by Henry Mintzberg
Henry Mintzberg dikenal sebagai pakar manajemen yang telah banyak menulis buku tentang manajemen secara umum maupun untuk organisasi pelayanan kesehatan. Karyanya yang banyak disitasi antara lain adalah The Rise and Fall of Strategic Planning. Profesor dari Mc Gill University Kanada ini biasanya menulis artikel untuk dipublikasi di jurnal yang terkenal karena mutunya dan sering dijadikan sebagai referensi di seluruh dunia. Namun kali ini Prof. Mintzberg membahas tentang mitos-mitos dalam pelayanan kesehatan dan bagaimana menyikapinya untuk diterbitkan di Jurnal World Hospital and Health Services yang “beda kelas”. Tidak tanggung-tanggung, dalam tulisannya ini Mitnzberg bahkan mengkritik pendapat pakar manajemen lainnya, antara lain Herzlinger dan Porter, yang karya-karyanya sudah sangat dikenal secara luas dan dijadikan sebagai referensi di berbagai situasi ilmiah.
Dalam artikel ini Mintzberg agak sinis terhadap pendapat yang mengatakan bahwa manajer senior duduk di posisi atas (di atasnya siapa?), bahwa pemimpin lebih penting dari manager (cobalah memimpin tanpa manajemen!) dan bahwa orang adalah sumber daya (saya (Mitzberg – red) adalah manusia). Menurutnya semua ini adalah mitos seputar manajemen. Masih ada lagi mitos seputar sistem layanan kesehatan dan tentang layanan kesehatan itu sendiri. Kombinasikan kedua jenis mitos ini, maka kita akan mendapati kekacauan yang saat ini bisa ditemukan di dunia pelayanan kesehatan.
Mintzberg mulai dengan mitos-mitos yang umum terdapat pada dunia manajemen kesehatan dan kemudian beralih ke beberapa reframing yang dapat membantu menghindar dari kekacauan tersebut. Berikut ini tulisan Mintzberg kami sajikan kembali untuk anda.
Mitos pertama: Sistem kesehatan sedang menuju kegagalan
Bicaralah pada orang dimanapun seluruh dunia dan mereka semua akan mengatakan bahwa system kesehatan mereka sedang menuju kegagalan. Menurut Mintzberg kenyataannya adalah sebaliknya: di banyak tempat di Negara maju system kesehatan sangat berhasil dengan biaya mahal. Dengan kata lain keberhasilan inilah masalahnya, bukan kegagalan.
Lihat statistic. Kita hidup lebih lama, kematian bayi menurun, dan seterusnya, yang sebagian besar sebagai dampak dari kemajuan pengobatan. Masalahnya adalah banyak teknik pengobatan yang mahal dan kita tidak mau membayar untuk itu – khususnya sebagai orang yang sehat melalui premi asuransi atau pajak kita. Jadi pelayanan kesehatan terdesak, dan itu nampak seolah-olah system gagal. Kenyataannya, sebagaimana yang akan kita diskusikan di bawah, masalahnya bukan pada pelayanan kesehatan itu sendiri, sebagaimana juga bukan pada konsekuensi dari intervensi-intervensi yang sudah kita lakukan untuk memperbaiki masalah tersebut. Kita menganggap ada tiga jenis intervensi: social engineering, leadership dan praktek bisnis.
Mitos kedua: Sistem pelayanan kesehatan dapat diperbaiki oleh ahli social engineering yang pandai.Sistem ini gagal, sehingga “tenaga ahli” harus memperbaikinya: dimana tenaga ahli ini umumnya bukan orang lapangan yang memahami masalah secara mendalam melainkan para ahli yang tidak menjejak bumi, seperti para ahli ekonomi, analis system, dan konsultan, yang merasa yakin bahwa mereka memahami masalah tersebut secara konseptual. Terima kasih pada mereka, di pelayanan kesehatan kita mengukura dan menggabung seperti orang gila, mereorganisasi terus menerus, mengaplikasikan teknis manajemen terbaru, memikirkan ulang pelayanan kesehatan tiap beberapa tahun dan mendorong perubahan dari “atas” atas nama partisipasi dari bawah.
Lakukan semua ini dan semuanya akan baik-baik saja, demikian kita dinasehati. Tapi benarkah? Disisi lain, di suatu tempat yang disebut “di bawah” para ahli sesungguhnya berjuang untuk menghadapi berbagai tekanan, tidak sedikit yang diakibatkan oleh “solusi” tersebut, yang sebagian besar tampak justru makin membelit dengan cepat.
Bagaimana jika kita menyadari bahwa perubahan efektif dalam pelayanan kesehatan harus dilakukan secara menyeluruh dan menyebar diantara mereka, bukan dipaksakan pada mereka? Pikirkan, sebagai contoh, perubahan-perubahan terkini yang membawa perbedaan paling besar, bukan hanya dalam hal memotong biaya – itu adalah bagian yang mudah – tetapi juga dalam meningkatkan mutu. Layanan bedah sehari menjadi salah satu yang teratas dalam daftar. Ide ini datang dari para klinisi yang saling berkomunikasi dan berdiskusi, bukan dari para ekonom (yang lepas dari situasi ini, red).
Mitos nomer 3: Institusi pelayanan kesehatan sebagaimana juga system pelayanan kesehatan secara keseluruhan dapat diperbaiki dengan merekrut pemimpin yang dapat menjadi pahlawan. Pemimpin baru mungkin dapat membantu, khususnya saat ia mengganti pemimpin lama yang melakukan kesalahan. Tapia pa artinya kepemimpinan efektif di suatu area dimana para profesional memiliki kekuatan yang sedemikian besar? Di RS contohnya, para dokter jauh lebih responsif terhadap posisi dan hirarki pada status profesional dibandingkan dengan hirarki manajemen yang lebih formal. Dengan demikian, “heroic leadership” yang tampak modern dalam dunia bisnis dapat menjadi sesuatu yang buruk pada layanan kesehatan, juga pada dunia bisnis pada umumnya. Jauh lebih penting adalah yang disebut sebagai “engaging management” atau manajemen mengikutsertakan, yaitu para manajer yang terlibat secara mendalam dan personal sehingga mampu melibatkan lagi orang-orang lainnya.
Mitos nomer empat: Sistem pelayanan kesehatan dapat diperbaiki dengan memperlakukannya lebih sebagai suatu bisnis. Ini adalam resep yang sangat populer di Amerika Serikat. Mungkin tidak ada Negara di dunia ini yang menganggap pelayanan kesehatan sebagai suatu bisnis, atau yang lebih mendorong kompetisi dibidang ini. Tapi kinerja Amerika saat ini – yang jauh lebih mahal dari Negara manapun di dunia dengan rangking keseluruhan yang biasa-biasa saja – haruskah kita menganggap ini sebagai testimoni bagi rasa keingintahuan terhadap kompetisi dan praktek bisnis dibidang ini?
Amerika Serikat menghabiskan 31¢ dari setiap dolar pelayanan kesehatan untuk administrasi, sementara Kanada yang memiliki lebih sedikit kompetisi dan orientasi bisnisnya di bidang kesehatan jauh lebih sedikit, menghabiskan sekitar 17¢, dan menghasilkan kualitas lebih baik. Mengutip dari sebuah artikel di New York Times: “duplikasi proses klaim, banyaknya jenis asuransi, system pembayaran yang rumit dan tingginya biaya pemasaran [ditambah dengan “kertas-kertas kerja yang dibutuhkan oleh Rs dan dokter-dokter di Amerika yang tidak ada di Kanada dan Inggris“] menyebabkan tingginya biaya administrasi (Bernasek, 2007). Atas nama kompetisi, pelayanan kesehatan Amerika justru mengalami individualisasi: tiap tenaga profesional dan tiap institusi untuk dirinya sendiri.
Jadi sekali lagi, mari kita coba dengan cara yang berbeda: pelayanan kesehatan berfungsi dengan cara terbaik jika dipandang sebagai suatu panggilan, bukan bisnis; dengan demikian ia membutuhkan kerjasama yang lebih besar, bukan kompetisi, antar berbagai pelaku/pemberi pelayanan dan institusi. Para dokter mungkin saja memiliki penghasilan yang sangat baik, namun mereka adalah orang-orang cerdas yang memiliki peluang untuk memperoleh penghasilan dimanapun. Apa yang menaham mereka, atau kebanyakan dari mereka, agar tetap berada di pelayanan kesehatan adalah rasa untuk melayani. Ini juga terjadi pada banyak perawat, meskipun mereka tidak menghasilkan pendapatan sebanyak dokter, dan juga pada banyak manajer. Apa yang terjadi pada pelayanan kesehatan sebagai panggilan jika ia dilihat sebagai “one-stop-shopping” RS sebagai “pabrik yang terpusat”, pasien sebagai “customer” dan “consumer” dan para dokter sebagai “pemain dalam industry” (sebagaimana yang digambarkan oleh Herzlinger 2006)?
bersambung…