Dr Erijon M.Kes mundur dari jabatannya sebagai dirut RSUD Sawahlunto. Sejak resmi mundur pada tanggal 24 Februari 2016 sampai sekarang Erijon tidak pernah masuk kantor lagi. Beberapa kali sempat para kepala bidang dan staf di rumah sakit itu sering berkunjung ke rumah dinas beliau untuk urusan dinas, namun sekarang Erijon tidak berada di Sawahlunto.
Menurut informasi, Erijon kembali menetap di Payakumbuh. Mungkin saja puncak kada Erijon betul yang sudah tersinggung. Bujuk dan rayu untuk kembali bertugas tidak membuat Erijon luruh. Padahal, tenaganya sangat dibutuhkan untuk memimpin rumah sakit yang sudah menjadi Badan Layanan Umum Daerah ini. Kabar ini membuat membuat tanda tanya besar, bahkan sudah masuk pula ke ranah politik.
Wajar saja, karena ini menyangkut soal pelayanan publik. DPRD Sawahlunto melalui Komisi 1 akan membuat jadwal memanggil Erijon dan pihak eksekutif terkait untuk menanyakan persoalan ini. Masalah ini harus segera tuntas, jika tidak akan mengganggu pelayanan kesehatan masyarakat.
Katanya, mau menciptakan pemerintahan yang melayani. Jangan hanya seperti slogan pepesan kosong. Jika mundur, ya… sudah. Cari saja pengganti secepatnya. Jabatan ini tidak boleh berlama lama kosong seperti jabatan “politik” eselon dua, Sekretaris Dewan di DPRD Sawahlunto yang hampir setahun dibiarkan kosong. Anggota dewan yang 20 orang itu juga perlu di urus. Jangan nanti buruk muka cermin dibelah. Malu kita! Sudah cukup, membuat orang – orang hebat tercampak dari kota ini.
Ini adalah tugas dan wewenang kepala daerah yang tidak bisa diwakilkan oleh istri atau “pembisik” atau bahkan penasehat spritual kepala daerah sekalipun. Walikota Ali Yusuf harus menanggapi persoalan ini dengan serius. Jangan hanya sibuk dengan urusan seremoni yang tidak perlu perlu betul. Tim Talawi All Starnya juga tidak perlu tiap pekan lakukan pertandingan persahabatan ke luar kota. Kompetisi sesungguhnya masih lama. Itu nanti di tahun 2018.
Jika mengurus tatanan pemerintahan ada miripnya seperti melatih di lapangan hijau, pemain cadangan jangan biarkan berlama lama jadi cadangan atau non job. Kasian, lama betul kita membunuh karir seseorang. Pemain pengganti harus masuk, menggantikan pemain yang cidera atau pelatih melakukan perombakan tim secara besar besaran dengan membeli pemain import. Itu jika memerintah kita analogikan sama seperti pelatih sepakbola.
Tapi kenapa Erijon mundur? Padahal, mantan Dirut RSUD Payakumbuh itu belum genap empat bulan bertugas di Sawahlunto. Erijon meletakan jabatannya, sebuah jabatan elit dengan gaji tunjangan serta fasilitas cukup baik yang diberikan pemerintah daerah.
Pengunduran diri Erijon otomatis menambah bengkalai dan centang perenang pelayanan kesehatan publik di rumah sakit itu. Pengunduran diri Erijon ini dikabarkan buntut dari mutasi dua pejabat struktural di jajaran RSUD Sawahlunto. Dua pejabat yang di mutasi di RSUD itu adalah Kasi Bidang Program dan Kasi Bidang Humas, keduanya dikembalikan ke fungsional sebagai petugas medis.
Jika dikaji betul, Erijon tidak salah, karena ia mengembalikan orang orang ke posisinya semula. Itu hak dia sebagai direktur. Kiper tetap jadi kiper, jangan jadi striker nanti gampang kebobolan. Setiap keputusan pasti ada resiko, ada senang dan ada yang tidak senang.
Erijon dikabarkan mendapat perlakuan tidak menyenangkan atau di perlakukan dengan kata – kata kasar oleh Wakil Walikota Sawahlunto Ismed. Erijon dituding sebagai penyebab kekacauan dan menggangu stabilitas pemerintahan, padahal mutasi dan rotasi pejabat adalah kewenangan kepala daerah.
Sebagai dirut, Erijon memang punya kewenangan untuk mengusulkan mutasi pejabat pembantunya, namun keputusan akhir tetap berada di tangan Walikota Sawahlunto. Lantas kenapa Erijon yang disalahkan?
Erijon menilai usulan mutasi dua pejabat itu karena dia menganggap dua pejabat tersebut tidak pas untuk mengisi posisi jabatan itu sehingga di kembalikan ke fungsional. Untuk mutasi dua orang itu, Erijon bahkan sudah berkonsultasi dengan baperjakat setempat.
Sehari pasca mutasi, Ismed menelpon Erijon mempertanyakan keputusannya melakukan mutasi dua orang tersebut. Ismed kemudian mengeluarkan kata kata yang tidak pantas di ucapkan oleh seorang kepala daerah kepada bawahannya. Apalagi kepada seorang dokter yang berpendidikan tinggi dan tergolong kaum intelektual. Gaya premanisme yang tidak pantas diterapkan dalam memimpin sebuah pemerintahan.
Erijon ketika dihubungi media ini tidak membantah kabar tersebut. Ia mengatakan sudah resmi melayangkan surat pengunduran diri melalui Setdako Sawahlunto. Itu hak dia sebagai profesional. Dokter bergaya parlente itu, menilai, ucapan Ismed itu sebuah pelecehan dan sudah masuk ke ranah pribadi, berupa ancaman yang bila dikaji benar bisa berujung pada sebuah tindak pidana.
Tapi selagi berkuasa, penguasa itu lebih kebal hukum. Rompi anti hukum itu mudah di dapat dari aparat penegak hukum itu sendiri. Jadi, percuma Erijon jika melakukan delik aduan. Hanya akan jadi permen gula gula rasa nano nano.
Kata kata “mutiara” itu mungkin terlalu pahit untuk di dengar. Mungkin saja, Erijon takut karena diancam akan mau dibunuh. Makanya dia tidak ngantor sampai sekarang. Dalamnya lautan bisa diukur, dalamnya hati siapa yang tau.
Wakil Walikota Sawahlunto, Ismed melalui Kabag Humas Setdako, Zainul Anwar membantah kabar itu. Menurutnya, Ismed tidak pernah mengeluarkan kata kata yang dimaksud (mau membunuh mau mencincang atau mutilasi- red).
“Ini hanya sebuah kesalah-pahaman. Tidak mungkin Pak Ismed berkata demikian. Memang sebelum mutasi bergulir, Pak dirut itu menghadap ke Pak Ismed untuk melaporkan perihal mutasi di RSUD Sawahlunto. Pada waktu itu, Pak Ismed berpesan, agar mutasi itu jangan sampai membuat ada orang yang di rugikan. Nah, setelah mutasi, Pak Ismed banyak menerima sms masuk, seolah olah mutasi tersebut atas perintah dirinya. Disinilah, letak terjadinya kesalah pahaman. Pak Ismed tidak melakukan mutasi kenapa dia yang disalahkan, ” jelas Zainul Anwar, kepada media ini berapa waktu yang lalu.
Apapun bantahan Ismed, sudah tidak mampu menangkal opini yang berkembang di masyarakat. Ibarat pemain bola, Erijon adalah pemain impor yang dikontrak karena tenaganya dibutuhkan tim. Punya skill berlebih diatas pemain rata rata. Pemain kontrak ternyata juga lebih piawai memainkan isu ini menjadi senjata makan tuan buat Ismed.
Dua hari pasca mutasi, ia mengundang sejumlah wartawan makan siang di rumahnya. Dalam undangan itu, mantan ketua senat mahasiswa Fakultas Kedokteran Unand ini mengatakan sebagai sebuah perpisahan. Pengunduran diri Erijon bukan gertakan belaka. Sejak itu, Erijon bahkan sudah tidak masuk kantor lagi hingga sekarang.
Ketika dihubungi wartawan media ini, Erijon mengaku sedang dalam perjalanan menuju bandara BIM, terbang ke Jakarta. Dia tidak menyebut untuk urusan apa ke Jakarta. Ia berjanji sepulangnya nanti akan berbincang khusus meluangkan waktu menemui awak media ini.
Dia mengaku belum banyak kenal dengan wartawan lokal karena baru di Sawahlunto. Namun, hingga sekarang tidak ada kabar dari Erijon. Mungkin saja, bukan hanya itu alasan pengunduran diri yang bakal dia ungkap ke media.
Mungkin ada hal lain yang lebih besar. Banyak gosip miring beredar, jika RSUD Sawahlunto sudah seperti sapi perahan. Banyak pegawai “titipan”, penempatan pegawai yang tidak pada posisinya. Selain itu, efisiensi penggunaan anggaran dan juga dalam pengadaan barang dan jasa juga menjadi sorotan publik.
Masalah lain adalah isu sejumlah dokter spesialis yang mengaku tidak betah bertugas di rumah sakit itu. Bahkan, Dr Jen Hendriman, Spesialis Penyakit Dalam, satu satunya dokter paling berpengalaman di Sawahlunto sempat dikabarkan mau pindah ke kota lain.
Jika kabar itu benar, alangkah sulitnya untuk mencari penggantinya. Hidup bukan saja soal materi, tapi lebih kepada rasa aman dan kenyamanan. Menciptakan rasa aman dan nyaman lebih kepada dukungan lingkungan dimana kita berada.
Kalau soal hidup, se ekor unta pun dapat hidup berbulan bulan di gurun pasir yang tandus. Kalau soal makan, seekor ayam pun makan jika di lepas dari kandangnya. Hidup bukan soal perut atau zaman purba. Apalagi seorang dokter, sebuah profesi yang sangat dibutuhkan semua orang. Mereka orang orang berpedidikan, kaum intelektual yang tidak mendapatkan ijazah S1 dari belajar Sabtu Minggu.
Kota ini kekurangan dokter, bukan membuang dokter. Apa Anda mau berobat ke dukun? Apa Anda berobat cukup dengan sesajen bunga rampai dengan segelas air putih lalu di sembur?
RSUD Sawahlunto adalah andalan kita untuk berobat. Berobat gratis masih dirasakan masyarakat manfaatnya hingga sekarang, cukup bayar Rp 6000 per bulan, warga Sawahlunto bebas bayar berobat melalui program JPKM. RSUD Sawahlunto sebagai sarana layanan publik harus kita jaga bersama.
Tempat ini harus steril dari praktik korupsi. Tempat ini harus steril dari mall praktek. Rumah sakit plat merah bukan rumah sakit komersil. Tempat ini bukan “ATM” pejabat publik.
Pengunduran diri Erijon menambah daftar nama dokter yang tidak betah mengisi jabatan ini. Ada apa? Padahal gaji dan tunjangan serta fasilitas yang diberikan daerah cukup wah.
Tidak mudah mencari sosok pimpinan di RSUD Sawahlunto. Kota ini kekurangan dokter. Banyak dokter menolak bertugas di kota ini dengan berbagai alasan, terutama dokter spesialis. Dokter spesialis, kebanyakan lebih nyaman menetap di kota kota besar.
Siapa dokter spesialis yang mau menetap di Sawahlunto? Jika ada, tentu dokter itu bukan mencari materi untuk menetap di kota ini. Kota ini minim dokter spesialis, seminggu saja sang dokter tidak masuk praktek, alamat akan banyak pasien yang semakin menderita. Itu pertanda antrian ruang tunggu di RSUD semakin sesak oleh pasien.
Jabatan direktur adalah pimpinan bagi seluruh perangkat yang ada di rumah sakit, termasuk pimpinan bagi para dokter spesialis yang kebanyakan “nyambi” atau part time , tidak menetap di kota ini. Misal, Anda sakitnya hari Kamis, jika mau konsul berobat ke poliklinik spesialis, Anda harus menunggu hari Senin atau hari Rabu pekan depan.
Nah, jika Anda mati sebelum mendapat pertolongan dokter atau tidak cukup uang untuk berobat ke tempat dokter spesialis di Solok atau di Padang. Ya sudah… terima saja. Mungkin itu sudah nasib Anda. Anda harus percaya kematian bukan ditangan dokter, hidup dan mati Anda adalah kuasa sang pencipta Allah SWT. Perbanyak saja beribadah dan mendoa.
Anda harus percaya benar jika derita akibat sakit yang Anda alami bukan karena lambatnya mendapat pertolongan dokter, mungkin saja itu ujian untuk menghapus dosa dosa Anda. Orang sakit butuh dokter, jika sakitnya kronis butuh dokter spesialis, tidak cukup dengan dokter UGD atau dokter puskesmas yang baru tamat kuliah. Sudah banyak kejadian, obat malah berubah jadi racun akibat salah diagnosa. “Tibo di dukun, dukun salido tambah di uruik tambah tacido”.
Menciptakan rasa aman dan nyaman adalah tugas kita bersama. Apalagi di Sawahlunto, sebuah kota kecil dimana setiap penduduknya selalu berinteraksi antara satu dengan yang lain. Rasa aman dan nyaman hidup berdampingan sekian lama, itulah yang membuat kota ini tetap bernapas meski sumber ekonomi utama (batubara) di kota ini telah lama mati. ** Hendra Idris
Sumber: portalberitaeditor.com