manajemenrumahsakit.net :: Jakarta, Jubi
Rumah Sakit Khusus Rehabilitasi Narkoba Segera Dibangun
manajemenrumahsakit.net :: Jawa Timur akan segera membangun rumah sakit (RS) khusus untuk rehabilitasi pengguna narkoba yang jumlahnya semakin besar di Jawa Timur. RS ini rencananya akan ditempatkan di kecamatan Dungus kabupaten Madiun. Kepala dinas kesehatan provinsi Jatim, Harsono mengatakan bahwa saat ini pihkanya baru saja menyelesaikan tukar guling dengan pihak perhutani.
Kita sudah punya tanahnya dengan melakukan tukar guling tanah seluas 8,2 hektar milik perhutani yang rencananya akan dibuat 2 RS khusus yakni RS Kusta seluas 4,2 hektar dan sisanya untuk RS rehabilitasi narkoba?, jelas Harsono. Usai deklarasi rehabilitasi 10.000 pengguna narkoba di kantor gubernur jalan pahlawan 110 , selasa (17,3,2015).
Menurut Harsono, pembangunan RS tersebut belum bisa dilaksanakan pada tahun ini karena memang belum dicantumkan dalam APBD 2015. “Kita memang baru saja menyelesaikan proses tukar guling, jadi bisa saja pada tahun anggaran 2016 kita bisa memulai pembangunan RS tersebut”, jelas mantan bupati Ngawi ini.
Harsono juga menjelaskan bahwa RS rehabilitasi ini nantinya akan menjadi RS khusus pengguna narkoba terbesar di Indonesia Kapasitasnya untuk 600 pasien, dan nantinya akan dilengkapi dengan fasilitas lapangan olahraga, untuk menunjang kesembuhan pasien narkoba.
Sementara itu wakil gubernur jatim Saifullah Yusuf menegaskan bahwa salah satu cara untuk menanggulangi penggunaan narkoba di Jatim, salah satunya adalah segera dibangun RS. Khusus rehabilitasi.
“Kita sudah sangat memerlukan RS tersebut, mengingat pengguna narkoba di kalangan pelajar di Jatim sudah tinggi dan ini sangat memprihatinkan. makanya dengan adanya RS ini nantinya semoga penanggulangan narkoba di jatim menjadi lebih cepat”, ujar gus Ipul, sapaan akrab wagub Jatim Saifullah Yusuf.(fer)
Sumber: pojokpitu.com
Ruang Perawatan Kelas III RS Haji Memperihatinkan
manajemenrumahsakit.net :: RADAR MAKASSAR
Dokter Spesialis Enggan Ke Merangin
manajemenrumahsakit.net :: BANGKO- Dokter spesialis di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kolonel Abunjani Bangko, hingga saat masih minim. Hal ini juga yang membuat banyak masyarakat Merangin lebih memilih berobat keluar daerah.
Hingga saat ini RSUD baru memiliki satu orang dokter penyakit dalam, satu dokter spesialis anak, satu dokter spesialis bedah, satu dokter spesialis kebidanan dan satu dokter spesialis paru dan THT. Tentu ini sangat minim untuk melayani masyarakat Merangin yang jumlahnya lebih dari 300 ribu jiwa.
Hal ini diakui Direktur RSUD Kolonel Abundjani Bangko, Berman Saragih. Dikatakannya, minimnya dokter spesialis kerap menjadi kendala yang dihadapi pihaknya saat ini, sehingga pelayanan yang diberikan pihak RSUD terkesan belum memuaskan.
Wagub Lantik Badan Pengawas Rumah Sakit Provinsi Gorontalo
manajemenrumahsakit.net :: Dinkes – Upaya pelayanan kesehatan yang baik, bermutu, merata, terjangkau, efektif dan efisien bagi seluruh masyarakat di Propinsi Gorontalo merupakan bagian dari program unggulan pemerintahan NKRI. Salah satu hal yang penting dalam mewujudkan pelayanan kesehatan yang baik tersebut adalah dengan mewujudkan sistem rujukan pelayanan kesehatan perorangan, yang mengatur jenjang pelayanan kesehatan mulai dari fasilitas kesehatan primer, sekunder, dan tertier, sebagaimana diatur dalam peraturan Menteri Kesehatan Nomor 001 Tahun 2012 tentang Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Perorangan.
Dalam pelaksanaannya perlu ada pengawasan yang dapat memberikan kontrol terhadap mutu pelayanan pada tingkat Rumah Sakit sehingga dibentuklah Badan Pengawasan RUmah Sakit Tingkat Provinsi Gorontalo. Dan pada Senin (26/2) dilaksanakan Pelantikan Badan Pengawas RUmah Sakit (BPRS) oleh Wakil Gubernur Gorontalo Dr. Drs. H. Idris Rahim, MM bertempat di Gedung 2 Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo, yang sekaligus dirangkaikan dengan SOsialisasi Peraturan Gubernur Gorontalo No 95 tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan di Propinsi Gorontalo yang akan menjadi acuan seluruh pemangku kepentingan di berbagai tingkatan pelayanan kesehatan baik propinsi maupun kabupaten/kota.
Dalam arahan Wakil Gubernur Gorontalo Idris Rahim saat setelah melantik BPRS mengatakan pentingnya pengawasan terhadap penyelenggaraan pelayanan di Rumah Sakit. Menurutnya tututan dan keluhan terhadap kualitas pelayanan merupakan hal yang tidak akan pernah habisnya.
Pasien BPJS Pekanbaru Kesulitan Dapat Layanan ICU
manajemenrumahsakit.net :: Pekanbaru, (Antarariau.com) – Seorang anggota keluarga peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan melapor ke Ombudsman Riau, setelah orang tuanya tidak mendapatkan layanan untuk ruang perawatan khusus atau “Intensive Care Unit” (ICU) diseluruh rumah sakit di Kota Pekanbaru.
“Padahal saat itu ibu saya, Emi Wati yang menderita gagal ginjal dalam keadaan sangat kritis, kemudian saya membawa beliau ke Rumah Sakit Awal Bros untuk mendapatkan perawatan ICU berbekal kartu BPJS Kesehatan miliknya. Namun ternyata pihak rumah sakit mengatakan tidak tersedia ICU untuk peserta BPJS dengan alasan ruang ICU penuh,” kata Medi, anak pasien BPJS Pekanbaru, di Pekanbaru, Selasa.
Kemudian, pihak rumah sakit mencoba membantu dengan mencarikan ruang ICU di rumah sakit lainnya di Pekanbaru, namun tidak berhasil dengan alasan yang sama. Anehnya, ia mengatakan pihak rumah sakit swasta terkemuka di Pekanbaru itu menawarkan agar orangtuanya dirawat sebagai pasien umum. Hal ini membuat dirinya kaget karena sebelumnya rumah sakit mengatakan tidak ada ruang ICU yang kosong untuk BPJS, namun untuk pasien umum tersedia.
Dengan tawaran rumah sakit tersebut, ia mengaku kecewa dan sempat keberatan karena setiap bulan orang tuanya terus rutin membayar premi asuransi ke BPJS Kesehatan. Selain itu, ia mengatakan orangtuanya telah lama menjadi anggota BPJS Kesehatan, bahkan sejak masih berbentuk dari PT Askes.
Terlebih lagi, arif RS Awal Bros juga cukup besar, sementara ia tidak lagi memiliki waktu untuk mencari rumah sakit lainnya.
“Saya tidak ada pilihan lagi karena ibu saya sudah kritis,” ujarnya.
Ia mengaku telah membayar Rp10 juta ke rumah sakit supaya ibunya bisa mendapat perawatan di ICU. Selebihnya, ia harus menyiapkan untuk biaya perawatan ibunya Rp6 juta per hari.
“Akhirnya saya harus menjual mobil saya hari itu juga guna mencukupi biaya rumah sakit. Dan saya jadi berfikir untuk apa menjadi anggota BPJS sementara tidak ada manfaatnya seperti ini,” keluhnya.
Pihak rumah sakit Awal Bros yang coba dihubungi Antara belum memberikan konfirmasi atas kasus ini. Sedangkan, Kepala Cabang BPJS Kesehatan Pekanbaru, Mairiyanto, belum bisa berkomentar banyak terkait keluhan pasien BPJS itu. “Kita konfirmasi dulu ke rumah sakitnya, ya Pak,” kata Mairiyanto ketika dihubungi Antara.
Sementara itu, Komisioner Ombudsman Riau, Bambang Pratama mengatakan dirinya telah menerima laporan dari Medi terkait layanan BPJS Kesehatan. Ia mengatakan Ombudsman akan menangani hal ini secara serius karena kejadian ini terjadi berulang kali.
“Kita sangat kecewa akan pelayanan rumah sakit yang berafiliasi dengan BPJS terhadap pengguna BPJS, dan kita akan mengambil sejumlah langkah penting guna mencegah terjadi kembali,” ujarnya.
Sebelumnya pada Januari 2015 lalu seorang pasien BPJS Kesehatan di Pekanbaru meninggal karena rumah sakit tidak memiliki ruang ICU dengan alasan ruang tersebut tidak lagi tersedia.
Sumber: antarariau.com
PHC Surabaya Siap Menjadi Pusat Layanan Jantung
manajemenrumahsakit.net :: Surabaya (Antara Jatim) – Rumah Sakit PHC (RS Pelabuhan) Surabaya optimistis siap menjadi pusat layanan jantung di Kawasan Indonesia Timur seiring upayanya meningkatkan jumlah alat penunjang untuk pemeriksaan pasien penyakit dalam.
“Dengan manajemen baru ini, kami perlu menambah beberapa peralatan. Tidak hanya untuk penyakit jantung tetapi stroke dan tulang,” kata Direktur Personalia PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) III (Persero) Toto Heli Yanto, ditemui saat melantik Direktur Utama RS PHC Surabaya Iwan Sabatini di Surabaya, Selasa.
Potensi menjadi pusat layanan jantung, ungkap dia, dikarenakan saat ini rumah sakit tersebut sudah memiliki ruang ICU yang terkoneksi langsung dengan ruang operasi.
Selain itu, sampai sekarang di masyarakat Jawa Timur salah satu infrastruktur itu sudah dikenal sebagai rumah sakit yang memberikan layanan sejajar dengan rumah sakit di Singapura.
“Kami harap setelah serah terima ini, Iwan Sabatini sebagai Direktur Utama bisa segera melakukan restrukturisasi dan membuat anak perusahaan,” ujarnya.
Menanggapi pernyataan itu, Direktur Utama RS PHC Surabaya, Iwan Sabatini menyatakan, siap memenuhi harapan PT Pelindo III (Persero). Apalagi saat ini rumah sakit tersebut sudah mendapatkan predikat Tipe B.
“Khusus penanganan pasien jantung, sampai sekarang kami telah menangani lima pasien bedah jantung,” ujarnya.
Bahkan, tambah dia, kelima pasien tersebut sudah menjalani operasi perdana pada tanggal 14 Februari lalu. Sementara, dalam waktu dekat atau pada hari Jumat mendatang (20/3) rumah sakit itu akan melakukan operasi bedah jantung kelima.
“Kemudian beberapa hari berikutnya segera dilaksanakan operasi keenam,” ujarnya.
Sementara itu, sebut dia, RS PHC Surabaya juga terus memberikan bukti kepada masyarakat khususnya mereka yang memiliki kartu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Hal itu terlihat dari kunjungan pasien BPJS yang mencapai 43.195 orang hingga akhir tahun 2014.
“Bahkan, kami melakukan pengembangan dengan didukung adanya pembangunan gedung lima lantai PHC Medical Centre,” katanya.
Fasilitas itu, lanjut dia, terdiri dari pusat pelayanan rawat jalan spesialis terpadu, hotel, dan kamar VVIP serta kamar operasi dan ICU yang terpadu. Untuk tahun 2015, pihaknya juga berkomitmen menjadi yang terbaik dan siap menghadapi masyarakat ekonomi ASEAN (MEA) 2015.(*)
Sumber: antarajatim.com
DPRD-BPJS Lampung Bahas JKN
manajemenrumahsakit.net :: Bandarlampung (Antara Lampung)- DPRD Kota Bandarlampung direncanakan pada Selasa pagi akan menggelar rapat dengar pendapat bersama BPJS Lampung, Dinas Kesehatan Kota Bandarlampung dan RS Imanuel Way Halim, di antaranya untuk membahas seputar pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Nasional di wilayah Bandarlampung.
Berdasarkan informasi yang didapatkan, rapat dengar pendapat itu akan dilaksanakan mulai pukul 10.00 WIB.
Masalah pelaksanaan JKN di wilayah Bandarlampung kerap mendapatkan sorotan dari masyarakat setempat.
Sebelumnya, para keluarga dan pasien peserta BPJS yang sedang menjalani pengobatan di RS Imanuel Bandarlampung, menyesalkan tindakan BPJS Lampung karena menghentikan sementara pelayanan kesehatan BPJS di rumah sakit swasta itu sehingga justru memperparah beban mereka.
“Akibat tindakan BPJS Lampung itu, kami yang akan sulit mendapatkan pelayanan kesehatan. Sejumlah rumah sakit lain sudah kami datangi, namun sudah penuh untuk hemodialisa. Padahal, nyawanya tergantung di peralatan cuci darah ini,” kata Ati, salah satu keluarga pasien.
“Kami mendapatkan pelayanan kesehatan yang prima, dan tidak pernah dipersulit, juga tidak pernah diminta biaya apapun. Kami juga pernah berobat ke sejumlah rumah sakit lainnya, namun pelayanan kesehatan di RS Imanuel ini yang justru kami nilai terbaik. Jadi, kami heran atas tindakan BPJS Lampung yang justru menyusahkan kami,” katanya.
Keluarga pasien lainnya, Nani dan Kiki, juga menyampaikan hal yang senada.
“Seharusnya BPJS Lampung melakukan audit pelayanan kesehatan dengan turun ke lapangan kalau ada laporan peserta BPJS yang mengeluhkan pelayanan suatu rumah sakit. BPJS menyerapnya jangan hanya berdasarkan laporan atau pemberitaan saja. Jangan hanya karena ada satu dua orang yang merasa tak puas atas pelayanan kesehatan; kemudian melaporkannya ke BPJS, maka semua peserta BPJS yang berobat di rumah sakit ini menjadi korbannya,” kata Kiki.
Keluarga dan pengguna BPJS lainnya menyebutkan hal lumrah jika ada pasien BPJS yang merasa tak puas atas pelayanan suatu rumah sakit, namun semestinya pengelola BPJS melihat pelayanan kesehatan yang diberikan rumah sakit itu secara menyeluruh, bukan secara kasus per kasus.
BPJS Lampung mulai 10 Maret sampai akhir Mei secara sepihak menghentikan sementara pelayanan kesehatan BPJS di RS Imanuel dengan alasan pihak rumah sakit tidak melayani kesehatan sesuai dengan kewajibannya, tidak memberikan fasilitas dan pelayanan kesehatan kepada peserta BPJS, dan memungut biaya tambahan kepada peserta di luar ketentuan.
Presiden Bahas BPJS
Sebelumnya di Jakarta, Jumat (27/2), Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menggelar rapat terbatas untuk membahas penyelenggaraan jaminan sosial bidang kesehatan.
“Saya ingin menanyakan beberapa hal tentang penyelenggaraan jaminan sosial kesehatan yang saya lihat di lapangan banyak keluhan masyarakat, terutama pembayaran di rumah sakit,” katanya.
Ia mencontohkan biaya rumah sakit yang mencapai Rp14 juta, hanya ditanggung oleh BPJS sebesar Rp4 juta. “Sisanya harus dibayar sendiri dan hal-hal lainnyan,” katanya.
Presiden juga menyoroti mengenai masalah potensi likuiditas (BPJS Kesehatan) yang enam bulan lalu ada masalah.
“Karena itu, saya ingin tahu kondisi “cash flow” dan apa penyebab timbulnya seperti apa, dan yang penting adalah bagaimana menyelesaikan, menyempurnakan semuanya,” katanya.
Dalam kesempatan terpisah, Ketua Komisi IX DPR, Dede Yusuf, meminta kenaikan tarif premi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan ditunda dulu, dan semestinya pemerintah perlu lebih fokus dalam membangun dan menyediakan infrastruktur kesehatan yang lebih baik.
“Perbaikan dan pengadaan infrastruktur kesehatan yang diutamakan dulu. Setelah pelayanan kesehatan sudah baik dengan tersedianya infrastruktur itu, baru tarif premi BPJS itu dinaikkan,” kata Dede Yusuf.
Ia mengharapkan pemerintah memperbesar anggaran kesehatan dalam APBN agar bisa mencapai 5 persen atau setidak-tidaknya 4 persen. Dengan tersedianya dana maka bisa dibangun infrastruktur kesehatan yang lebih baik, termasuk memperbanyak rumah sakit dan puskesmas/puskemas pembantu, serta tersedianya tenaga medis dan paramedis yang cukup.
Namun, ia mendukung dilaksanakannya audit menyeluruh atas BPJS untuk mengetahui penggunaan anggaran dan kinerja pelayanan kesehatan yang diterima masyarakat, termasuk untuk mengetahui penggunaan dana kapitasi di puskemas.
Sumber: antaralampung.com
Selain itu, ia juga mengharapkan BPJS menjalin kerja sama yang lebih baik dengan pengelola rumah sakit.
“BPJS itu hanya membayarkan tagihan, sedang yang tahu dan yang menangani masalah kesehatan adalah rumah sakit itu sendiri. Saya sudah usulkan agar di setiap rumah sakit ada pos pengaduan pelayanan BPJS yang menjadi acuan bagi pihak rumah sakit untuk memperbaiki pelayanannya. Harapan saya adalah BPJS aktif menjalin kerja sama dengan rumah sakit, karena yang yang memberikan pelayanan kesehatan adalah rumah sakit itu sendiri,” katanya.
Status 15 Puskesmas di DKI Naik Menjadi Rumah Sakit Tipe D
manajemenrumahsakit.net :: JAKARTA — Layanan kesehatan di wilayah DKI Jakatrtaa bakal terus ditingkatkan. Sebagai tindaklanjutnya, Pemprov DKI Jakarta segera menetapkan 15 puskesmas di lima wilayah Ibu Kota statusnya ditingkatkan menjadi rumah sakit tipe D.
“Pelayanan kesehatan di puskesmas kecamatan sudah melebihi standar yang ditetapkan, sehingga Puskesmas Kecamatan dapat ditingkatkan menjadi Rumah Sakit Kelas D,” terang Kepala Dinas Kesehatan DKI, Kusmedi, Selasa (17/3).
Dia merinci, di rumah sakit tipe D itu nantinya akan disediakan pelayanan medik, pelayanan farmasi, pelayanan klinik non klinik, dan rawat inap. Ada juga pelayanan dasar, pelayanan spesialis anak, pelayanan spesialis kebidanan, dedah dan penyakit dalam, serta pelayanan penunjang yaitu anastesi.
Penetapan puskesmas kecamatan menjadi rumah sakit tipe D dilakukan untuk meningkatkan standar pelayanan kesehatan kepada seluruh masyarakat. “Intinya, kita ingin mendekatkan akses pelayanan kesehatan di tengah-tengah masyarakat,” ujar Kusmedi.
Dengan berubahnya fungsi puskesmas kecamatan menjadi RSU Kecamatan Kelas D, katanya, telah ditunjuk puskesmas pengganti. Yakni puskesmas kelurahan yang dialihfungsikan menjadi puskesmas kecamatan di wilayah setempat.
Sumber: republika.co.id