakomodir? BLUD ditetapkan pada tahun 2011, namun baru terlaksana tahun 2012. Ada kekurangan pembayaran jasa sehingga BLUD utang pada karyawan. Bisakah hal ini direncanakan dalam RBA untuk dibayarkan tahun depan, sehingga tidak perlu menunggu perubahan?
Jawab:
Tidak ada RBA Perubahan dalam BLUD. Jika ada SILPA tahun sebelumnya yang sudah dimasukkan pada RBA tahun berjalan, seharusnya prediksi surplus ini direncanakan dan digunakan untuk apa di awal tahun berjalan.
2. Terkait hasil audt oleh Pemda, tahun 2011ada utang yang baru dapat dibayar pada bulan Meil 2012. Namun pembayaran ini tidak disahkan karena seharusnya dibayar pada bulan Januari-Februari. Akibatnya, laporan keuangan Pemda dan RS tidak balance. Bagaimana seharusnya?
Jawab:
Utang tetap harus dibayar. Jadi tidak ada alasan untuk tidak mensahkan pembayaran utang tersebut.
Pertanyaan terkait dengan Tarif Layanan BLUD:
1. Retribusi layanan RS ditetapkan dengan Perda, sesuai dengan hasil konsultasi Bagian Hukum ke Kementerian Keuangan. Padahal selama ini diketahui bahwa cukup dengan Peraturan Kepala Daerah, kecuali layanan kelas 3 bisa dengan Perda. Bagaimana menyikapi hal ini?
Jawab:
RS dan BLUD lain tidak mengenal istilah retribusi. Yang ada adalah jasa layanan.
2. Standarisasi harga BLUD, menganut pola SKPD atau membuat sendiri?
Jawab:
Harga BLUD = Tarif Pelayanan.
Sesuai dengan Permendagri 61/2007, Pasal
3. Tarif masih menggunakan Perda tahun 2006. Apakah perlu dilakukan pencabutan Perda sebelum menetapkan pola tarif baru?
Jawab:
Jika telah ditetapkan menjadi BLUD, semua aturan yang tidak sesuai dengan BLUD secara otomatis menjadi gugur atau tidak berlaku, jadi tidak pelru pencabutan peraturan. Dalam memandang aturan mengenai BLUD, kita harus melihat mulai dari UU sampai Permendagri sebagai satu kesatuan, jadi bukan hanya melihat pada Permendagri 61 saja.
Pertanyaan terkait dengan Belanja BLUD:
RS memperkirakan akan ada surplus sebesar Rp 3 M di akhir tahun ini. Sebagai BLUD Bertahap, apakah boleh digunakan untuk membeli makanan dan minuman pasien untuk bulan Desember tahun ini?
Jawab:
Selama untuk kepentingan pelayanan dan tidak bisa ditunda, maka dana tersebut bisa digunakan sesuai dengan aturan yang berlaku untuk BLUD Bertahap.
Pertanyaan terkait dengan Pengelolaan Investasi:
Direktur berniat untuk memanfaatkan surplus untuk investasi jangka pendek. Hasil konsultasi ke Bank diketahui bahwa dengan dana sebesar Rp 2 M akan ada bunga sebesar 2,1%. Investasi akan dilakukan untuk tahun anggaran baru. Apakah ada saran dari Subdit BLUD?
Jawab:
Apakah RSUD ini masih membutuhkan subsidi dari pemerintah (pusat dan daerah)? Jika masih, maka tidak ada alasan untuk melakukan investasi seperti itu. Jika akan investasi jangka pendek, gunakan dana yang benar-benar sedang tidak terpakai. Misalnya pada bulan November, surplus yang sudah terkumpul bisa didepositokan selama sebulan karena tidak akan dipakai belanja pada bulan Desember.
ijin bertanya, untuk pengadaan barang jasa yang bersifat rutin umum tidak terkait dengan kesehatan seperti pemeliharaan kendaraan dan kebutuhan kantor lainnya. apakah bisa dilakukan dengan menggunakan metode yang buka eKatalog/ ePurchasing. mengingat bahwa ada flexsibilitas dalam pengelolaannya. mohon penjelasannya
Mohon Pencerahan…apabilah pendapatan melebihi terget, lantas pembagian jasa pelayanannya bagaimana? apakah harus menunggu untuk dimasukan dalam perubahan anggaran atau masuk di penggunaan SILPA tahun berikut. terima kasih
Puskesmas yang sudah ditetapkan sebagai BLUD apakah secara otomatis pendapatan dari retribusi jasa umumnya diakui sebagai pendapatan BLUD sehingga tidak disetorkan kas daerah, apakah perlu perkada untuk mengatur hal ini.
ijin menanyakan apa sajakah yang harus dilalukan spi/pegawas intern dalam giatnya, apajakah yang hrs dilakukan ?, laporan jenis apa saja yang harus dibuat?, terima kasih
Mohon ijin nanya : RSUD sebagai BLUD ingin menganggarkan Pos Pembiayaan, Baik Pembiayan Penerimaan maupin Pembiayaan Pengeluaran, Apakah perlu dibuatkan Perkada untuk anggaran pembiayaan RSUD BLUD
Terima kasih
apakah ada peraturan yang menjelaskan bahwa hutang tahun-tahun sebelumnya yang berada pada BLUD dan saat ini BLUD tidak mampu untuk melunasi hutang tersebut apakah bisakah di minta kepada pemda untuk melunasinya. mohon penjelasan..trimakasih
Yth Bpk/Ibu
Apabila direktur yang menjabat RSUD BLUD sudah pensiun apakah dapat diperpanjang?
Apakah ada masa waktu maksimal perpanjangannya atau berapa kali dapat diperpanjang?
Dan apabila diadakan lelang jabatan, apakah dari kalangan sipil umum atau ASN yang sudah pensiun dapat mengikuti seleksi lelang jabatan tersebut. Terimakasih sebelumnya..
Yth Tim Manajemen Rumah Sakit
Rumah Sakit sebagai BLUD Penuh apakah boleh melakukan kerjasama pengadaan makan pasien untuk Rumah Sakit lain.
Kalau boleh bagaimana mekanismenya? Terimakasih sebelumnya..
Maaf tanya, apabila tahun 2016 BLUD RSUD punya SILPA dan sdh disetor ke KASDA, dan SILPA tersebut rencananya digunakan di tahun 2018 apakah boleh digunakan dan apakah perlu membuat perkada untuk menggunakan SILPA tahun sebelumnya?
Yth Pak Joko,
Penggunaan Surplus tahun-tahun sebelumnya terlebih dahulu masuk dalam penganggaran (RBA). Jadi kalau tidak ada didalam RBA, tidak serta merta bisa langsung digunakan. Untuk penggunaan surplus juga harus ada peraturan kepala daerah tentang penggunaan surplus. Demikian yang dapat kami sampaikan, salam…. PKMK FKKMK UGM
Selamat siang…mau tanya,,,misal anggaran Belanja Barjas pada pertengahan tahun sudah menipis sedangkan anggaran belanja modal masih banyak….yang saya tanyakan apakah boleh kita melakukan pergeseran dari Modal ke Barjas. (BLUD)..mohon pencerahannya,,Terima kasih
Yth Tim Manajemen Rumah Sakit
Ada beberapa hal yang ingin saya tanyakan :
1. Berdasarkan Permendagri No. 61 th 2007 pasal 45 ayat 1 berbunyi : Anggota dewan pengawas terdiri dari unsur Pejabat SKPD yang berkaitan dengan kegiatan BLUD, yang ingin saya tanyakan ; Siapa Pejabat SKPD yang dimaksud?
2. Bolehkah Sekda di tetapkan sebagai Ketua Dewan Pengawas?
3. Di BLUD RSUD Hanafiah Batusangkar , Dewan Pengawas terdiri dari:
– Ketua —— Sekda
– Anggota —– Asisten I, Kabag Hukum, Dan Kepala Dinas BKD (Badan Keuangan Daerah),
– Staf Ahli —– Pensiunan Pegawai BLUD
Berdasarkan Pemendagri No 61 tahun 2007 bolehkan susunan Dewan Pengawas seperti diatas?
Mohon penjelasan dari tim manajemn Rumah Sakit, Sebelumnya saya ucapkan Terima Kasih.
Yth Tim management rs, pertanyaan saya yaitu 1.apakah klaim jasa layanan yang diajukan sebelum tahun 2017namun dibayarkan pada tahun 2018 dianggap sebagai piutang? 2. Apakah piutang dimasukkan sebagai pendapatan tahun 2018? 3. Apakah klaim jasa layanan tahun 2017 namun baru diajukan tahun 2018 dianggap sebagai pendapatan 2018? Moron pencerahannya
Dear Pak Muhammad Irham,
1. Iya, karena BLUD menyusun laporan keuangan berdasarkan akrual.
BLUD sebagai entitas akuntansi juga sebagai entitas pelaporan, maka menyusun laporan keuangan sebanyak 7 jenis laporan. Jadi pada laporan LRA, tidak di catat. Tp pada laporan operasional di catat
2. Iya, sebagai pendapatan tahun 2018. Menyesuaikan laporan yang dibuat tentunya, sesuai dengan kaidah akuntansi SAP yang berbasis akrual
3. Iya pak…… pada saat penyusunan RBA, angka tersebut sudah dimasukkan.
Apakah RSUD yang telah berstatus BLUD penuh dapat menerapkan apotek swakelola yang menjual obat kepada masyarakat? bagaimana persyaratannya.
Yth Ibu Marselina,
Pada prinsipnya boleh. yang harus dilakukan adalah membuat peraturan kepala daerah tentang apotek swakelola, jika dana nya menggunakan surplus. karena kalau menggunakan dana APBD untuk membuka apotek swakelola, berarti sudah melenceng dari tujuan BLUD, yaitu meningkatkan pelayanan
demikian yang dapat kami sampaikan
terimakasih
RSUD kami telah dimulai sejak tahun 2010 dengan status penuh, sudah 2 kali berganti keanggotaan dewan pengawas, berkembang pertanyaan yang mohon pencerahan Tim MRS, al:
1. Mengingat fungsi, tugas dan tanggung jawab dewas yang sangat penting maka honorarium yang diberikan dengan ukuran 40:36: dan 15 % gaji direktur/pimpinan BLUD sangatlah kecil (tidak berimbang), dapatkah melakukan perhitungan berbasis persentase tersebut dikalikan total take home pay direktur/pimpinan BLUD? atau adakah rumus penetapan gaji direktur yang dapat digunakan namun memenuhi faktor2 kemampuan keuangan, pendapatan, aset dan gaji direktur (gaji pokok dan tunjangan jabatan/istri)..?
2. apakah Dewas dapat diberikan fasilitas kesehatan tertentu apabila mereka dirawat di rumah sakit tempat mereka sebagai pengawasnya? aturan apakah yang dikuti atau yang harus disiapkan?
Terima kasih atas pendapatnya…salam
Kepada Yth Pak Yusuf,
1. Mengingat fungsi, tugas dan tanggung jawab dewas yang sangat penting maka honorarium yang diberikan dengan ukuran 40:36: dan 15 % gaji direktur/pimpinan BLUD sangatlah kecil (tidak berimbang), dapatkah melakukan perhitungan berbasis persentase tersebut dikalikan total take home pay direktur/pimpinan BLUD? atau adakah rumus penetapan gaji direktur yang dapat digunakan namun memenuhi faktor2 kemampuan keuangan, pendapatan, aset dan gaji direktur (gaji pokok dan tunjangan jabatan/istri)..?
Sesuai dengan Permendagri No. 61 Tahun 2007, Pasal 52:
Honorarium dewan pengawas ditetapkan sebagai berikut:
Disini tidak dijelaskan apakah gaji tersebut gaji pokok atau gaji take home pay. Apakah gaji sebagai PNS, kalau direkturnya PNS, kalau direkturnya bukan PNS?
Jadi, untuk memudahkan, dibuat peraturan kepala daerah ttg honorarium Dewan Pengawas. Tentunya honor tersebut berdasarkan kinerja dari dewas. Kalau dewas cuma datang sekali dalam sebulan, bahkan sekali dalam tiga bulan, tentu tidak layak diberikan honor yang cukup besar.
2. apakah Dewas dapat diberikan fasilitas kesehatan tertentu apabila mereka dirawat di rumah sakit tempat mereka sebagai pengawasnya? aturan apakah yang dikuti atau yang harus disiapkan?
Dewas dapat diikutkan BPJS, diambil dari honorarium yang diterima oleh dewas
Terimakasih, semoga bisa menjawab apa yang ditanyakan
yth tim manajemen
persiapan apa sajakah untuk pajak parkir rsud blud
mohon penjelasan, trims
Yth. Bpak/Ibu Gun
RS yang menerapkan BLUD bukan merupakan subjek pajak
jika layanan parkir di RS dengan status BLUD menggunakan sistem KSO, Apakah ada beban pajak parkir atas layanan tersebut yang harus disetor ke PEMDA..mohon penjelasannya?
saya ingin bertanya, Dokumen apa saja yang diperlukan terkait ambang batas ini?
Bagaimana dan kapan penetapan ambang batas? Siapa yang mengesahkan? Modelnya persentase atau nilai nominal?
mohon penjelasannya.. terimakasih
Yth Bu Meika,
Ambang batas tersebut ada di dokumen RBA BLUD, tepatnya di BAB III. Penetapan ambang batas, sebaiknya melihat historikal data pendapatan di BLUD tersebut, kurang lebih 3 tahun terakhir. Karena pada prinsipnya, Pendapatan BLUD sama dengan Biaya BLUD. jadi, jika pendapatan BLUD naik, maka biaya BLUD juga naik. Bentuknya dalam persentase bukan nominal. Karena ambang batas merupakan bagian dari RBA, RBA merupakan bagian dari APBD, maka pada saat RBA disahkan sebagai bagian dari APBD, berarti secara tidak langsung, ambang batas juga disahkan.
mohon bantuannya, kalau ada contoh Perbup/Perwali tentang Penyusunan, Pengajuan, Penetapan, Perubahan RBA dan DPA BLUD dikirim ke email saya.
Terima kasih atas bantuannya..
Dear Pak Akhmad Fadri,
Mohon maaf Bapak, kami tidak memiliki contoh yang Bapak minta.
Sejauh ini, kemendagri sudah membuat pedoman penyusunan RBA. Bapak bisa menyusun RBA berdasarkan buku pedoman tersebut.
Demikian yang dapat kami sampaikan.
Salam,
Terima kasih
Dear tim manajemen RS, terima kasih atas jawaban dari pertanyaan sebelumnya. kami mohon bantuannya lagi tentang kebijakan yang mengatur mengenai Pedoman Perhitungan Gaji Pemimpin BLU/BLUD. karena di Permendagri 61/2007 Bab II REMUNERASI Pasal 4, Perhitungan besaran gaji Pejabat Keuangan dan Pejabat Teknis ditetapkan sebesar 90% (sembilan puluh persen) dari gaji Pemimpin BLU. Pasal 5, perhitungan honorarium Dewan Pengawas ditetapkan sebagai berikut :
1. Honorarium Ketua Dewan Pengawas sebesar 40% (empat puluh persen) dari gaji Pemimpin BLU.
2. Honorarium anggota Dewan Pengawas sebesar 36% (tiga puluh enam persen) dari gaji Pemimpin BLU.
3. Honorarium Sekretaris Dewan Pengawas sebesar 15% (lima belas persen) dari gaji Pemimpin BLU.
PERTANYAANNYA, Bagaiman cara menentukan Gaji Pemimpin BLU/BLUD (mohon informasi aturan tentang perhitungannya) ??
Terima kasih…
Yth Pak Akhmad,
Berkaitan dengan Gaji pemimpin BLUD, secara jelas nominal memang tidak ada di Permendagri No. 61/2007 ttg Pedoman Teknis PPK BLUD. Selama ini, yang dipakai sebagai dasar adalah gaji, bukan remunerasi.
BAB VII
REMUNERASI
Pasal 50
(1) Pejabat pengelola BL.UD, dewan pengawas, sekretaris dewan pengawas dan pegawai BLUD dapat diberikan remunerasi sesuai dengan tingkat tanggungjawab dan tuntutan profesionalisme yang diperlukan.
(2) Remunerasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan imbalan kerja yang dapat berupa gaji, tunjangan tetap, honorarium, insentif, bonus atas prestasi, pesangon, dan/atau pensiun.
(3) Remunerasi bagi dewan pengawas dan sekretaris dewan pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan dalam bentuk honorarium.
(4) Remunerasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk BLUD-SKPD ditetapkan oleh kepala daerah berdasarkan usulan yang disampaikan oleh pemimpin BLUD-SKPD melalui sekretaris daerah.
(5) Remunerasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk BLUD-Unit Kerja ditetapkan oleh kepala daerah berdasarkan usulan pemimpin BLUD-Unit Kerja melalui kepala SKPD.
Jadi dapat dijelaskan bahwa, sesuai dengan Pasal 50 Ayat 2 bahwa gaji merupakan bagian dari remunerasi. Untuk honor dewas, sebaiknya juga diperhatikan kinerja dewas. Dewas yang tidak pernah datang ke RS atau hanya datang sekali dalam 1 tahun, mungkin formula honornya di ganti. Untuk lebih memastikan, sebaiknya ada perkada ttg honor dewas. Jadi RS BLUD memberikan honor dewas berdasarkan Perkada tersebut.
selamat pagi pak..
saya mau bertanya perlakuan akuntasi terhadap belanja modal yg bersumber dari dana APBD/APBN di RS BLUD, apakah belanja modal tersebut langsung dibebankan di LO laporan keuangan RS BLUD? sedangkan RS BLUD berbasis akrual yg dibebankan yaitu biaya penyusutan selama pada tahun berjalan, itu bagaimana pak?? mohon pencerahannya..
terima kasih sebelumnya…
Dear Pak Alexsander,
betul pak, RS daerah menyusun laporan keuangan berdasarkan akrual basis sesuai Permendagri 64 tahun 2013,
RSD sebagai BLUD merupakan entitas akuntansi sekaligus entitas pelaporan, sehingga RSD yang BLUD menyusun 7 jenis laporan keuangan:
1. LRA
2. LO
3. LPE
4. Neraca.
5. LAK
6. LP SAL
7. CALK.
untuk belanja modal, ada di LRA dan LAK pak…
demikian yang dapat kami sampaikan.
terimakasih
Yth tim manajemen rumah sakit
Ada beberapa kasus yang ingin saya tanyakan.
1. Pada bulan September ada beberapa belanja yang anggarannya sudah habis. Seperti belanja obat-obatan dan listrik. Bagaimanakah solusi untuk kasus ini, apakah bisa dilakukan pergeseran anggaran dalam RBA, atau bisa memakai ambang batas sementara pendapatan belum melebihi target yang ditetapkan?
2. Atau jika seandainya tidak di bisa dilalukan pergeseran atau tidak boleh memakai ambang batas bolehkah tetap melakukan belanja dengan pendapatan yang ada, dengan cara bidang terkait mengajukan semacam telaah staf kepada direktur untuk belanja menggunakan uang yang ada, sampai nanti ada anggaran perubahan.( Pencatatan belanja dilakukan setelah anggaran perubahan, )
Mohon bantuan tim manajemen rs, terimakasih.
yth tim manajemen RS
Mohon penjelasan menentukan besaran (%) pembagian perjenis belanja (Pegawai, barang jasa & modal.
TKS
Yth Umi Aghaghulam,
di Permendagri No. 61 Tahun 2007 ttg Pedoman Teknis BLUD, tidak ada peraturan yang mengharuskan besaran (%) pembagian perjenis belanja.
demikian yang dapat kami sampaikan,
terimakasih,
salam,
Yth. Tim manajemen rumah sakit.
RS sebagai BLUD memiliki fleksibilitas untuk menggunakan langsung pendapatannya. Pada awal tahun walaupun DPA belum disahkan, bisakah BLUD menggunakan pendapatannya untuk membayar hutang atau belanja operasional lainnya? Dan apakah dasar hukumnya untuk itu? Terimakasih penjelasannya.
Yth Ibu Liza Gusmawati,
Setiap fleksibilitas yang ada pada BLUD harus di ikuti adanya Perkada (peraturan kepala daerah), termasuk menggunakan langsung pendapatan. maksud menggunakan langsung tersebut adalah pendapatan tidak di setor ke kas daerah. untuk bisa menggunakan pendapatan, harus tertuang di dalam RBA.
Pada awal tahun walaupun DPA belum disahkan, bisakah BLUD menggunakan pendapatannya untuk membayar hutang atau belanja operasional lainnya? Dan apakah dasar hukumnya untuk itu?
Penjelasan nya ada di Permendagri 61 tahun 2007, pasal 80 ayat 4
demikian yang dapat kami sampaikan
Mohon penjelasannya admin : bagaimana tata cara penggunaan SILPA tahun anggaran sebelumnya.Apakah harus meminta persetujuan Walikota telaahan staf atau harus pakai Perkasa?mm
Yth Bpk Era Utomo,
penggunaan SILPA (Surplus) tahun anggaran sebelumnya bisa digunakan. Surplus tersebut harus dimasukkan kedalam RBA supaya bisa digunakan dan ada perkada ttg penggunaan surplus. peraturan yang mendukung ada di Permendagri No. 31 tahun 2016 TTG Pedoman Penyusunan APBD 2017. pada lampiran V. hal-hal lain, butir 17.b.3
Demikian yang dapat kami sampaikan
Bagaimana perlakuan utang obat utk bulan jan-maret. Bilamana terjadi pergantian dirut rs, bendahara blud dan pptk pada bulan april.. siapakah yang bertanggung jawab atas pembayaran utang obat tersebut???
Dear Bu dewi,
Perlakuan utang tetap dibayar, dan anggaran pembayaran utang harus ada di RBA jika utang tersebut melebihi batas tahun. jika dalam tahun yang sama, hal tersebut hanya pengaturan dari sisi aliran kas. apabila ada pergantian pejabat di RS, yang bertanggung jawab adalah pejabat baru, karena peraturan tantang utang harusnya menyebut jabatan, bukan perorang atau nama. jadi, sebelum melakukan utang, harus ada peraturan kepala daerah tentang utang.
demikian yang dapat disampaikan
salam,
Apakah alasan dilakukannya pemeriksaan pada BLUD beserta solusi
Reply
Dear Andi Rosariah Thamrin,
sebelum kami menanggapi pertanyaan dari bapak, kami mau bertanya, yang bapak maksudkan pemeriksaan BLUD apa ya? karena di permendagri 61/2007 pasal 118 ayat 3, pemeriksaan di lakukan oleh pemeriksa eksternal sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Assalammualaikum wrwb
Pak, estimasi pendapatan rs tahun 2015 20 m. Sisa pendapatan blud thn 2014 sebesar 5 m. Sementara pengeluaran dari jan sampai agustus 2015 sudah melebihi 20 m. (Sudah melebihi ambang batas estimasi pendapatan). Sementara pada kami saat ini ingin membagi jasa pelayanan untuk bulan september, apakah bisa jasa medis dibayarkan kalau pengeluaran kami sudah melebihi target estimasi( nilai ambang batas) demikian atas bantuan nya saya ucapkan terima kasih.
Dear Bpk Suherman,
Prinsip utama dari BLUD adalah Pendapatan = Biaya. Maksudnya adalah pendapatan digunakan seluruhnya untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat. jika sudah melebihi ambang batas, maka pertanyaan utamanya adalah, uang yang akan dipakai dari mana? jika uang yang dipakai dari hasil pendapatan non APBD/APBN, maka harus minta izin kepala daerah dan jangan lupa dimasukkan dalam APBD-P.
Demikian yang dapat kami sampaikan,
terimakasih,
salam,
apakah inspektorat dapat memeriksa BLUD RSUD?apa bedanya dengan audit independen?mohon pencerahan admin? terima kasih
1. apakah inspektorat dapat memeriksa BLUD RSUD?
Ya dapat, pak. BLUD merupakan bagian dari pemda yang tidak terpisahkan asetnya. BLUD merubah pada pola pengelolaan keuangan, bukan pada bagian yang lain
2. apa bedanya dengan audit independen?
tidak ada beda nya, pak. SKPD memiliki pemeriksa internal dan pemeriksa eksternal. pemeriksa internal disini adalah Inspektorat dan pemeriksa eksternal adalah BPK.
Semoga Membantu
Terima Kasih
kepada yth tim managemen
Apakah RSUD bisa melakukan sewa beli unit UPS ? sebagai backup listrik untuk alat-alat medis ?
apa landasan legalnya ?
kami mohon penjelasannya, terimakasih
Dear Pak Asep Dudy D.
“Mohon penjelasan yang dimaksud dgn sewa beli? apakah yang dimaksud adalah capital leased?
pada dasarnya, BLUD adalah meningkatkan pelayanan dengan menggunakan Pola Pengelolaan Keuangan yang berbeda dengan SKPD pada umum nya. setiap fleksibilitas keuangan yang diberikan, seharusnya ada peraturan kepala daerah. ”
Terima Kasih
apakah Anggota Tim Penilai BLUD boleh menjadi Dewan Pengawas?
Dear Pak Zulhamdi,
menurut Permendagri No 61 tahun 2007:
Pasal 45
(1) Anggota dewan pengawas dapat terdiri dari unsur-unsur:
Tim Penilai
Pasal 19
(2) Tim penilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1), beranggotakan paling sedikit terdiri dari:
Berdasarkan 2 pasal di Permendagri 61/2007, maka tim penilai yang dapat menjadi dewan pengawas adalah PPKD dan tenaga ahli.
Demikian yang dapat dijelaskan,
Terimakasih
terima kasih atas jawaban nya….
Selamat malam. Apabila di dalam RSB nilai proyeksi keuangan lebih rendah dari kenyataan tahun sebelumnya, apakah tetap didasari untuk dimasukkan sebagai proyeksi keuangan untuk RBA tahun berikutnya. Misalnya nilai neraca dalam RSB untuk 2015 sebesar Rp. 45 milyar, sementara untuk neraca tahun 2014 saja nilainya sudah sebesar Rp. 59 milyar. Apakah tetap harus mengikuti proyeksi di RSB? Trimakasih jawabannya.
Selamat Malam.sekedar mau tanya a:pernah ada kasus ada pembuatan gedung ? kantor yang dananya 1.8 M,di salah satu RSUD dengan sumber pendanaan dari dana BLUD,apakah bisa Penunjukan langsung,tanpa proses Lelang.Mohon informasinya.dan kalaopun bisa mohon di berikan dasar hukum tersebut.Terimakasih
Dear Bapak Sanmuper,
Permendagri 61/2007 Pasal 100 berbunyi:
(1) BLUD dengan status penuh dapat diberikan fleksibilitas berupa pembebasan sebagian atau seluruhnya dari ketentuan yang berlaku umum bagi pengadaan barang dan/atau jasa pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 99 ayat (1), apabila terdapat alasan efektivitas dan/atau efisiensi.
(2) Fleksibilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan terhadap pengadaan barang dan/atau jasa yang sumber dananya berasal dari:
a. jasa layanan;
b. hibah tidak terikat;
c. hasil kerjasama dengan pihak lain; dan
d. lain-lain pendapatan BLUD yang sah.
Jadi jika dana yang digunakan untuk pengadaan gedung/jasa berasal dari pendapatan BLUD, maka DAPAT menggunakan metode penunjukkan langsung (tanpa mengikuti Perpres tentang pengadaan barang dan jasa pada instansi pemerintah), karena merupakan pengecualian. NAMUN, harus diingat bahwa sebelum dapat menggunakan fleksibilitas tersebut, terlebih dahulu harus ada Peraturan Kepala Daerah mengenai barang dan jasa. Perkada ini memuat antara lain JENJANG NILAI yang dapat digunakan sebagai acuan untuk pengadaan oleh BLUD.
Jika di bawah jenjang nilai, bisa pengadaan langsung dengan alasan efisiensi (Permendagri 61/2007 Pasal 99 sd Pasal 105).
Jika nilai pengadaan melebihi jenjang nilai tersebut, maka tetap mengikuti ketentuan pengadaan secara umum (Perpres).
Jadi, Perpres tentang pengadaan barang dan jasa bagi BLUD HARUS diikuti apabila:
1. nilai pengadaan melebihi jejang nilai yang telah ditentukan dalam Perkada, dan/atau
2. dana untuk pengadaan berasal dari APBD/APBN
Untuk kasus RSUD tersebut di atas, silakan dilihat kembali Perkada (Peraturan Gubernur/Bupati/Walikota) tentang pengadaan barang dan saja untuk BLUD yang bersangkutan, berapa batas maksimal pengadaan yang boleh menggunakan metode penunjukkan langsung.
Semoga cukup jelas.
Salam,
Apakah BLUD bertahap bisa boleh memberikan tambahan penghasilan bagi pengelolanya?
Ass.saya ingin bertanya bila ada rumah sakit dengan BLUD penuh,bolehkan membentuk tim pengelola jamkesmas,jampersal dan jamkesda..hal ini berdampak besar dengan terhambatny pelayanan rumah sakit,yakni pegawai administrasi hrus bkerja di luar jam kerja krn harus melengkapi status pasien.Yang apabila tidak lengkap maka klaim tidak bisa cair sehingga akan merugikan rumah sakit. Karena melihat dari status blud penuh dan bbrapa dasar hukum mengenai blud penuh bahwa diperbolehkan membentuk tim apabila dperlukan..apakah diperbolehkan..kami mohon sgera di jawab..trimakasih pak
Apa fungsi BLUD untuk rumah sakit darah
Dear Pak H. Mahmud,
BLUD bagi RS bermanfaat sebagai alat untuk membantu mencapai tujuan RS, yaitu meningkatkan kinerja pelayanan, kinerja keuangan dan kinerja manfaat. Dengan BLUD, RS jadi lebih mudah dalam melaksanakan tupoksinya. Misalnya, jika ada obat yang habis atau AC rusak, RS bisa dengan fleksibilitas yang dimiliki langsung menanggulangi masalah tersebut menggunakan dana dari pendapatan non-APBD/N. Jika tidak BLUD, RS harus menunggu anggaran yang disahkan oleh DPRD. Jika masalah terjadi di pertengahan tahun, maka harus menunggu anggaran tahun berikutnya. Akibatnya, mutu pelayanan buruk, masyarakat komplain, dokter, perawat dan staf lainnya juga komplain. RS sulit maju dan menghadapi persaingan jika setiap hari masih direcoki dengan masalah seperti ini yang seharusnya bisa diselesaikan segera dengan sistem manajemen yang baik. RS bisa fokus ke pengembangan produk unggulan, peningkatan mutu dan kompetensi jangka panjang.
Selain itu, BLUD membuat RS menjadi lebih akuntabel. Selain secara internal bisa meningkatkan trust staf kepada manajemen, juga bisa meningkatkan trust dari stakeholders eksternal. Dengan trust yang lebih baik ini, RSUD akan lebih mudah mengembangkan kerjasama-kerjasama, bahkan untuk mendapatkan dana-dana kemanusiaan.
Untuk lebih jelasnya, Pak Mahmud bisa pelajari dan selami Permendagri 61/2007.
Semoga jawaban ini cukup memuaskan.
Salam,
Yth Bapak/Ibu..
saya ingin menanyakan,RSUD kami akan ditetapkan PPK-BLUD per 1 April 2015. yang saya ingin tanyakan, apa yang harus kami siapkan setelah ditetapkan BLUD olek KDH? bisakah kami menjalankan BLUDnya langsung?atau menunggu tahun depan 2016 untuk belanja BLUD nya?dengan asumsi per 1 april setoran pendapatan tidak ke kas daerah lagi tetapi ke rekening BLUD dan operasional masih mengacu RKA/DPA.
mohon jawaban dan dasar Hukumnya agar kami bis melaksanakan amanat UU tentang BLUD. tks!
saat ini kota langsa sedang ada pemotongan anggaran untuk seluruh skpk. RSUD langsa telah BLUD Penuh terhitung mei 2014. untuk RSUD anggaran yang di potong yaitu di insentif alasannya karena sudah mendapatkan renumunerasi. mohon saran dan masukan atas kondisi tersebut. terima kasih
RSUD sudah melaksanakan Pola Pengelolaan Keuangan (PPK) BLU pada akhir tahun 2016 mengalami defisit kas untuk belanja fisik, sementara pengesahan anggaran tahun 2017 sudah disahkan pada akhir desember 2016.
Bagaimana caranya membayar hutang fisik pada tahun 2016 yang belum dialokasi pada tahun 2017, tapi sudah dialokasi pada RBA tahun 2016 yang disahkan melalui DPA tahun 2016. Apakah bisa dibayar sesuai dengaN RBA perubahan??
Kepada Yth Ibu Desi
Setiap rupiah pengeluaran BLUD harus ada di RBA BLUD. jika ingin membayar utang tahun 2016, jika belum masuk RBA 2017, dapat dimasukkan di perubahan. Intinya adalah, jangan pengeluaran tidak ada di RBA
Ass….
Apakah dengan terbitnya perbup/perwal tentang pengadaan barang/jasa BLUD tidak lagi berpedoman pada pengadaan barang/jasa pemerintah sekalipun perbup/perwal bertentangan dengan regulasi yang secara khusus mengatur tentang pengadaan barang dan jasa yaitu Perpres 70/2012 jo Perpres 54/2010. mohon pencerahannya. tks
Dear Bapak Rante Pongsilurang,
Untuk mengimplementasikan BLUD, yang perlu dipahami adalah peraturan yang mendasarinya. Dalam hal ini, peraturan untuk SKPD yang BLUD dengan yang bukan BLUD berbeda. Untuk lebih jelasnya,silakan lihat gambar di bawah:
Jadi berdasarkan hal tersebut, BLUD menggunakan Permendagri 61/2007 sebagai landasan hukumnya, dimana Permendagri ini mengacu pada UU no 1/2005 tentang Perbendaharaan Negara, bukan Perpres yang berlaku untuk SKPD biasa. Namun tentu saja BLUD yang bersangkutan harus dipayungi dulu oleh Peraturan Kepala Daerah. Misalnya untuk pengadaan barang dan jasa, Kepala daerah menetapkan suatu batas nilai yang melebihi yang tertera di Perpres (misalnya dalam Perkada tersebut, RS boleh pengadaan langsung dengan nilai maksilam Rp 400 juta). Perkada ini dasarnya adalah Permendagri 61/2007, bukan Perpres (beda jalur hukum). Inilah yang menjadi fleksibilitas BLUD, untuk meningkatkan pelayanan. Perkada ini perlu disiapkan menjelang penetapan RS sebagai BLUD. Tanpa adanya Perkada ini, RS tetap tidak memiliki fleksiilitas dalam pengadaan barang dan jasa meskipun sudah ditetapkan sebagai BLUD (sehingga yang berlaku adalah Perpres tersebut).
Semoga cukup jelas.
Salam,
Apa saja yang perlu dilengkapi dalam peng SPJ an BLUD mengenai pembayaran ke pihak ketiga melalu kontrak/SPK?
Dear Ibu Shinta,
untuk peng SJP an BLUD, kalau sumber dana dari APBD/N, mengikuti peraturan perundang2an. untuk sumber dana yang berasal dari Non APBD/N, mengikuti peraturan kepala daerah ttg pengadaan barang dan jasa. jika peraturan kepala daerah ttg pengadaan barang dan jasa belum dilengkapi bagaimana pertanggungjawaban, maka harus dibuat.
Semoga cukup membantu.
tanya:
adakah peraturan tatacara pembagian jasa medis di RSUD yg sdh menjadi BLUD? mohon penjelasan
terima kasih
Dear Pak Iwan,
Subdit BLUD Kemendagri tidak membuat peraturan mengenai jasa, karena Kemendagri bukan hanya mengurusi BLUD RS. Selain itu masalah jasa medis bukan areanya Kemendagri. Seharusnya yang membuat peraturan tersebut adalah ikatan profesi bersama Kemenkes. Namun Indonesia masih kesulitan menyusun standar karena sudah terlanjur berada pada situasi dimana ada gap yang lebar pada jasa medis antar profesi/spesialistik maupun antar daerah. Beberapa tahun yang lalu PKMK FK UGM pernah melakukan penelitian terkait dengan standar jasa pelayanan di RS, untuk dokter umum, dokter gigi dan dokter spesialis 4 dasar. Hingga kini upaya untuk mencari solusi terkait hal ini masih terus dilakukan. Namun tanpa adanya kesepakatan antar-profesi, jasa medis sulit distandarisasi dan diatur tata cara pembagiannya.
Salam,
benarkah biaya operasional BLUD ( listrik,air dan telpon ) harus dari APBD? Mengingat BLUD belum cukup mapan untuk membiayainya sendiri.
Apakah jika SKPD sudah blud tetap harus membuat 2 dokumen RKA dan RBA?
Apakah jika kita membutuhkan anggaran dari BLUD harus menunggu ketuk palu didewan ? bukan uang itu diolah sendiri.
Yth Ibu Septy,
1. Jika sudah BLUD, maka menurut Permendagri 61/2007 tidak perlu lagi menyusun RKA. Cukup menyusun RBA. PPKAD yang kemudian mengkonsolidasikan RBA BLUD dengan RKA Pemda. Namun pada kenyataannya banyak RSUD yang sudah BLUD diminta menyusun RKA oleh Pemdanya masing-masing karena tidak mau repot membuat konsolidasi dari RBA.
2. Untuk anggaran yang berasal dari jasa layanan (pendapatan operasional BLUD), maka penggunaannya bisa langsung, asalkan sesuai dengan RBA. “Ketok palu” hanya untuk anggaanr yang berasal dari APBD.
Semoga cukup jelas.
Salam,
Untuk penyusunan RBA, khususnya untuk RSU di Kabupaten apakah bisa mengikuti Peraturan Dirjen Perbendaharaan Nomor PER-20/PB/2012, tgl 23 Mei 2012 karena menurut informasi yang PER-20/PB/2012 hanya untuk BLU Pusat/Vertikal. Yang Kedua, bagaimana format penyusunan DPA BLUD, karena selama kami BLUD, kami hanya membuat RBA BLUD, sementara DPA BLUD kami tidak pernah membuatnya. Trimakasih
Dear Ibu Yuliana,
RSUD adalah BLUD, sehingga tidak mengikuti peraturan Dirjen Anggaran yang dibuat untuk BLU (RS Vertikal)
Trimakasih atas jawabannya. Jadi, kalo begitu kami sebagai BLUD tetap menyusun RBA yang terdiri dari 5 bab sesuai Pasal 73 Permendagri 61 Tahun 2007 yach, dimana Bab IV merupakan proyeksi laporan keuangan yang berisi proyeksi laporan arus kas, laporan operasional, dan neraca yach. Yang menjadi kendalanya, kadang di bagian keuangan kami tidak dapat memberikan data tentang proyeksi laporan keuangan tersebut dan data rincian pendapatan dan belanja per unit/bagian. Gimana solusinya, Trimakasih atas jawabannya
Dear Ibu Yuliana,
Betul Ibu, sesuai aturan BLUD menyusun RBA, lalu RBA ini menjadi dasar menyusun DPA. RBA sendiri asalnya dari RSB, dimana dalam RSB itu salah satu komponennya adalah proyeksi laporan keuangan utk selama periode 5 tahun perencanaan. Jadi proyeksi keuangan di RBA tinggal mengambil proyeksi keuangan yang ada di RSB, untuk tahun yang berikutnya.
Semoga cukup jelas,
Salam.
Selamat pagi.
Maaf, saya sambung lagi pertanyaannya. Meskipun di RSB nilai proyeksi keuangan lebih rendah dari kenyataan tahun sebelumnya, apakah tetap didasari untuk dimasukkan sebagai proyeksi keuangan untuk RBA tahun berikutnya. Misalnya nilai neraca dalam RSB untuk 2015 sebesar Rp. 45 milyar, sementara untuk neraca tahun 2014 saja nilainya sudah sebesar Rp. 59 milyar. Apakah tetap harus mengikuti proyeksi di RSB? Trimakasih jawabannya.
Yth Bapak/Ibu…
Di BLUD kami melaksanakan pengadaan barang/jasa sesuai kebutuhan RSUD. Yang ingin kami tanyakan adalah masalah pengenaan pajak pada pengadaan barang/jasa yang masih dipertentangkan di BLUD kami. Apakah pajak baik PPn maupun PPh tetap dikenakan pada seluruh kegiatan pembelian langsung barang pada BLUD kami meskipun tempat pembelian tidak termasuk PKP (Pengusaha Kena Pajak)? Trimakasih atas informasinya
Dear Ibu Yuliana,
Pengusaha yang bukan PKP tidak bisa memungut PPN dari pembeli.
kalau barang yang dibeli dari pengusaha yang bukan PKP merupakan
barang yang digunakan habis pakai atau aset tetap, maka sepertinya
tidak perlu membayar PPNnya.
tapi kalau yang dibeli akan dijual lagi, maka efeknya, PPN yang
dipungut rumah sakit tidak bisa dikreditkan dengan harga beli dari
pengusaha yang bukan PKP, karena tidak ada pajak masukkan. sehingga
rumah sakit harus menyetor PPN keluaran tanpa dikurangi PPN masukkan.
referensi: http://www.ortax.org/ortax/?mod=forum&page=show&idtopik=28913&hlm=3#jdltopic
Mengenai PPH apakah yang dimaksud PPH rumah sakit? RSUD bukan
merupakan subyek pajak
referensi:
http://www.nusahati.com/2013/09/sekilas-perpajakan-atas-rumah-sakit/
PPh yang dimaksud adalah PPh terhadap toko tempat pembelian barang/jasa yang digunakan di BLUD RSUD?
Dear Ibu Yuliana,
PPh adalah pajak penghasilan. RS pemerintah berperan sebagai pengumpul pajak melalui aktivitas pemberian gaji, jasa dl pada para tenaga dokter, perawat dll di RS yang bersangkutan. Untuk PPh di toko (maksudnya PPh karyawan toko?) yangmenjadi supplier RS, maka itu diluar kewajiban RS. Namun untuk PPn, pada setiap pembelanjaan RS ke supplier dikenakan sesuai dengam aturan yang berlaku.
Salam,
Saya ingin bertanya apakah bisa seorang non pns dapat diangkat menjadi direktur blud. apalagi ybs diangkat saat berusia 67 tahun. andaikata tetap boleh apa aturana hukum yang mendasarinya. bagaimana kewenangannnya terhadap tenaga pns di rumah sakit. bagaimana implikasi uu asn tentang hal ini
Dear Bapak/Ibu Ahsa
Boleh. Dalam Permendagri 61/2007 pasal 40 Ayat (1) sudah disebutkan bahwa Pejabat Pengelola dan Pegawai BLUD dapat berasal dari PNS dan/atau Non PNS yang profesional sesuai dengan kebutuhan. Artinya, direktur (utama) RS boleh non PNS, demikian juga staf-staf lainnya di BLUD tersebut. Menurut Permendagri 61/2007, jika pemimpin BLUD non PNS, maka pejabat keuangan harus PNS dan otomatis sebagai Pengguna Anggaran.
Hal ini tidak bertentangan dengan UU ASN. Bahkan UU ASN yang munculnya belakangan dari Permendagri tersebut memperkuat aturan yang membolehkan pimpinan BLUD. Hal ini dapat dilihat dari pasal 6 UU ini, bahwa pegawai ASN terdiri atas PNS dan PPPK (dalam hal ini, pegawai BLUD yang non PNS diangkat oleh direktur atau kepala daerah (sesuai kedudukan pegawai yang diangkat tersebut) tentunya diangkat dengan menandatangani surat perjanjian kerja). UU ASN tersebut juga memberikan kesempatan yang sama bagi seluruh pegawai ASN (PNS dan PPPK) menduduki jabatan admisnitratif, fungsional dan pimpinan tinggi. Yang membedakan hanya hak, dimana PNS mendapat hak tunjangan, pensiunan dan hari tua sedangkan PPPK tidak mendapatkan hak tersebut. Kewajiban PNS dan PPPK sama menurut UU ini.
Demikian, semoga cukup jelas.
Dengan adanya PP 71/2010 tentang SAP dan Permendagri 64/2013 tentang penerapan SAP Akrual, apakah rumah sakit masih perlu membuat laporan SAK. Apa tidak cukup dengan SAP Akrual saja.
untuk rumah sakit yang sudah blud, bagaimana dengan pengajuan pengadaan maupun perbaikan alat pembakar limbah insenirator? apakah harus maju anggaran dulu atau bisa langsung dilaksanakan menggunakan kas operasional rumah sakit?bagaimana prosedurnyaa. trims
Apakah defenisi ambang batas dalam BLUD? Apakah ada aturan mengenai besaran ambang batas?Kpn ambang batas tersebut dapat digunakan?Tks
1. Ambang batas ada pada dokumen RBA (Rencana Bisnis Anggaran). Ambang batas ini merupakan batas kelebihan dalam penggunaan biaya. Jika ambang batas 10%, maka kelebihan biaya belum sampai 10% maka cukup lapor ke PPKD. Jika lebih dari 10%, maka meminta izin kepala daerah.
Contoh:
Pada RBA, biaya pengadaan barang dan jasa 1.000.000.000. dengan ambang batas 10%.
Pada tahun berjalan, jika biaya sudah sesuai anggaran tetapi masih bulan agustus, jadi kemungkinan biaya akan meningkat. Jika biaya kelebihan kurang 100.000.000 maka cukup melapor ke PPKD, tetapi jika melebihi 100jt, maka meminta izin dari kepala daerah.
2. Aturan mengenai ambang batas ada di permendagri 61 tahun 2007. Untuk besarannya tidak ada, jadi biasanya yang digunakan sebagai dasar bisa menggunakan kelebihan anggaran selama 3 tahun terakhir dan dirata2.
Contoh:
Tahun 2011: anggaran 100jt, realisasi 120jt selisih 20%
Tahun 2012: anggaran 130jt, realisasi 135jt selisih 4%
Tahun 2013: anggaran 140jt, realisasi 148jt selisih 6%
Jadi untuk RBA tahun 2015, bisa selisih tahun 2011 s/d 2013 digunakan dan dirata2. Jumlah selisih 2011-2013 = 30%, rata2 10%. Jadi bisa digunakan dasar ambang batas sebesar 10%.
3. ambang batas dapat digunakan kapan saja jika sudah melebihi anggaran
Pada contoh diatas realisasi anggaran selalu diatas 100 %…pertanyaan saya menggunakan dana dari mana..? apakah over target pendapatan langsung digunakan…? terimakasih
Dear Pak Vincent,
Pada BLUD, pendapatan = biaya. Jika pendapatan naik, maka biaya juga naik. Jika kenaikan masih dalam ambang batas, RS bisa menggunakan kelebihan pendapatan ini dengan cukup melaporkannya ke PPKD. Jika pendapatan yang akan digunakan sudah melebihi ambang batas, maka RS harus mendapatan ijin dari Kepala Daerah melalui perkada untuk bisa menggunakannya.
Contoh, jika pendapatan Rp 1.000.000,- maka biaya juga 1.000.000,-
Jika pendapatan Rp 1.100.000,- untuk menggunakan yang Rp 100.000, maka RS harus lapor ke PPKD.
Jika pendapatan Rp 1.5000.000,- maka untuk menggunakan yang Rp 500.000, RS harus minta ijin kepala daerah.
Jadi dalam hal ini, ambang batas hanya dapat digunakan jika realisasi pendapatan sudah melebihi target. Misalnya pada Bulan Oktober, target pendapatan Rp 1.000.000, realisasi di akhir Oktober sudah mencapai Rp 1.100.000). Fleksibilitas ini hanya diberikan pada pendapatan yang berasal dari non APBD/N.
Semoga cukup jelas.
Salam,
Kpd yth tim manajemen
Sy ingin mnanyakan mkenai phitungan remunerasi direktur…
Trmksh
Wass
Resna,lotim
Untuk pengadaan barang lebih dari 200 juta apa boleh dilakukan dengan penunjukan langsung dan maksimal bernilai berapa untuk BLUD? bagaimana solusinya jika sudah terlanjur dilakukan ?
Yth Itje,
setelah ditetapkan sebagai BLUD, ada beberapa peraturan kepala daerah yang harus dibuat, antara lain perbup/perwal tentang pengadaan barang dan jasa. Peraturan ini yg akan menjadi dasar hukum bagi RS dalam pengadaan, krn didalamnya termasuk mengatur berapa besarnya pengadaan yg boleh dg penunjukkan langsung. Besarnya pagu bisa ditentukan berdasarkan kebutuhan RS (bisa dihitung dari historis RS) dan persetujuan kepala daerah tentu saja. Jika sdh terlanjur padahal belum ada peraturan, tentu proses harus dihentikan dulu dan buat peraturannya dulu. Tanpa peraturan kepala daerah, RS tetap harus mengikuti Perpres.
Salam,
Untuk pegawai kontrak RS BLUD Pemerintah apakah ada kebijakan untuk dijadikan pegawai tetap ?
Jika iya, berapa tahun bekerja untuk menjadi pegawai tetap di RS pemerintah tersebut,
adakah peraturan perundangannya,yang mengatur pegawai kontrak BLUD untuk dijadikan Pegawai tetap
Trimakasih,
Yth Bapak Agus Irvanto,
Terima kasih atas pertanyaannya. Sesuai dengan Permendagri 61/2007, BLUD boleh mengangkat pegawai non PNS. Berdasarkan Permendagri ini, Kepala Daerah membuat Peraturan (Perbub atau Perwal) tentang PNS dan Non PNS di BLUD. Lalu berdasarkan Perbup atau Perwal ini dibuatkan aturan teknisnya oleh Direktur (menjadi Peraturan Direktur) mengenai pengelolaan tenaga RS, termasuk tenaga Non PNS. Tenaga Non PNS ini adalah tenaga tetap di RS (karena instansi pemerintah, BLUD atau bukan BLUD, sudah tidak boleh mengangkat tenaga kontrak), yang pengelolaannya (mulai dari pengangkatan, penempatan, jenjang karir, remunerasi, pengembangan sampai pemutusan hubungan kerja atau pensiun) mengikuti Peraturan Direktur yang telah ditetapkan tersebut.
Semoga cukup jelas.
mohon ditunjukan dasar hukum akan jawaban diatas bahwa “Tenaga Non PNS ini adalah tenaga tetap di RS (karena instansi pemerintah, BLUD atau bukan BLUD, sudah tidak boleh mengangkat tenaga kontrak)”.
terima kasih.
ada sebuah PTN yg membentuk sebuah yayasan (organ yayasan adalah para pejabat perguruan tinggi tsb), yayasan tsb mempunyai sekolah TK-SMA dan sebuah rumah sakit (tipe C, sebelumnya klinik). rekomendasi BPK, rumah sakit harus diserahkan kepada PTN (rektor) karena RS tsb berdiri di tanah negara dan sebagian assetnya adalah milik negara serta PTN tsb kini sudah PK BLU Penuh, sedangkan yayasan tsb dibentuk tahun 70-an.
1. apa mungkin PTN memiliki RS (umum) bertipe C tersebut?
2. bagaimana prosedur pengalihan RS tsb dari yayasan ke PTN tsb yang baik dan benar?
terima kasih atas jawabannya
rumah sakit kami sudah blud tapi masih bertahap.apakah dengan status ini pendapatan kami masih harus menyetor ke kas daerah.mohon penjelasannya
Yth Bapak/Ibu ……
Sesuai dengan Permendgri 61/2007, pasal 27, fleksibilitas yang diberikan pada BLUD Bertahap pada batas2 tertentu adalah terkait dg jumlah dana yang dapat dikelola langsung, pengelolaan barang, pengelolaan piutang, serta perumusan standar, kebijakan, sistem dan prosedur pengelolaan keuangan. Sedangkan yg tdk diberikan adalah fleksibilitas dlm penglolaan investasi, penglolaan utang, dan pengadaan barang/jasa. Jadi pendapatan bukan termasuk fleksibilitas yang TIDAK diberikan, namun termasuk pada pengelolaan jumlah dana yg dapat dikelola langsung. Artinya, pendapatan tdk disetor, tp dpt dikelola lsg oleh RSUD, namun jumlahnya (yg dpt dikelola lsg) terbatas. Utk itu perlu ada aturan lebih lanjut (perbup) mengenai besaran yg boleh digunakan lsg, dan kemudian ada kebijakan dan prosedur keuangan di rs mengenai bgmn cara penggunaannya.
Semoga jawaban ini cukup jelas.
Terima kasih
jika RSUD sudah menerapkan BLUD penuh, apakah pendapatan RSUD tersebut masih menyetorkan kas ke daerah atau kas negara?