JAKARTA
RS JIH Ingin jadi Ikon Wisata Kesehatan DIY
SLEMAN (KRjogja.com) – Rumah Sakit Jogja International Hospital (JIH) menapaki usia ke-7 melayani kesehatan masyarakat terus berinovasi dan meningkatkan kualitas. Selain itu, berkomitmen mengunggulkan program kesehatan ibu dan anak serta menjadi salah satu ikon wisata kesehatan di DIY.
Secara bersamaan manajemen meluncurkan Poli Terpadu Ibu dan Anak maupun ‘Preferred Lounge’, rumah sakit berkonsep syariah ini juga bakal mengembangkan gedung kedua seluas 11.000 meter persegi setinggai lima lantai dengan 108 kamar-kamar private.
Bupati Sleman, Sri Purnomo menyampaikan dengan bertambahnya usia dan adanya penambahan gedung maupun fasilitas baru yang dimiliki RS JIH guna mendukung keberadaan 26 RS umum dan 27 puskesmas yang dimiliki Kabupaten Sleman. Banyaknya layanan kesehatan ini mendukung upaya pencapaian tingkat kesehatan dan harapan hidup dari waktu.
“Adanya RS JIH sangat mendukung dan semakin meneguhkan Sleman sebagai kabupaten yang sehat. Tentunya dengan pelayanan dan kualitas yang prima dalam kesehatan maka masyarakat tidak perlu cek kesehatan sampai di luar negeri. Hal ini upaya mengkukuhkan DIY, khususnya Sleman sebagai tujuan wisata kesehatan, tidak lupa masyarakat kurang mampu juga harus diperhatikan,” tutur Sri Purnomo yang disela peluncuran fasilitas dan peletakan batu pertama pengembangan gedung RS ‘JIH’ di Jalan Ring Road Utara No 160 Condong Catur Sleman, Selasa (14/01/2014).
Selain dihadiri jajaran komisaris, badan wakaf, direktur dan manajemen RS JIH, kegiatan ini dihadiri sejumlah tamu undangan lainnya. Tampak hadir GBPH Prabukusumo, Wakapolda DIY Kombes Pol Drs. Ahmad Dofiri, M.Si dan sejumlah tokoh masyarakat lainnya. (*-24)
Sumber: krjogja.com
Saat Keluarga Miskin Tak Lagi Sulit Berobat
BPJS Info – Pekanbaru. Raut gembira di wajah Rehan (32), perempuan yang sedang hamil tujuh bulan, saat suaminya Andrianto (34) sibuk mengisi formulir untuk memperoleh kartu berobat layanan kesehatan semesta di kantor Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Divisi Regional II.
“Tak begitu sulit untuk mengurus segala sesuatu dibutuhkan untuk mendapatkan kartu BPJS ini. Syukur pada Tuhan, ini juga menjadi rejeki bagi anak saya yang bakal lahir,” kata Rehan dengan senyum tetap mengembang di kedua bibirnya itu.
Rehan mengatakan, suaminya yang bekerja serabutan kadang sebagai tukang ojek anak sekolah itu selalu berfikir sepuluh kali kalau ingin berobat untuk memeriksakan penyakitnya.
Padahal penyakit suami saya terbilang cukup serius, katanya, yakni TBC, lever komplikasi kelenjer getah bening. Jika disuruh memeriksakan kesehatan selalu menolak karena tidak ada biaya.
“Kembali syukur pada Tuhan, setelah kami mendapatkan kartu BPJS kesehatan itu, saya langsung memeriksakan kehamilan ini dan begitupula suami untuk berobat ke spesialis,” katanya.
Jangankan untuk berobat ke spesialis, katanya lagi, dulu untuk mencukupi pendapatan keluarga Rehan terpaksa membuat kue basah yang dijual ke pada pedagang pemilik ‘steling’ kue. Kini tidak ada kekhawatiran lagi jika kami berobat termasuk anak yang bakal lahir ini akan tertangani dengan baik tanpa harus stres memikirkan biaya bersalin.
Berobat tanpa menggunakan kartu BPJS terasa sangat berat, kata Rehan lagi, dimana untuk konsultasi bidan dan peroleh obat harus membayar Rp50.000. Dan pemeriksaan USG mencapai Rp70 ribu.
Sama halnya dengan Rehan, Tarinco Lumbalgaol (34) buruh lepas di perusahaan ekspedisi di Kota Pekanbaru itu juga mengurus BPJS Kesehatan untuk kelas III dengan membayar iuran kesehatan secara pribadi sebesar Rp25.500 per jiwa untuk tiga anggota keluarganya.
“Saya juga bersyukur adanya kartu BPJS ini sehingga apa saja tindakan berobat bisa kami peroleh dan tidak ada lagi keraguan sehingga untuk memeriksakan kesehatan,” katanya.
Rinco yang mengaku pekerja swasta itu, mengatakan tekadnya untuk mengurangi membeli rokok dan uang pembelian dua hingga tiga bungkus per bulan akan dialihkannya dengan membayarkan iuran BPJS.
Menurut Kepala Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru, Riau, dr Rini Hermiyati mengatakan keluarga miskin di daerah ini tidak akan lagi menemui kesulitan untuk berobat ketika mereka sudah memegang kartu layanan semesta diterbitkan oelh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
“Kartu tersebut sebagai dasar untuk memberikan rujukan kepada peserta memperoleh layanan pemeriksaan kesehatan baik rata jalan dan inap di rumah sakit-rumah sakti yang ditunjukan oleh BPJS,” kata dia di Pekanbaru, Minggu.
Menurut dia, keberadaan kartu BPJS itu sudah bisa langsung dimanfaatkan oleh peserta termasuk yang berada dalam kondisi gawat darurat seperti ibu melahirkan, kecelakaan dan pasien yang membutuhkan tindakan layanan kesehatan khusus.
Ia mengatakan, sedangkan rumah sakit yang ditunjuk sebagai rumah sakit tempat rujukan tercatat sebanyak sembilan rumah sakit Ibnu Sina, BMC, RSUD Arifin Achmad, Awal Bross, RS Bayangkari Polri, RS Asabri, RSUD Petala Bumi, RS Zainab, RS Tabrani.
“Selain pemilik kartu BPJS, hingga saat ini pemilik kartu ASKES untuk PNS, TNI, Polri masih berlaku seperti semula belum berobah,” katanya.
Animo Masyarakat Tinggi
Kepala BPJS Kesehatan, Divisi Regional II Kota Pekanbaru Provinsi Riau , Benjamin P. Saut mengatakan animo warga untuk menjadi peserta BPJS cukup tinggi dan peserta yang mendaftar mencapai seribuan lebih rata-rata perhari sejak 2 Januari 2014 dibukanya pendaftaran.
“Sejak 2 Januari 2014 dibukanya pendaftaran, animo warga untuk menjadi peserta BPJS cukup tinggi dan peserta yang mendaftar mencapai 7.930 orang atau seribuan lebih rata-rata perhari,” kata dia.
Menurut dia, besarnya animo masyrakat untuk menjadi peserta BPJS Kesehatan mengakibatkan BPJS Kesehatan Divisi Regional II terpaksa menambah tempat-tempat pendaftaran.
Pada hari pertama pedaftaran, PT. Askes hanya membuka tiga tempat pelayanan namun kemudian terpaksa menambah sembilan tempat pelayanan sehingga total menjadi 12 tempat layanan.
Khusus di kantor BPJS Kesehatan Divisi Regional II Jl Sudirman juga ditempatkan Mamo (Mandiri Mobile) guna memudahkan masyarakat membayarkan premi asuransi kesehatan mereka setelah mengisi formulir di kantor BPJS Divisi Regional II,” katanya.
Pada hari pertama pendaftaran kantor BPJS Askes hanya membuka tiga tempat pelayanan namun kemudian terpaksa menambah sembilan tempat pelayanan sehingga total menjadi 12 tempat layanan pendaftaran.
“Khusus di Kantor BPJS Keshatan Divisi Regional II Jl Sudirman juga ditempatkan Mamo (Mandiri Mobile) guna memudahkan masyarakt menyetorkan iuran kesehatan mereka setelah mengisi formulir di Kantor BPJS Kesehatan Divisi Regional II di Jl Sudirman itu,” katanya.
Saut menambahkan sebagian besar pendaftar tersebut memilih layanan kesehatan kelas III, dan kelas II disesuaikan dg kemampuan masing-masing. Pemabayaran iuran untuk kelas III adalah sebesar Rp25.000/jiwa per bulan dan kela II Rp42.500/jiwa per bulan, dan kelas I Rp59.000/jiwa peer bulan.
“Untuk proses pendaftaran waktu pelayanan dibuka pada tiap hari kerja dimulai pukul 08.00 WIB hingga pukul 15.00 WIB,” kata Saut.
Sementara itu peserta yang mendaftar tersebut mayoritas merupakan pekerja informal maupun wiraswasta seperti buruh harian lepas, pedagang dan pekerja profesional mandiri.
Peserta BPJS Pkanbaru yg mayoritas mengurus kartu BPJS adalah dari Pekerja.
adalah dari Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Pekerja Penerima Upah (PPU) yang mendaftar pada kantor cabang Padang, Bukitinggi, Kantor Cabang Solok, Kancab Jambi, Kancab Muaro Bungo.
Sedangkan layanan kesehatan yang diberikan pada peserta adalah pelayanan yang bersifat pelayanan kesehatan perorangan mencakup pelayanan promotif, preventif, rehabilitatif, pelayanan obat, bahan medis habis pakai sesuai indikasi medis yang diperlukan.
Sumber: Republika.co.id
New health insurance program confuses people
People in Central Java say they have no idea about the mechanism of the new national health insurance (JKN) program, managed by the Social Security Management Agency (BPJS), or the application procedure to obtain coverage.
Rizki Akbar, from Ungaran in Semarang regency, said he had been forced to go to the Dr. Kariadi Hospital in the provincial capital city of Semarang because officials at his subdistrict administration could not explain the details of the new program, which came into force on Jan. 1, 2014.
Penyakit Biasa Tak Ditoleransi
Governor inspects four hospitals
Bali Governor Made Mangku Pastika on Tuesday held a surprise visit to four hospitals on the island to monitor implementation of the recently launched national health insurance (JKN) program.
The central government launched the long-awaited JKN program on Jan. 1. Pastika was with Bali Health Agency head Ketut Suarjaya to inspect Sanjiwani Public Hospital in Gianyar, Bangli Public Hospital, Bangli Mental Hospital and Klungkung Public Hospital.
The reelected governor said no problems appeared in the field, even waiting in line was orderly.
RSUP Fatmawati Raih Akreditasi Pelayanan Kelas Dunia dari JCI
Jakarta – Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Fatmawati berhasil mendapatkan akreditasi pelayanan kelas dunia atau world class health care dari Joint Commission Internasional (JCI). Sertifikat dari lembaga akreditasi RS internasional itu diserahkan Direktur Utama RSUP Fatmawati, Dr. Andi Wahyuningsih Attas, SpAn pada Wakil Menteri Kesehatan, Prof. dr. Ali Ghufron Mukti, M.Sc, PhD di RSUP Fatmawati, awal Januari lalu.
Acara dihadiri pula oleh sejumlah menteri termasuk Menteri Kessehatan Nafsiah Mboi,
“Kini kita telah mempunyai tiga RS Pemerintah yang terakreditasi JCI yaitu RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo di Jakarta, RSUP Sanglah di Denpasar dan ditambah RSUP Fatmawati di Jakarta). Beberapa RS swasta juga telah terakreditasi JCI,” kata Ali Ghufron.
Tiga RS pemerintah lainnya, kata Ali Ghufron, juga tengah dipersiapkan untuk meraih akreditasi JCI yaitu RSUP Dr Sardjito Yogyakarta, RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar dan RSUP Adam Malik Medan.
“Kepada jajaran RSUP Fatmawati, kami menyampaikan apresiasi atas kerja keras dan kerja cerdas yang telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pelayanan, juga pada semua pihak yang telah berperan mendukung RSUP Fatmawati,” kata Ali Ghufron.
Akreditasi itu, kata Ali Ghufron, harus ditindaklanjuti dengan mempertahankan kualitas pelayanan, menjadi model bagi RS lainnya serta memberikan pelayanan
Rumah Sakit Pesan Mesin Antrean Pendaftar BPJS
TEMPO.CO, Samarinda – Manajemen RSU Daerah Abdul Wahab Syahranie Samarinda, Kalimantan Timur, terpaksa mendatangkan mesin antrean untuk layanan pasien dengan asuransi dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Sejak diberlakukannya kepesertaan BPJS, antrean pasien di rumah sakit plat merah itu membeludak.
Direktur RSU Daerah A.W. Syahranie, Rachim DInata, mengatakan sejak awal berlakunya BPJS pada 1 Januari lalu, rumah sakit sempat kewalahan melayani pendaftar BPJS, sehingga pasien berebut untuk mendapatkan layanan cepat. Meja yang disiapkan di ruang asuransi di rumah sakit dikerumuni para pasien, sehingga perlu waktu lama melayani semuanya.
“Kami sudah pesan mesin antrean seperti yang ada di bank-bank. Mungkin Senin datang. Jadi, ke depan tak lagi manual melayaninya,” kata Rachim saat dihubungi, Sabtu, 4 Januari 2014.
Menurut dia, meski sudah dijamin BPJS, tapi umumnya para pasien di Samarinda belum mengantongi kartu yang diterbitkan oleh pengelola asuransi tersebut. Pihak rumah sakit akhirnya memutuskan para pasien bisa menggunakan kartu asuransi yang lama untuk berobat.
Misalnya, di Samarinda, warganya ada yang mengantongi asuransi yang ditanggung Pemda, Jamkesda, ada pula Askes atau Jamsostek. Kartu-kartu tersebut tinggal digandakan untuk mendaftar sebagai peserta BPJS hingga kartu BPJS sudah seluruhnya tersebar.
“Ini kan gabungan dari semua asuransi dari pemerintah, bahkan TNI dan Polri juga sudah bisa berobat ke RSUD A.W. Syahranie,” kata dia.
RSUD A.W. Syahranie merupakan rumah sakit pemerintah yang menjadi rujukan bagi pasien di seluruh Kalimantan Timur.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Samarinda Nina Endang Rahayu mengatakan, penerapan BPJS di dalam kota berjalan biasa saja. Pemda, menurut dia, telah melakukan sosialisasi ke setiap puskesmas sebelum asuransi ini diberlakukan.
Menurut dia, apa yang terjadi di RSUD A.W. Syahranie dimaklumi. Sebagai rumah sakit rujukan, akan banyak pasien yang datang ke rumah sakit tersebut. Berbeda dengan layanan di puskemas yang tersebar di sejumlah wilayah kelurahan di Samarinda. “Kalau di Puskesmas itu kan pasiennya tak banyak, karena di setiap kelurahan ada puskesmas,” kata dia.
Sumber: tempo.co