Kendati masih dalam penyelidikan kepolisian, Walikota Herman akan memanggil pihak RS.
BANDARLAMPUNG
Kendati masih dalam penyelidikan kepolisian, Walikota Herman akan memanggil pihak RS.
BANDARLAMPUNG
GUNA memberikan pertolongan pertama pada korban kecelakaan lalu lintas secara maksimal, Satuan Lalu Lintas Polresta Depok melakukan inovasi pelayanan. Salah satunya berupa penandatanganan perjanjian kerjasama dengan tiga rumah sakit di Kota Depok dan PT Jasa Raharja.
Dari hasil pertemuan, disepakati kerja sama dengan tiga rumah sakit untuk penanganan pertolongan medis korban kecelakaan. Yakni di RS Tugu Ibu di Jalan Raya Bogor, RSUD Depok Sawangan, dan RS Bhakti Yudha di Jalan Raya Sawangan Pancoran Mas.
“Kami kerja sama dalam bentuk perjanjian diatas materai dengan tiga rumah sakit tersebut,” ujar Kanit Laka Satlantas Polresta Depok, AKP Sodik di Mapolresta Depok, Rabu (29/01/2014).
Nantinya, kata Sodik, ketiga rumah sakit tersebut menjadi contoh dan sekaligus rujukan bagi rumah sakit lain dalam penanganan medis korban kecelakaan lalu lintas. Sehingga, kata Sodik, pelayanan rumah sakit terhadap korban kecelakaan lalu lintas menjadi lebih cepat.
“Sebenarnya semua rumah sakit ada SOP untuk penanganan pasien darurat, namun dengan adanya Mou ini, tiga rumah sakit tersebut siap menangani korban kecelakaan,” tegasnya.
Sodik mengatakan peluncuran kerja sama akan dilakukan pada Rabu (4/2) mendatang, bertempat di RS Bhakti Yudha, Jalan Raya Sawangan, Depok. Perjanjian kerjasama tersebut ditandatangani Kapolresta Depok, Kepala Perwakilan Jasa Raharja Bogor, dan tiga rumah sakit.
“Intinya kalau ada korban kecelakaan, langsung dibawa ke rumah sakit dan mendapat pertolongan medis. Jasa Raharja menangani dan melunasi administrasinya setelah korban keluar dari rumah sakit,” katanya.
Sehingga, lanjut Sodik, tidak ada lagi penolakan rumah sakit terhadap korban dengan alasan siapa yang harus bertanggung jawab terhadap biaya pengobatan. “Semua biaya dibayar oleh Jasa Raharja,” tandasnya. (ind)
Sumber: okezone.com
Solopos.com, SOLO–Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Solo terus berbenah untuk meningkatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Tahun ini, rumah sakit (RS) yang berdiri sejak Oktober 2012 itu menargetkan ingin menjadi RS tipe C.
Direktur Utama RSUD, Willy Handoko, saat ditemui wartawan di Balai Kota, Rabu (29/1/2014), mengatakan RSUD saat ini baru mengantongi predikat RS tipe D. Padahal merujuk ketentuan, rumah sakit milik daerah minimal berpelayanan setara tipe C.
Buntut Dari Tidak Tersedianya Dokter Spesialis
SERUI – RSUD Serui tahun ini akan meningkatkan pembayaran insentif dokter spesialis sebagai cara untuk menarik pada dokter untuk datang bertugas di Serui. Hal ini dilakukan, pasalnya di RSUD Serui sampai saat ini masih terkendala dengan minimnya insentif yang diterima dokter di sana, sementara di daerah lain di Papua, insentif yang diterima oleh dokter bahkan ada yang mencapi hingga Rp45 juta.
Bambang: ditunjang dengan dokter spesialis
SAROLANGUN- Pihak manajemen Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Prof DR HM Chatib Quzwain Sarolangun dibawah kepemimpinan dr. Irawan Miswar, MKM terus berupaya membenahi kualitas rumah sakit, baik dari segi fasilitas tenaga medis, obat-obatan dan sebagainya. Hal tersebut dilakukan tentunya dalam rangka memberikan pelayanan prima dan memberi kontribusi nyata bagi masyarakat.
Seiring dengan hal tersebut, sekitar pertengahan tahun 2013 lalu, RSUD ini sudah memiliki salah satu jenis peralatan medis yang cangih, yaitu unit peralatan ultasonograpi (USG), rinciannya, 4D. Hingga saat ini, peralatan USG tersebut terus dioperasikan, bukan hanya itu saja bahkan ke depannya jumlah peralatan tersebut akan ditingkatkan, baik kualitas maupun kuantitasnya. Hal ini seperti yang diungkapkan dr. Irwan Miswar, MKM selaku Direktur RSUD Prof DR HM Chatib Quzwen Sarolangun.
[JAKARTA] Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan hingga saat ini dinilai masih kacau.
Kekacaun terutama terkait penerapan tarif Indonesia Case Based Groups (Ina CBGs) yang dinilai sangat merugikan, tidak hanya bagi rumah sakit melainkan juga pasien. Komite Aksi Jaminan Sosial (KAJS) mendesak pemerintah untuk mencabut Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) 69/2013 tentang Tarif Pelayanan Kesehatan Program JKN.
Desakan ini dilakukan melalui aksi massal sebanyak 50.000 buruh pada 12 Februari mendatang. Sekjen KAJS, Said Iqbal, mengungkapkan, tarif Ina CBGs bisa menyebabkan kegagalan pelaksanaan JKN. Sebab, tarif yang terlalu kecil dalam Permenkes ini menyebabkan pelayanan di fasilitas kesehatan (faskes) buruk.
Menurutnya, Menkes seharusnya tidak perlu membuat regulasi yang mengatur tarif paket tindakan medis. Pengaturan tarif mestinya dilakukan oleh BPJS Kesehatan bekerja sama dengan asosiasi RS di wilayah bersangkutan.
KBRN,Sintang : Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Ade M Joen Sintang, dr Sinto Linoh mengatakan, seluruh jajaran manajemen dan pelayanan siap melaksanakan program (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang dimulai 1 Januari 2014 lalu.
“Pelayanan BPJS ini lebih ketat daripada Askes, sebab rumah sakit hanya melayani rujukan dari puskesmas atau dari dokter keluarga,
Bandung (ANTARA News) – Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan dan rumah sakit dinilai perlu memperbaiki sistem dan alur rujukan sehingga lebih efektif serta sederhana.
“Rumah sakit tersier seperti Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS), tidak pernah menolak pasien jaminan sosial, asalkan mengikuti alurnya terlebih dulu. Namun ke depan perlu ada upaya perbaikan sistem dan alur rujukan agar lebih mudah dan sederhana,” kata Direktur Medik dan Keperawatan RSUP Hasan Sadikin Bandung, Rudi Kurniadi, dalam diskusi Pandangan Unpad Terhadap BPJS, di Bandung, Selasa.
Menurut Rudi, alur yang harus dilalui sebelum masuk rumah sakit tersier, adalah meminta surat rujukan terlebih dulu ke puskesmas dan rumah sakit sekunder. Baru setelah itu pasien bisa menggunakan jaminan kesehatan dari BPJS.
Rudi menyatakan sistem rujukan tersebut harus segera diperbaiki oleh BJPS Kesehatan agar tidak ada pihak yang dirugikan.
“Hingga kini, RSHS memiliki piutang sebesar 47 miliar karena tidak pernah menolak pasien yang sebelumnya dinaungi oleh Jamkesda ketika meminta layanan kesehatan,” kata Rudi.
Pandangan serupa diungkapkan oleh Ratu Dina Rahmawati, salah seorang peserta BPJS Kesehatan yang menyatakan alur pengurusan dan rujukan pasien perlu disederhanakan dan tidak berbelit dalam mengakses biaya pengobatan dan perawatan yang disubsidi oleh pemerintah itu.
“Untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dan mendapatkan obat, bisa makan waktu sampai satu hari, karena harus ke sana-ke sini urus surat itu surat ini. Padahal biasanya hanya sebentar,” kata Ratu Dina Rahmawati.
Sumber: antaranews.com