Reportase Seri Webinar Renstra Topik 4:
Pengelolaan RS dengan Pengguna Layanan Campuran (JKN dan Non JKN)
23 Januari 2024
Seri 4 webinar Strategi RS Pasca Berlakunya UU Nomor 17 Tahun 2023 Tentang Kesehatan dengan topik Pengelolaan Rumah Sakit dengan Pengguna Layanan Campuran (JKN dan Non JKN pada Selasa, 23 Januari 2024. Kegiatan dibuka oleh Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc, PhD, dengan pemateri dr. Mohammad Syahril, Sp.P., MPH dan rangkuman kegiatan disampaikan dr. Haryo Bismantara, MPH. Moderator webinar ini, Dr. dr. Cahyono Hadi, SpOG, Subsp.F.E.R, mengatakan bahwa berdasarkan UU Nomor 17 Tahun 2023 diibaratkan rumah sakit adalah sebuah usaha atau industri dan pendidikan, dan pada webinar ini dibahas bagaimana rumah sakit menyikapi hal tersebut.
Materi Video
Pengantar kegiatan disampaikan oleh Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc, PhD. Laksono menyatakan bahwa kesehatan ini memang sebuah industri, di beberapa negara Asia Tenggara sudah menggunakan istilah industri, bahkan di Thailand RS swasta diurus oleh Kementerian Perindustrian. Tantangan pertama di Indonesia adalah BPJS banyak digunakan di Jawa. Saat ini layanan rujukan akan diperluas ke semua provinsi, dengan harapan menaikkan klaim regional di luar Jawa. Tantangan kedua, Indonesia hanya menjadi pasar dalam persaingan internasional, bukan sebagai pemain. Tantangan berikutnya adalah pendanaan kesehatan, saat ini sistem pajak belum efektif dalam ekonomi Indonesia. Tujuan webinar ini membahas kompleksitas pengelolaan RS yang melayani segmen pasar yang berbeda-beda, peluang inovasi pada segmen pasar non BPJS bagi RS dengan segmen pasar campuran, tantangan pengelolaan sumber daya pada RS dengan segmen pasar campuran dengan misi pendidikan dan riset, serta sense making untuk merespon situasi pendanaan kesehatan dan peluang inovasi pasien BPJS, non BPJS, serta pelaksanaan misi pendidikan tenaga kesehatan. Hal yang ingin dijawab di webinar ini apakah mungkin sebuah RS akan melayani dua pasar yang berbeda, yaitu yang membutuhkan pelayanan dasar dan standar (BPJS) dan pelayanan maksimal untuk kenyamanan (non BPJS) tanpa ada diskriminasi?
Materi Video
Narasumber utama webinar ini adalah dr. Mohammad Syahril, Sp.P., MPH yang memaparkan terkait pengelolaan RS Fatmawati Jakarta yang memiliki dua pasar, yaitu BPJS dan non BPJS. Saat ini kita sedang dalam ancaman defisit BPJS seperti sebelum pandemi COVID-19, dan akan berpengaruh ke layanan BPJS. SWOT terkait RS sumber pendanaan campuran, yaitu: RS vertikal memiliki kekuatan SDM yang kompeten dan sistem BLU. Kesempatan yang ada yaitu pasar masyarakat yang mampu untuk MCU, wellbeing, dan berobat, dan juga adanya asuransi komersial. Sedangkan tantangan RS vertikal adalah subsidi pemerintah yang berkurang, dan kelemahan yang sering ada di RS adalah hospital customer services dan IT yang kurang mumpuni, serta mindset dan budaya kerja dokter spesialis.
Seluruh aspek SWOT ini harus direspon dalam sebuah action strategi pengelolaan RS yang baru, yaitu perubahan paradigma RS untuk pelayanan orang sakit dan sehat; peningkatan hospital customer service melalui call center, helpdesk, chatbot, web, social media, dan reservasi online; inovasi layanan unggulan; marketing; SIMRS yang efisien; dan kolaborasi layanan RS dengan industri lain, misalnya penerbangan atau hotel. Mengikuti aturan dari Dirjen Yankes, maka RS Fatmawati memiliki unit bisnis berupa layanan medis dan non medis, yang merupakan upaya optimalisasi sumber daya dan pengembangan layanan, sehingga dapat menjadi revenue center. Saat ini ada 5 unit bisnis di RS Fatmawati, termasuk poli eksekutif dan orthopedic center. Terdapat pula upaya peningkatan pendapatan non layanan medis, misalnya melalui training center, pengembangan rumah duka, dan lain-lain.
Sesi selanjutnya diawali dengan diskusi bahwa RS di Indonesia harus ikut berkompetisi untuk memberikan layanan yang terbaik, bahkan hingga menjadi pilihan bagi pasien dari luar negeri. Hal ini sesuai dengan misi Kemenkes untuk RS Vertikal bahwa harus berkelas dunia, harus menjadi pengampu nasional, dan berkelas dalam penelitian serta pendidikan. Selanjutnya dibahas terkait penerapan tarif dan cost sharing BPJS untuk poli eksekutif, dijelaskan oleh Syahril bahwa untuk konsultasi bisa menggunakan tarif eksekutif sedangkan untuk penunjang dan obat memakai BPJS. Untuk pelayanan subspesialistik di tipe C harus menunggu aturan yang terbaru dahulu karena terkait dengan peralatan dan tenaga subspesialistik, serta harus mengikuti aturan BPJS.
Diskusi dilanjutkan dengan topik terkait kesetaraan untuk pasien BPJS dan non BPJS. Hal yang paling penting adalah sebagai penyelenggara layanan, RS harus memenuhi persyaratan dari BPJS, termasuk tidak boleh membedakan layanan di kelas yang sama. Selanjutnya, Syahril menjelaskan bahwa antar RS harus terjalin kerjasama, misalnya kerjasama alat. Menjawab pertanyaan selanjutnya, untuk meningkatkan strategi pengelolaan BPJS, Syahril membagikan pengalaman untuk meningkatkan kualitas resume medis dan ada tim kendali mutu kendali biaya agar tidak berlebihan pengeluarannya. Untuk pengelolaan unit bisnis, RS Fatmawati sudah memiliki legal aspect dan dikelola oleh seorang general manager. Kesimpulan akhir oleh Dr. dr Cahyono Hadi, SpOG, Subsp.F.E.R adalah pada prinsipnya RS harus efektif dan efisien, sehingga akan menghasilkan luaran yang baik: pasien terlayani, dokter sejahtera, dan institusi berkembang.
Webinar ini ditutup dengan rangkuman oleh dr. Haryo Bismantara, MPH dengan key points untuk kesuksesan RS adalah perencanaan strategis dengan mindset privat diiringi dengan market analysis yang aktual dan networking and partnership untuk resources sharing. Kita perlu mengeksplorasi juga segmen pasar campuran yang memiliki misi riset dan pendidikan, termasuk kerjasama dengan pemerintah daerah, pemerintah pusat, atau filantropi.
Reporter: dr. Srimurni Rarasati, MPH (Divisi Manajemen Rumah Sakit, PKMK UGM)