Archive for 2012
Keputusan Menteri Kesehatan
Keputusan Presiden
Peraturan Presiden
Peraturan Pemerintah
Undang-Undang
Prisoner with suspected case of Ebola escapes from hospital in Uganda
Kagadi, Uganda – One of five prisoners receiving treatment for a suspected case of Ebola virus in Uganda escaped overnight Friday from the hospital at the center of the outbreak, a health official said.
“Should his results come back and he is positive, that causes us a lot of worry. So right now, we have resolved that the remaining prisoners will be cuffed on the beds for fear that they might also escape,” said Dr. Jackson Amune, commissioner at the Ministry of Health.
The inmates from Kibaale prison are among 30 people at Kagadi hospital with suspected cases of the virus. Two additional patients have confirmed cases, according to Doctors Without Borders.
The prisoners have been showing Ebola-like symptoms of vomiting, diarrhea and fever, Dr. Dan Kyamanywa said Thursday.
“We do expect the number of suspected cases to increase,” Kyamanywa said. “It’s important to break transmission and reduce the number of contacts that suspected cases have.”
Read more: Ebola outbreak suspected among Uganda prisoners
Many patients fled Kagadi hospital when Ebola was confirmed, he said, and the facility is struggling to respond to all the call-outs to suspected cases.
The outbreak began in the Kibaale district in western Uganda with 53 confirmed cases. At least 16 people have died. An additional 312 people have suspected cases of the virus and have been isolated, pending further testing.
The deaths have stoked heightened fear of the virus, a highly infectious, often fatal agent spread through direct contact with bodily fluids. Symptoms can include fever, vomiting, diarrhea, abdominal pain, headache, a measles-like rash, red eyes and, at times, bleeding from body openings.
“I would like to stress that the disease is under control,” said Joaquim Saweka, the World Health Organization representative to Uganda.
Health officials urged the public to report any suspected cases, to avoid contact with anyone infected and to wear gloves and masks while disinfecting bedding and clothing of infected people. Officials also advised avoiding public gatherings in the affected district.
Read more: Could the Ebola outbreak spread to the U.S.?
Teams in Uganda are taking an aggressive approach, including trying to track down anyone who came into contact with patients infected with the virus, and health workers have been gearing up to protect themselves and deal with an influx of cases.
The workers include people from Uganda’s Ministry of Health, the U.S. Centers for Disease Control and Prevention, and the World Health Organization.
Meanwhile, officials in Kenya were taking extra precautions after at least two patients showed symptoms of the virus, according to Jackstone Omoto, a medical official in Siaya, western Kenya. One man tested negative. A second man and two relatives have been isolated at the Moi Teaching & Referral Hospital in Eldoret, pending test results. The man was traveling from South Sudan to Kenya through Uganda.
“We are tracing the bus that he (traveled on), and we have requested the company to contact the ministry so we can know who else was in the bus,” said Beth Mugo, public health minister.
The Ebola virus was first detected in 1976 in the central African nation of Zaire (now the Democratic Republic of the Congo). The virus is named after a river in that country. There are five strains of the virus, all named after the areas where they were found: Zaire, Sudan, Cote d’Ivoire, Bundibugyo and Reston, according to the WHO.
Sumber: CNN
Klaim Manjur Klinik Tong Fang Yang Bermasalah
Jakarta – Klinik Tong Fang, satu tempat pengobatan ala Cina yang populer di Jakarta, telah menjadi perbincangan publik beberapa pekan ini. Pembicaraan soal iklan klinik yang terkesan bombastis ini ramai di blackberry dan obrolan di linimasa Twitter.
Meski mendadak tenar, tapi Klinik Tong Fang di Kelapa Gading, Jakarta Utara ini, memiliki sejumlah masalah. Misalnya soal izin pengobatan. Menurut Kepala Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara Bambang Suheri, Klinik Tong Fang telah memiliki izin praktek. “Keberadaan dan izin klinik dan obat-obatannya sudah ada,” kata Bambang kepada Tempo, Ahad, 12 Agustus 2012. Tapi Staf Ahli Menteri Kesehatan Bidang Medikolegal, Budi Sampurna, punya pendapat berbeda.
Menurut Budi, belum ada peraturan yang tegas mengenai pendirian klinik pengobatan tradisional Cina. “Kami tidak pernah memberikan izin, melainkan hanya meregistrasi,” ujar Budi Sampurna seperti ditulis Majalah Tempo edisi 10 Juni 2012.
Pemberian nomor registrasi hanya berguna untuk memantau kinerja klinik, hasil khasiat, dan mengetahui efek samping atau bahaya dari praktek pengobatan itu. Pada realitanya, banyak klinik pengobatan tradisional mengklaim registrasi sebagai izin mendirikan klinik, bahkan menjadikannya sebagai satu elemen iklan. Padahal untuk mendapatkan izin, harus ada uji klinis lebih dulu dari klinik itu.
Permasalahan tak cuma di soal izin operasi saja. Bagi pasien, pengobatan Cina menimbulkan problem baru: biaya. Misalnya saja Endang, pasien klinik Tong Fang yang mengidap diabetes selama lima tahun. Kata Endang, ia datang ke Tong Fang karena penasaran dengan iklannya di televisi.
Di kunjungan pertamanya, 12 Agustus 2012, Endang mendapat arahan dari shinshe–panggilan untuk ahli pengobatan tradisional Cina–tentang apa yang boleh dan tidak boleh dikonsumsi, serta obat untuk 10 hari. “Saya sudah mengeluarkan duit Rp 13 juta untuk pengobatan ini. Entah pengobatannya bakal berhasil atau tidak,” kata Endang.
Tira Regina, seorang pasien di klinik Cina lain di Jalan Gajah Mada, Jakarta Barat, juga punya pengalaman serupa. Pengobatan Cina untuknya memakan biaya besar. Untuk penyakit wasirnya, Tira ditarik bayaran sampai Rp 9-12 juta. Ia sendiri datang ke sana karena tergiur iklan di televisi dan media cetak. “Waduh, saya kira ambeien tidak semahal ini,” ujar Tira.
Perempuan 30 tahun itu dikenakan biaya belasan juta untuk menebus obat herbal. Karena uang di kantong hanya Rp 500 ribu, Tira pun ambil paket mini guna pengobatan tiga hari.
Mahalnya ongkos berobat ala Negeri Gingseng itu tak hanya dikeluhkan pasien. Ahli pengobatan tradisional Cina juga mengakuinya. Misalnya saja Cim An, ahli pengobatan tradisional Tionghoa yang sudah 32 tahun membuka praktek. Kata Cim An, seharusnya harga yang diberikan itu manusiawi karena Tuhan memberi ilmu untuk menolong orang. “Bukan untuk tujuan komersial,” kata Cim An.
Tapi di sini lain dia juga memahami kenapa harga obat Cina mahal. Bahan baku obat herbal, kata dia, tak mudah dicari. Beberapa bahkan hanya dapat ditemukan di pegunungan Tibet dan lainnya cuma dapat diolah pada dua musim. Misalnya, tung cung xiao cao yang berbentuk ulat tanaman di musim dingin, dan berbentuk rerumputan di musim panas. “Harga tung cung xiao cao, untuk penyakit paru-paru, sekitar Rp 10 juta per 30 gram,” ujar sinse yang tidak beriklan ini.
Menurut perintis pengobatan Timur dalam dunia medis Indonesia, Dr. Dharma Kumara Widya, satu-satunya metode pengobatan Cina yang dapat diterima logika medis dan dibuktikan secara empiris adalah akupunktur.
Soal metode pengobatan Cina lainnya, Kepala Departemen Akupunktur Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo ini menyatakan hal itu belum bisa dibuktikan secara medis. Tapi dia juga meminta masyarakat tidak apriori terhadap pengobatan tradisional Cina. Karena meski susah dibuktikan secara medis, pengobatan tradisional Cina jauh lebih tertata daripada pengobatan tradisional lain.
“Kalau tidak bermanfaat, bagaimana mungkin pengobatan tradisional itu bisa bertahan hingga ribuan tahun dan terus ada dan dipakai hingga saat ini?” katanya.
Kalau ada yang dipermasalahkan, lanjut Dharma, adalah iklan yang berlebihan. Terutama dengan berbagai testimoni. “Kalau benar hasilnya, sih, tidak apa-apa. Tapi kalau tidak itu, kan, namanya membohongi publik,” ujar Dharma.
Soal iklan inilah yang menjadi masalah klinik Tong Fang. Kepala Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara Bambang Suheri mengatakan Tong Fang menyalahi Peraturan Kementerian Kesehatan RI Nomor 1787/Menkes/Per/XII/2010 tentang Iklan dan Publikasi Pelayanan Kesehatan, serta Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 386/Men.Kes/SK/IV/1994 tentang Pedoman Periklanan Obat Tradisional.
“Kekurangan iklan itu ada pada kata-kata yang terlalu memuja. Padahal perlu ada pembuktian di testimoni para pasien yang memuja kebaikan klinik itu,” kata Bambang.
Mengenai iklan itu, Tong Fang menolak berkomentar. “Kami tidak bisa menanggapi,” kata petugas yang tak mau menyebutkan namanya kepada Tempo, Ahad, 12 Agustus 2012. Ia mengaku tidak berwenang memberikan keterangan apa pun kepada media massa. Saat hendak mengkonfirmasi kepada atasannya, petugas tadi mengaku bosnya sedang keluar kota.
Sumber: TEMPO.Co
Gempa Iran, 300 Orang Meninggal, 5000 Terluka
Senin, 13 Agustus 2012 | 09:13 WIB
Dubai – Korban gempa yang terjadi di barat laut Iran, pada Sabtu malam, 11 Agustus 2012, terus bertambah. Korban meninggal diperkirakan mencapai 300 orang. Di lain pihak, diperkirakan 5.000 orang terluka.
Gubernur Ahar, Reza Sadighi, kepada kantor berita Fars, mengatakan hampir 300 orang diyakini tewas. Kepala Penyelamatan Darurat Nasional, Reza Masoumi, kepada Kantor Berita Mahasiswa Iran (ISNA), menambahkan sekitar 5.000 orang terluka.
Media Iran melaporkan korban paling banyak berasal dari desa-desa sekitar Kota Ahar, Varzaghan, dan Harees, dekat Kota Tabriz. Ketiga wilayah itu mengalami kerusakan terparah.
Pejabat Bulan Sabit Merah, Ahmad Reza Shaji”i, kepada kantor berita ISNA, menyebutkan lebih dari 1.000 desa terkena dampak gempa bumi. Sekitar 130 desa mengalami kerusakan lebih dari 70 persen dan 20 desa hancur total.
Korban yang mengalami luka-luka masih menyesaki rumah sakit di Tabriz, Ardabil, dan kota-kota lain. Para petugas medis masih terus berjuang menyelamatkan mereka.
Ribuan orang masih meringkuk di tenda-tenda darurat atau tidur di jalan. Mereka masih khawatir bakal ada gempa susulan. Seorang saksi mengatakan pada Reuters bahwa tenda dan perlengkapan masih terbatas sehingga sebagian dari mereka kedinginan di malam hari.
“Saya melihat rumah-rumah hancur dan hewan ternak tewas,” kata Tahir Sadati, seorang fotografer setempat. “Orang-orang membutuhkan bantua. Mereka butuh pakaian hangat, tenda, selimut, dan roti.”
Anggota parlemen dari Ahar dan Harees, Abbas Falahi, mengatakan para korban sangat membutuhkan makanan dan air minum. “Meskipun pejabat berjanji, tapi sedikit yang telah didistribusikan di wilayah ini dan kebanyakan orang dibiarkan tanpa tenda. Jika situasi terus berlanjut, jumlah korban akan meningkat,” katanys kepada Mehr.
Lembaga Geologi Amerika Serikat (USGS) mencatat gempa pertama berkekuatan 6,4 magnitudo terjadi pada 16.53 waktu setempat. Gempa ini terjadi di 60 kilometer timur laut tabriz dengan kedalaman 9,9 kilometer.
Gempa kedua dengan kekuatan 6,3 magnitudo terjadi 11 menit kemudian. USGS melaporkan pusat gempa berada di 48 kilometer timur laut Tabriz dengan kedalaman yang hampir sama
Sumber: TEMPO.Co