manajemenrumahsakit.net :: PAREPARE
Menyelesaikan banyak proyek membangun rumah sakit pada tahun 2015
manajemenrumahsakit.net :: Pada Rabu pagi (21 Januari) di kota Hanoi, Kementerian Kesehatan Vietnam mengadakan konferensi online tentang penggelaran pekerjaan kesehatan tahun 2015 dan orientasi pekerjaan tahapan 2016-2020. Menurut rencana Kementerian ini, pada tahun 2015, instansi kesehatan akan menggelarkan penyelesaian banyak proyek bangunan rumah sakit, turut menangani situasi kelebihan pasien di rumah sakit. Kementeritan Kesehatan juga mendorong cepat laju penyelesaian Proyek rumah sakit pusat untuk anak-anak dan untuk kaum lansia, rumah sakit kandungan dan bersalin pusat, rumah sakit Vietnam-Jerman dan lain-lain. Semua rumah sakit di bawah Kementerian harus mendaftarkan diri agar sampai akhir tahun ini, ada 50% dan sampai pertengahan tahun 2016 ada 2/3 jumlah rumah sakit di pusat yang berkomitmen tidak membiarkan terjadi keadaan satu ranjang dua pasien.
Seiring dengan itu, Kementerian Kesehatan mencanangkan gerakan
Rumah Sakit Pobundayan Kotamobagu Diperjuangkan Berubah Status
manajemenrumahsakit.net :: KOTAMOBAGU – Pemerintah Kota Kotamobagu sementara memperjuangkan pengalihan status Rumah Sakit Pobundayan Kotamobagu dari tipe C ke tipe B.
“Ini masih pembenahan kita untuk mengejar tipe B untuk menjadi rumah sakit rujukan bukan hanya di Kotamobagu tapi untuk Bolmong Raya,” ujar Wali Kota Kotamobagu Tatong Bara belum lama ini.
Untuk Tipe C ke tipe B itu, lanjut Tatong ada beberapa syarat kriteria yang harus dipenuhi. “Misalnya kamar tidur. Sekarang itu hanya ada 50 kamar, dan harus 300 kamar tidur. Itu kriteria untuk rumah sakit tipe B,” ungkapnya.
Dikatakan Tatong, dana yang dibutuhkan untuk Rumah Sakit tersebut sebesar Rp 400 miliar. ” Itu yang saya minta ke pusat untuk rumah sakit kita, Rp 150 Miliar untuk SDM, sisanya fisik dan bangunan, SDM itu sangat penting, harus ada tenaga medis yang sesuai dengan syarat,” ungkapnya.
Pembangunan Rumah Sakit untuk mencapai tipe B diakuinya memang membutuhkan pembenahan satu diantaranya infrastruktur. “Pembangunan infrastrukturnya, harus ada konsultan, bukan hanya berdasarkan keinginan kita. Misalnya untuk ruangan inkubasi bayi itu harus benar-benar sesuai agar bakteri tidak bisa tembus. Pemkot menargetkan pada 2017 nanti hal tersebut bisa dicapai,” ungkapnya.
Untuk berobat kata Tatong kenapa harus ke luar, namun jika hanya didasari dengan nafsu yang besar namun tenaga kurang itu tak akan berjalan. “Didalam pengaanggaran kita harus memformat betul. Pertama kan kita sudah membuat jalan masuk ke rumah sakit, biayanya cukup besar itu. Termasuk untuk rumah sakit ini beberapa belum terbayar.
Sumber: tribunnews.com
Karyawan RS Dilatih Rawat Jenazah
manajemenrumahsakit.net :: SRUWENG – Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Sruweng mengadakan pelatihan parawatan jenazah pasien di masjid kompleks rumah sakit setempat, baru-baru ini. Kegiatan diikuti 15 peserta yang terdiri atas karyawa rumah sakit dari berbagai unit. Para peserta mendapatkan materi tentang tata mempersiapkan kain kafan, memandikan jenazah, dan mengkafaninya.
Muhammad Muslih pembimbing pelatihan dari Bina Rohani Islam menjelaskan, karena jenazah ada dua macam, yaitu laki-laki dan perempuan, maka pesertanya pun terdiri atas laki-laki dan perempuan.
Penderita Diare di RSUD Caruban Madiun Meningkat
manajemenrumahsakit.net :: Madiun – Penderita atau pasien diare yang dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Caruban, Kabupaten Madiun, Jawa Timur, meningkat signifikan pada musim hujan tahun ini.
Data RSUD Caruban, Kabupaten Madiun, mencatat, sejak tanggal 1 hingga 20 Januari 2015, jumlah pasien diare yang dirawat di rumah sakit setempat mencapai 44 orang.
“Jumlah tersebut meningkat dua kali lipat jika dibandingkan dengan periode yang sama di tahun lalu. Selama bulan Januari 2014, pasien diare di RSUD Caruban mencapai 20 penderita,” ujar Humas RSUD Caruban, Yoyok Andi Setyawan, kepada wartawan, Selasa.
Menurut dia, dari puluhan pasien tersebut mayoritas adalah pasien anak-anak. Jumlahnya mencapai 26 orang dari total 44 pasien yang ada.
Meningkatnya jumlah pasien tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor. Di antaranya adalah faktor lingkungan dan cuaca ekstrem yang terjadi selama ini.
“Peningkatan terjadi akibat datangnya musim hujan dan naiknya populasi lalat. Kondisi tersebut membuat kuman dan bakteri cepat berkembang biak dan menyebabkan diare jika pola hidup tidak bersih,” terangnya.
Pihaknya berharap agar seluruh warga di Kabupaten Madiun dapat menjaga kebersihan lingkungan tempat tinggalnya. Sebab, diare cepat menyerang jika masyarakat tidak menjaga kebersihan makanan dan lingkungannya.
Para orangtua juga diimbau untuk memperhatikan makanan yang dikonsumsi anak-anaknya di luar rumah. Hal itu untuk mengantisipasi anak-anak agar tidak membeli makanan yang kurang higenis. (*)
Sumber: antarajatim.com
Pemda Mempawah akan Bangun Rumah Sakit Tipe B
manajemenrumahsakit.net :: Pemda Kabupaten Mempawah sejak lama telah berencana untuk membangun rumah sakit bertipe B di Kampung Tengah Kecamatan Mempawah Hilir. Namun masih banyak pembenahan yang harus dilakukan oleh pemerintah dareah.Beberapa pembenahan itu harus dilakukan, meningkatkan tipe rumah sakit RSUD dr Rubini dari tipe C menjadi tipe B. Hal itu menjadi syarat untuk mewujudkan pembangunan rumah sakit lagi di lokasi berbeda. Bupati Mempawah Ria Norsan mengatakan rencana membangun Rumah sakit tipe B perlu diawali dengan beberapa perbaikan. Terutama dari segi pemenuhan Sumber Daya Manusia (SDM). Pembangunan rumah sakit tambahan juga penting untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Pemprov Gorontalo Segera Bangun Rumah Sakit Rujukan Provinsi
manajemenrumahsakit.net :: Kota Gorontalo – Guna meningkatkan pelayanan bagi peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), Pemerintah Provinsi (Pemrov) Gorontalo segera menambah fasilitas kesehatannya dengan membangun rumah sakit rujukan provinsi tipe B. Nantinya pasien dari Gorontalo tidak perlu lagi dirujuk ke rumah sakit yang lebih lengkap di Makassar atau Manado.
“Sejak tahun 2012, Pemprov Gorontalo sudah melahirkan Peraturan Daerah (Perda) tentang Jaminan Kesehatan Semesta (Jamkesta). Program ini juga sudah terintegrasi dengan JKN. Namun kita juga mengharapkan infrastrukturnya bisa ditingkatkan, baik itu dari APBD maupun APBN,” kata Gubernur Gorontalo Rusli Habibie usai acara penandatanganan perjanjian kerjasama integrasi Jaminan Kesehatan Semesta (Jamkesta) dengan JKN di Kantor Gubernur Gorontalo, Sabtu (17/1).
Untuk membangun rumah sakit rujukan provinsi tersebut, dana yang disiapkan Pemprov Gorontalo sekitar Rp 55 miliar. “Presiden juga sudah janji akan membantu dari APBN 2015. Diharapkan rumah sakit ini nantinya jadi unggulan dalam penanganan ginjal dan penyakit mata. Mudah-mudahan saja tahun 2016 bisa selesai,” kata Rusli.
Di Provinsi Gorontalo, saat ini sudah ada 240 fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) dan 12 rumah sakit yang telah menjadi provider BPJS Kesehatan. Dari 12 rumah sakit tersebut, tiga di antaranya merupakan rumah sakit swasta.
Sementara itu untuk memenuhi kebutuhan akan tenaga kesehatan, sejak 2013 Pemprov Gorontalo juga telah memberikan 20 beasiswa kepada putra-putri terbaik Gorontalo untuk dididik menjadi dokter umum dan dokter spesialis. Setelah lulus nanti, penerima beasiswa ini juga diwajibkan untuk mengabdi di Gorontalo sesuai dengan kontrak yang disepakati.
“Kontraknya itu paling sedikit 10 tahun. Ini dilakukan supaya penerima beasiswa tersebut tidak praktek di luar Gorontalo setelah mereka lulus,” tambah Rusli.
Penulis: Herman/MUT
Sumber: beritasatu.com
BPJS Kesehatan jawab kritik RSUD Bari
manajemenrumahsakit.net :: Palembang (Antara Sumsel) – Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan menjawab kritik manajemen Rumah Sakit Umum Daerah Bari, Palembang, terkait aturan dalam memberikan layanan Unit Gawat Darurat.
Kepala BPJS Kesehatan Bidang Kesehatan Regional III Sumbagsel Handaryo di Palembang, Minggu, mengatakan, rumah sakit harus memahami bahwa layanan UGD ini hanya diperuntukan bagi penyakit gawat dalam pengertian medis.
Sementara pengertian gawat ini kerap bias dengan pengertian yang ada di masyarakat.
“Ada pasien yang sudah datang ke rumah sakit karena merasa penyakitnya sudah gawat, tapi yang sebenarnya terjadi justru secara medis bisa dikatakan belum berbahaya. Karena si pasien panik maka dirasa layak dikatakan gawat, seperti itu yang terjadi,” kata Handaryo.
Ia menjelaskan, BPJS telah mengeluarkan sebanyak 145 daftar penyakit yang tidak dapat dirujuk ke rumah sakit atau harus diselesaikan di fasilitas kesehatan tingkat pertama yakni Puskesmas dan dokter keluarga.
Daftar penyakit yang tidak bisa dirujuk ini diharapkan menjadi acuan rumah sakit dalam bertindak, mengingat telah disyahkan oleh Kementerian Kesehatan dan sejumlah otoritas profesi dokter di Indonesia.
“Rumah sakit tidak perlu ragu menolak memberikan layanan UGD karena daftar ini sudah teruji dan disyahkan, ini juga wujud edukasi kepada peserta,” kata dia.
Sementara, daftar penyakit yang tidak dilayani UGD ini kerap membuat manajemen rumah sakit berbenturan dengan peserta BPJS, seperti yang diungkapkan Dirut RSUD Bari Makiani kepada Antara, ketika menerima kunjungan Komisi IV DPRD Kota Palembang beberapa hari lalu.
Makiani menilai, terdapat beberapa aturan yang terbilang tidak masuk akal jika dibenturkan dengan kondisi dan fakta yang terjadi.
“BPJS mengharuskan pasien yang datang harus rujukan dari Puskesmas tapi jika mereka datang pada malam hari, apakah ada Puskesmas masih buka. Jika siang, rumah sakit bisa saja menyuruh ke Puskesmas tapi jika malam tentunya tidak bisa,” kata Makiani.
Selain itu, aturan yang mengharuskan suhu tubuh pasien menjadi 40 derajat untuk mendapatkan layanan rawat inap juga kerap menimbulkan konflik dengan keluarga jika memaksa dibawa pulang.
Terkait hal ini, Handaryo mengatakan BPJS akan terus berkoordinasi dengan rumah sakit mengingat masih proses penataan setelah diluncurkan pada 1 Januari 2014.
Mengenai hal teknis di UGD, menurutnya, pihak rumah sakit dapat mengambil kebijakan yang masih dalam koridor aturan BPJS.
“Tentunya ada pengecualian, jika penyakit tersebut sudah komplikasi dan tidak bisa sembuh maka bisa dirujuk ke rumah sakit meski di luar daftar 145 penyakit,” kata dia.
Program Jaminan Kesehatan Nasional resmi diluncurkan pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 1 Januari 2014 dengan menunjuk BPJS kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan sebagai penyelenggara.
Pemerintah menjalankan program ini untuk memberikan jaminan sosial secara menyeluruh kepada seluruh rakyat atau dikenal dengan istilah “universal coverage”.
Dalam pelaksanaannya, pemerintah tidak menyangka antusias masyarakat demikian tinggi untuk mengakses pelayanan kesehatan dengan hanya membayar iuran BPJS. Kondisi ini mengakibatkan terjadi antrean panjang di sejumlah rumah sakit sehingga memaksa BPJS Kesehatan membuat aturan untuk mensiasatinya.
Sumber: antaranews.com