Akibat pandemi COVID-19 terus berlanjut secara global, tantangan yang muncul adalah peralihan dari infeksi akut ke beban konsekuensi jangka panjang akibat penyakit tersebut. Meskipun terminologi konsensus belum tercapai, tahap pasca-akut COVID-19 sebagian besar didefinisikan sebagai 3 atau 4 minggu setelah timbulnya gejala, dan COVID-19 yang lama atau kronis didefinisikan sebagai gejala dan kelainan yang menetap atau muncul lebih dari 12 minggu. Sebagian besar penelitian berfokus pada COVID-19 akut dan sub akut, meskipun panduan berbasis bukti untuk pengelolaan COVID-19 yang lama masih terbatas. Memahami secara komprehensif efek kesehatan COVID-19 dari tahap akut hingga kronis menjadi hal penting, bukan hanya untuk persiapan gelombang pandemi lebih lanjut, melainkan juga untuk menilai beban sistem perawatan kesehatan akibat konsekuensi COVID-19. Artikel ini dipublikasikan pada Juli 2021 di jurnal The Lancet.
Strategi Pemasaran Rumah Sakit Di Tengah Pandemi COVID-19
foto : https://www.sciencedirect.com/topics/engineering/telemedicine-system
Dulu rumah sakit didirikan untuk tujuan sosial dan keagamaan, kini dalam rangka mengikuti perkembangan zaman dan persaingan global (globalisasi), banyak langkah dan kebijakan rumah sakit sudah bergeser ke arah profit oriented atau berorientasi ekonomi bahkan komersial. Saat ini jumlah penduduk Indonesia mencapai kisaran 260 jutaan jiwa, yang jika dilihat dari kacamata bisnis hal tersebut merupakan pasar potensial yang menarik untuk dikelola secara bisnis, sehingga membuat para pelaku bisnis mencoba menggeser paradigma rumah sakit yang dulunya berorientasi sosial keagamaan menjadi institusi yang dikelola secara profesional bisnis tanpa harus meninggalkan fungsinya salah satu institusi pelayanan kesehatan yang mempunyai peran penting dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Pelayanan kesehatan yang diberikan oleh rumah sakit bersifat holistik atau menyeluruh mulai dari pencegahan, penyembuhan hingga pemulihan penyakit.
Krisis Keuangan RS Saat Pandemi 2021
Awal Juni 2021, Indonesia dikejutkan dengan melonjaknya kasus COVID-19 terutama di Kabupaten Kudus dan sekitarnya. Lonjakan ini disusul oleh daerah-daerah sekitarnya, sehingga beberapa rumah sakit mulai kewalahan menangani pasien ini karena terjadi dalam waktu yang relatif singkat. Rumah sakit baik pemerintah maupun swasta tidak mampu lagi menampung pasien COVID-19 sehingga shelter-shelter disiapkan untuk menampung pasien COVID-19.
Biaya Penanganan Pasien COVID-19
Kasus harian COVID-19 di Indonesia sempat menurun antara Maret sampai Mei 2021, penambahan kasus terendah terjadi pada 15 Mei 2021 yaitu sebanyak 2.385 kasus. Pada awal hingga pertengahan Juni kasus COVID-19 meningkat signifikan, tercatat pada 20 Juni 2021 yaitu sebanyak 13.737 kasus. Dengan adanya penambahan kasus yang signifikan tersebut, pemerintah pusat maupun daerah samakin gencar mengimbau masyarakat untuk taat pada protokol kesehatan. Selain itu, pemerintah berupaya maksimal dalam penanganan pandemi COVID-19 di Indonesia, salah satunya adalah alokasi anggaran untuk penanganan COVID-19.
Ambulatory Cancer Care, Ekspansi Cepat Untuk Memberikan Nilai Lebih dan Aksesibilitas Bagi Pasien
Beban kanker global semakin meningkat di seluruh dunia. Badan Internasional Penelitian Kanker (IARC– Agency for Research on Cancer) memperkirakan bahwa 1 dari 5 orang terdapat kanker yang berkembang dalam tubuhnya dan perkiraan menunjukkan bahwa lebih dari 50 juta orang terdiagnosis kanker selama 5 tahun ke belakang. Dengan meningkatnya pasien baru yang terdiagnosis setiap tahun, maka jumlah pasien kanker aktif meningkat dengan cepat. Hal tersebut memunculkan kebutuhan yang terus meningkat terhadap kemampuan pelayanan kanker. Artikel ini mengulas tentang ambulatory cancer care dan bagaimana manfaatnya bagi pasien kanker.
Siapkah Rumah Sakit di Indonesia Menghadapi COVID-19 Pasca Lebaran?
Sumber: Kompas.com
Tsunami COVID-19 di India yang terjadi sebulan terakhir memberikan pelajaran berharga bagi Negara – negara lain agar tidak lengah terhadap virus ini. Sistem kesehatan di India, seketika kolaps dalam jangka waktu yang cepat karena penyebaran virus corona yang luar biasa banyak per harinya. India menjadi contoh sukses penurunan kasus COVID-19 beberapa bulan lalu, akan tetapi predikat yang dicapai ini ternyata menjadi boomerang dengan longgarnya protokol Kesehatan di masyarakat. Faktanya kegiatan – kegiatan yang melibatkan massa yang besar tanpa penegakan protokol Kesehatan untuk COVID-19 yang menjadi pemicu utama terjadinya tsunami COVID-19.
Pelajaran yang Dipetik 1 Tahun Setelah Munculnya SARS-Cov-2 yang Menyebabkan Pandemi COVID-19
Tanpa manajemen medis modern dan vaksin, tingkat keparahan pandemi Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) yang disebabkan oleh sindrom pernafasan akut parah (SARS) coronavirus 2 (SARS-CoV-2) mungkin mendekati besarnya wabah 1894 (12 juta kematian) dan pandemi influenza 1918-A (H1N1) (50 juta kematian).Pandemi COVID-19diduga diawaloleh epidemi SARS tahun 2003 yang mengarah pada penemuan SARS-CoV-1 pada manusia dan musang, kelelawar terkait SARS-CoV, kelelawar terkait sindrom pernapasan Timur Tengah (MERS) terkait CoV HKU4 dan HKU5, dan Coronavirus hewan baru lainnya.Dugaan lompatan hewan ke manusia dari 4 betacoronavirus termasuk human coronaviruses OC43 (1890), SARS-CoV-1 (2003), MERS-CoV (2012), dan SARS-CoV-2 (2019) menunjukkan potensi pandemi yang signifikan.Adanya reservoir besar virus korona pada kelelawar dan mamalia liar lainnya, budaya mencampur dan menjualnya di pasar perkotaan dengan kebersihan yang kurang optimal, kebiasaan makan mamalia eksotik di daerah padat penduduk, dan perjalanan udara yang cepat dan seringdari area ini adalah bahan yang sempurna untuk menyeduh epidemi yang meledak dengan cepat. Kemungkinan munculnya hipotetis SARS-CoV-3 atau virus baru lainnya dari hewan atau laboratorium, dan oleh karena itu kebutuhan akan kesiapsiagaan global tidak boleh diabaikan.
Mengintip Teknologi Pintar Untuk Kesehatan Lansia: Akankah Kita ke Sana?
Teknologi kesehatan dan lansia, ke depannya menjadi sesuatu yang tidak dapat dipisahkan. Saat ini, kesehatan digital telah menjadi komponen penting perawatan kesehatan, dengan munculnya platform kesehatan digital berdasarkan teknologi terbaru. Teknologi informasi dan komunikasi memiliki kemampuan dan kekuatan untuk memfasilitasi pemberian perawatan berkualitas secara efektif dan efisien.
Perbandingan Respon Pemerintah Jepang dan Korea Selatan Menghadapi Pandemi COVID-19
Pandemi COVID-19 telah membuat hampir semua negara di dunia bekerja sangat keras untuk mengendalikannya, tidak terkecuali Jepang dan Korea Selatan. Kedua negara Asia yang sering menjadi rujukan sistem pelayanan kesehatan dan rumah sakit kelas dunia. Kasus pertama di Jepang terjadi pada 15 Januari 2020, lima hari kemudian disusul oleh Korea Selatan yang mengalami kasus pertama pada 20 Januari 2020.
Berdasarkan Situation Report yang dipublikasikan WHO pada 9 Maret 2021, secara global ada peningkatan kasus sebanyak 2% dalam 1 minggu terakhir (ada 2,5 juta kasus baru) yang terjadi di Mediterania Timur, Afrika, dan Eropa. Sementara di wilayah Pasifik Barat kasus baru turun 6% dan Asia Tenggara turun 2%.
Perbedaan Internet Marketing dengan Digital Marketing
Foto : https://grapadinews.co.id/digital-marketing-untuk-generasi-digital/
Di era digitalisasi saat ini, pengguna internet di seluruh dunia sudah tidak terbendung lagi. Tidak juga di negara kita, ternyata penggunaan internet di Indonesia cukup besar dan sangat aktif karena menunjang berbagai kebutuhan sehari – hari. Hal ini menjadi wajar, mengingat hampir semua sektor sudah terhubung ke internet, termasuk sektor bisnis yang mulai melakukan perubahan dalam segi marketing, menurut Sembiring Direktur Pelayanan Informasi Internasional Ditjen Informasi dan Komunikasi Publik (IKP) di era globalisasi seperti saat ini , perkembangan telekomunikasi dan informatika (IT) sudah begitu pesat. Teknologi membuat jarak tak lagi jadi masalah dalam berkomunikasi. Internet tentu saja menjadi salah satu medianya.