MEDICAL TOURISM: DIMANA INDONESIA?
4. YANG MENDUKUNG UNTUK MENJADI TUJUAN MEDICAL TOURISM
Menurut Medical Tourist Eropa, saat seorang pasien asal Eropa mencari pelayanan kesehatan (di luar negeri), umumnya mereka akan fokus pada kredensial dokter dan melupakan faktor-faktor penting lainnya, yaitu antara lain lokasi (negara, daerah) dokter dan rumah sakit yang akan mereka tuju. Negara lokasi RS akan mempengaruhi banyak faktor terkait kualitas pelayanan yang akan diterima.
Sebuah situs yang khusus mengulas mengenai medical tourism, patientsbeyondborders.com, menyebutkan bahwa ada banyak faktor yang menyebabkan terbentuknya sebuah RS atau wilayah menjadi tujuan medical tourist. Berbagai faktor ini saling mempengaruhi dan menjadikannya sebagai suatu hal yang kompleks.
- Investasi pemerintah maupun pihak swasta dalam hal infrastruktur pelayanan kesehatan.
- Komitmen yang besar terhadap akreditasi internasional, quality assurance, dan transparansi outcome pelayanan
- Alur pasien internasional
- Adanya potensi penghematan biaya
- Transparansi dan stabilitas politik
- Kemudahan akses infrastruktur yang mendukung tourism
- Reputasi terkait kemampuan spesialistik
- Riwayat inovasi-inovasi dan pencapaian dalam pelayanan kesehatan
- Keberhasilan dalam mengadopsi praktek.praktek terbaik dan teknologi medis terkini
- Ketersediaan staf medis yang terlatih dan berpengalaman di level internasional
Medical Tourist Eropa memberikan petunjuk yang lebih sistematis dan detil pada masyarakat Eropa yang hendak mencari pengobatan ke luar negeri untuk memperhatikan hal-hal berikut. Negara dan asosiasi tenaga medis akan menjadi penentu berlakukan peraturan mengenai standar pelayanan kesehatan, terkait dengan:
- jumlah staf (profesional) yang dibutuhkan untuk menyelenggarakan pelayanan tersbeut
- peralatan yang dibutuhkan di RS, misalnya pembangkit listrik emergency, peralatan emergency di ruang pasien, dan sebagainya
- prosedur higienis yang diperlukan (yang standarnya berbeda-beda pada setiap negara)
- laporan mengenai kejadian tidak diinginkan yang terjadi, misalnya infeksi nosokomial dan sebagainya
- pendidikan dan pengalaman staf medis yang dibutuhkan
- regulasi mengenai penggunaan obat dan banyak lagi item-item yang lainnya.
Selain itu setiap negara juga memiliki budaya yang berbeda yang akan mempengaruhi perilaku, antara lain:
- etika kerja diantara para staf
- etika kebersihan diantara para staf
- etika perawatan diantara para staf. Apakah para staf memandang bahwa setiap pasien harus dirawat dengan baik, atau mereka menganggap ini adalah peluang usaha baru bagi dirinya dan negaranya
- tradisi medis dari budaya lokal. Jika pada staf secara historis ada budaya untuk melakukan penelitian medis, maka harapan staf biasanya akan lebih tinggi (terhadap output pelayanan)
Kondisi geografis negara juga akan membuat perbedaan:
- hampir semua negara tropis memiliki masalah dengan penyakit tropis, seperti malaria, DHF, demam berdarah dan yellow fever.
- Negara-negara tropis biasanya membutuhkan inokulasi dan pasien/visitor harus meminum tablet anti malaria sebelum masuk ke negara tersebut, yang harus dikonsumsi 1 bulan sebelum dan 1 bulan sesudah meninggalkan negara tersebut. Efektivitas tablet malaria adalah 50% dan malaria merupakan penyakit seumur hidup
Jika negara yang dituju merupakan negara kecil yang terisolasi, pasien harus yakin bahwa ada prosedur emergency yang dapat dilakukan jika sewaktu-waktu dibutuhkan. Masalah penyakit yang menular lewat darah dan transplantasi organ atau jaringan juga merupakan isu penting yang perlu mendapat perhatian pasien sebelum memutuskan menjalani prosedur di negara lain. Disarankan untuk membawa persediaan dari negara asal untuk mengurangi risiko penularan AIDS, Hepatitis dan penyakit lainnya. Sistem hukum di negara tujuan juga penting untuk menjamin pengguna layanan kesehatan dalam melakukan tuntutan hukum jika terjadi kesalahan atau malpractice.
Sebagai penutup, Medical Tourism Eropa menyatakan bahwa pengguna layanan kesehatan harus merasa bebas dari rasa takut saat akan melangkah memasuki halaman RS dan mereka harus bisa mendapatkan manfaat dari perjalanan jauh tersebut dan menikmati dibagian manapun mereka berada di negara yang mereka tuju tersebut.
Asian Hospital Health Care and Management menyarankan bahwa jika sebuah RS hendak menyasar pasien-pasien asing (bukan ekspatriat yang tinggal dan bekerja di dalam negeri), ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu:
- biaya yang rendah dan terapi medis yang masuk akal
- prosedur terapi berstandar internasional didukung oleh teknologi kedokteran terkini dan tenaga profesional yang handal
- akreditasi RS yang:
- fokus pada pasien
- berorientasi pada hasil
- memiliki pusat-pusat layanan pasien domestik dan internasional
- bagian pemasaran yang powerful untuk melakukan pemasaran yang agresif
Akreditasi RS yang dilakukan dengan standar JCI, ISO, OSHA dan sebagainya merupakan jaminan mutu, patient safety dan teknologi terkini serta sistem yang terorganisir dengan baik.
2. Murah, Biaya Pelayanan Kesehatan di Asia dan Afsel
3. Potensi Pasar Medical Tourism
5. Mengapa Indonesia Belum Bisa Menjadi Tujuan Medical Tourism Pilihan?
6. Seberapa Siapkah RS-RS di Indonesia?
MEDICAL TOURISM: PELUANG ATAU ANCAMAN BAGI RS DI INDONESIA?
2. MURAH, BIAYA PELAYANAN KESEHATAN DI ASIA DAN AFSEL
Besarnya biaya pelayanan yang bisa dihemat bila masyarakat Amerika berobat ke luar negeri:
Costa Rica : 40-65%
India : 65-90%
Korea : 30-45%
Malaysia : 65-80%
Mexico : 40-65%
Singapore : 30-45%
Taiwan : 40-55%
Thailand : 50-70%
Turkey : 50-65
(Sumber: patientsbeyondborders.com)
Sebuah artikel yang dipublikasi oleh Universitas Delaware menyebutkan bahwa biaya operasi di India, Thailand atau Afrika Selatan mencapai sampai sepersepuluh dari biaya di Amerika atau Eropa Barat, bahkan bisa lebih rendah dari itu. Penggantian katup jantung di Amerika menelan biaya $200,000 atau lebih, sedangkan di India hanya $10,000 termasuk paket biaya perjalanan. Contoh lain operasi lutut di Thailand plus enam hari fisioterapi biayanya seperlima dari biaya di Amerika. Operasi Lasik biayanya sekitar $3,700 di Amerika, padahal banyak Negara yang mampu memberikan layanan ini seharga $730. Bedah kosmetik bahkan bisa menghemat lebih besar lagi: full-facelift di Amerika berbiaya $20,000, di Afrika Selatan hanya $1,250.
Sedangkan menurut situs treatmentabroad, dari survey Abroad Medical Tourism yang telah dilakukan di Inggris hasilnya adalah sebagai berikut:
- 71% mengatakanbahwa mereka telah menghemat lebih dari £2,000 dengan melakukan perjalanan ke luar negeri. 12.7% mengatakan bahwa mereka menghemat lebih dari £10,000 dengan menjalani pengobatan di luar negeri. Penghematan terbesar terjadi pada perawatan gigi dan ortopedi.
- lama hari rawat pasien adalah tiga hari, dengan lama perjalanan seluruhnya adalah 16 hari. Hari rawat terpanjang adalah pada pasien ortipedik dan hari rawat tersingkat adalah pada pasien obesitas.
3. Potensi Pasar Medical Tourism
4.Yang Mendukung untuk Menjadi Tujuan Medical Tourism
5. Mengapa Indonesia Belum Bisa Menjadi Tujuan Medical Tourism Pilihan?
6. Seberapa Siapkah RS-RS di Indonesia?
Medical Tourism: Dimana Indonesia?
MEDICAL TOURISM: DIMANA INDONESIA?
1. MEDICAL TOURISM TREND
Seorang wanita Nigeria yang sedang hamil tua baru-baru ini
terbang sejauh lebih dari 3.000 mil dari negaranya menuju UK untuk melahirkan. Medicaltourist.com menyebutkan bahwa pasien memaksa diri terbang jauh dan langsung menuju RS untuk menjalani caesar emergency setelah dokter di negara asalnya mendapati dari hasil USG bahwa ada komplikasi dalam kehamilannya. Para dokter yang menyebut pasien mereka „turis medis“ menuntut pelayanan yang membutuhkan sumber daya yang sangat besar di kamar bersalin, meliputi para bidan, dua konsultan urologi, seorang konsultan radiologi, dua orang konsultan obstetrik dan dua orang ahli anestesi. Ibu dan bayi pada minggu yang sama direncanakan sudah bisa keluar dari RS.
Sementara itu Business Week menulis bahwa banyak perusahaan asuransi kesehatan di Amerika merekomendasikan pemegang polisnya untuk menjalani prosedur medis di luar negeri karena biaya di Amerika yang jauh lebih tinggi [Murah, Biaya Pelayanan Kesehatan di Asia dan Afsel] jauh lebih rendah, sementara kualitas pelayanan yang ditawarkan di negara lain (khususnya di Asia) setidaknya memenuhi standar yang ditetapkan perusahaan asuransi. Orang-orang yang tidak tercover asuransi memilih untuk menjalani perawatan kesehatan di perbatasan Mexico.
Tahun 2010 lalu ada 6 RS di Asia yang masuk sebagai 10 RS terbaik dalam hal medical tourism versi MTQUA (Medical Travel and Tourism Quality Alliance) diantaranya adalah Fortis (formerly Wockhardt) Hospital, Bangalore, India (urutan pertama), Gleneagles Hospital, Singapore (urutan kedua), Prince Court Medical Centre, Kuala Lumpur, Malaysia (urutan ketiga), Bumrungrad International, Bangkok, Thailand (urutan keenam), Bangkok Hospital Medical Center, Bangkok, Thailand (urutan ketujuh) dan Wooridul Spine Hospital, Seoul, Korea (urutan kedelapan). Sedangkan berdasarkan versi Nu Wire Investor, negara tujuan medical tourism yang paling digemari adalah Panama, Brazil, Malaysia, Costa Rica dan India. Negara-negara ini terpilih karena kualitas dan kemampuannya dalam memberikan pelayanan kesehatan selain juga kemampuan berbahasa Inggris sehingga menghilangkan barier komunikasi antara tenaga kesehatan dengan pasien.
Setiap ada pemeringkatan RS seperti ini, Indonesia tidak pernah masuk sebagai nominator. Padahal Indonesia, khususnya Bali masih masuk sebagai salah satu tempat tujuan wisata terfavorit dunia (urutan ke 24 menurut versi traveleye.com).
Disisi lain pemerintah Indonesia sendiri sedang gencar-gencarnya mempromosikan wisata alam, wisata budaya, hingga wisata kuliner ke seluruh dunia. Masih lekat dalam ingatan bagaimana gigihnya pemerintah memperjuangkan agar Pulau Komodo masuk dalam 7 keajaiban dunia. Juga sudah banyak upaya untuk menjadikan Indonesia sebagai tempat pembuatan film dengan latar belakang alam dan budaya Indonesia yang sangat khas. Namun belum ada usaha untuk menjadikan Indonesia sebagai destinasi wisata kesehatan. Bahkan orang Indonesia sendiri yang ramai-ramai mencari pengobatan ke luar negeri.
The Jakarta Post mengutip perusahaan konsultan dan bisnis Frost and Sullivan bahwa tahun 2008 ada 288.000 orang Indonesia yang mencari pengobatan di RS-RS di Malaysia. Jumlah ini meningkat dari tahun-tahun sebelumnya yang mencapai 221.530 orang (2007) dan 170.414 (2006). Sementara itu menurut Asian Health Care and Hospital Management, tahun 2006 ada hampir 300.000 orang asing yang berobat di RS-RS Malaysia. Artinya, orang Indonesia mengisi lebih dari 50% kapasitas pelayanan pelayanan kesehatan untuk orang asing di Malaysia. Orang Indonesia yang berobat ke Singapura menurut The Jakarta Post mengalami sedikit penurunan dari tahun 2006 ke 2007 meskipun jumlahnya masih sangat banyak, yaitu dari 266.500 (2006) menjadi 200.266 (2007).
2. Murah, Biaya Pelayanan Kesehatan di Asia dan Afsel
3. Potensi Pasar Medical Tourism
4. Yang Mendukung untuk Menjadi Tujuan Medical Tourism
5. Mengapa Indonesia Belum Bisa Menjadi Tujuan Medical Tourism Pilihan?
6. Seberapa Siapkah RS-RS di Indonesia?
RSUD Paniai Normal
“Intimidasi itu tidak benar. Pelayanan kesehatan masih berjalan normal. Cuma memang ada kejadian, tapi itu biasa,” kata Yosep ketika dihubungi dari Jakarta, Rabu (22/8/2012).
Yosef mengatakan, beberapa petugas kesehatan meninggalkan rumah sakit lantaran tengah dilakukan renovasi. Kemungkinan, kata dia, situasi itu dimanfaatkan oleh oknum petugas dengan menyebarkan informasi yang tidak benar.
“Ngga ada apa-apa. Saya telepon Kapolres dibilang situasi aman-aman saja. Keamanan terkendali,” pungkas Yosep.
Seperti diberitakan, Koordinator Dewan Kesehatan Rakyat Papua-Papua Barat Donald Haipon menyebut aparat keamanan melakukan intimidasi kepada petugas rumah sakit. Intimidasi itu disebut ketika aparat keamanan membawa Yohan. Akibatnya, petugas dan pasien disebut keluar dari rumah sakit.
Brigadir Yohan tertembak ketika tengah mencuci mobil di Bandara Enarotali. Belakangan, penembakan itu diklaim dilakukan oleh anggota Organisasi Papua Merdeka. Yohan mengalami luka tembak di punggung kiri. Menurut pihak rumah sakit, Yohan sudah meninggal dunia dalam perjalanan menuju RSUD.
Sumber: KOMPAS.com
Diintimidasi, Petugas dan Pasien RSUD Paniai Kabur
Rabu, 22 Agustus 2012 | 11:46 WIB
JAKARTA- Seluruh petugas Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Paniai, Papua, serta pasien yang tengah dirawat meninggalkan rumah sakit sejak Selasa (21/8/2012) malam, akibat intimidasi dari aparat keamanan pascatertembaknya seorang anggota Brimob.
Kondisi itu diungkapkan Koordinator Dewan Kesehatan Rakyat Papua-Papua Barat Donald Haipon ketika dihubungi dari Jakarta, Rabu (22/8/2012).
Donald mengatakan, ketika itu aparat keamanan membawa seorang anggota Brimob yang tertembak ke RSUD. Belakangan diketahui penembakan itu dilakukan oleh anggota Organisasi Papua Merdeka.
Aparat keamanan itu, kata Donald, memaksa petugas rumah sakit agar segera menolong. “Mereka mendesak dengan bahasa-bahasa yang kasar. Padahal petugas sudah berupaya,” kata Donald mengutip keterangan relawan di Painai.
Akhirnya, nyawa anggota Brimob itu tak terselamatkan. Merasa terintimidasi, kata dia, seluruh petugas rumah sakit dan pasien keluar dari rumah sakit. “Pasien yang sakit berat dan ringan dilepaskan infusnya lalu pulang. Perawat-perawat juga memilih pulang. Rumah sakit dikuasai aparat keamanan,” kata Donald.
Donald belum mengetahui persis berapa jumlah pasien dan perawat yang berjaga ketika itu. Dia mengaku tengah terus mengontak relawan di Pianai untuk mengetahui perkembangan terakhir. “Saat ini putus kontak. Kondisi terakhir rumah sakit belum dicek,” kata dia.
Seperti diberitakan, selain menewaskan seorang polisi, lima warga juga tewas tertembak di lima tempat berbeda di Papua dalam enam hari terakhir. Pasca-penembakan polisi di Enarotali, kota itu menjadi lengang. Polisi meminta warga untuk tinggal di rumah.
Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto, di Jakarta, Selasa, menuturkan, motif penembakan di Paniai masih dalam penyelidikan. “Saya menginstruksikan agar dilakukan pengejaran terhadap pelakunya,” kata Djoko.
Sumber: KOMPAS.com
Ratusan Ribu Warga China Dipaksa ke Dokter Jiwa
Rabu, 22 Agustus 2012 | 20:50 WIB
BEIJING- Ratusan ribu warga China, termasuk sejumlah pembangkang, setiap tahunnya dipaksa ke rumah sakit-rumah sakit jiwa. Langkah bersifat paksaan ini kadang merupakan bentuk hukuman yang diterapkan penguasa China kepada warganya.
Kelompok hak asasi China, Chinese Human Rights Defenders (CHRD), Rabu (22/8/2012), sebagaimana dikutip kantor berita AFP melaporkan, penguasa China kerap menahan dan memasung aktivis, pembangkang, dan pengritik yang sebenarnya sehat dan kuat. “Mereka dipasung tak ubahnya punya penyakit gila,” ujar Renee Xia, Direktur Internasional CHRD dalam laporannya.
Cara ini bukan hanya membatasi kebebasan dengan alasan tidak mampu, tetapi juga melanggar hak asasi warga karena semakin sedikit bagi mereka mendapatkan bantuan hukum dan akuntabilitas. Dengan dimasukan ke rumah sakit jiwa, mereka menjadi sasaran paksa bagi perawatan medis dan penyiksaan fisik seperti sengatan listrik.
Kadang langkah ini tanpa memberitahu sanak keluarga ataupun pengacara. Mereka tak punya peluang mengajukan hal ini kepengadilan. Langkah yang dilakukan pengusaha China ini jelas sebuah pelanggaran tingkat tinggi. Laporan ini disiapkan untuk laporan tinjauan ke PBB bulan depan berkaitan dengan posisi China dalam memenuhi Konvensi Hak-hak Personal kaum cacat yang diratifikasi tahun 2008.
Disebutkan, mereka yang dipaksakan menjadi pasien ini kerap dibawah penjagaan. Penguasa China yang akan memutuskan kapan mereka ini akan dibebaskan. Secara hukum, penjagaan hanya dilakukan jika pasien dinyatakan melanggar hukum. Studi ini dibuat berdasarkan evaluasi atas 60 kasus di seluruh China dan wawancara atas 15 mantan pasien dokter jiwa.
Sumber: KOMPAS.com
Obat Baru untuk Menghentikan Kecanduan Heroin dan Morfin
Kamis, 23/08/2012 09:54 WIB
Jakarta, Meski awalnya dipakai untuk mengobati nyeri biasa atau depresi, orang-orang yang kadung terjebak dalam penggunaan obat-obatan opioid (pereda nyeri) seperti heroin dan morfin umumnya kesulitan untuk menghentikan konsumsi barang tersebut.
Hal inilah yang mendorong terjadinya penyalahgunaan obat-obatan dan menimbulkan efek samping negatif yang luar biasa seperti kecanduan berat dan kematian akibat overdosis.
Namun para ilmuwan telah berhasil menemukan cara baru untuk menghentikan kecanduan terhadap heroin dan morfin, namun tak kehilangan manfaatnya sebagai pereda nyeri.
Tim peneliti dari University of Adelaide dan University of Colorado telah berhasil menemukan mekanisme kunci dari sistem kekebalan tubuh yang dapat memperkuat tingkat kecanduan seseorang terhadap obat-obatan opioid.
Bahkan studi ini juga menemukan obat yang sebenarnya sudah lama ditemukan namun ternyata mampu menghambat respons sistem kekebalan tubuh terhadap kecanduan secara selektif yaitu (+)-naloxone.
Temuan ini tentu dapat menepis pesimisme pecandu yang ingin berhenti menggunakan narkotika dan masyarakat yang pada umumnya percaya kondisi kecanduan semacam ini sangat sulit untuk diobati.
“Studi ini telah menunjukkan bahwa kami dapat menghentikan kecanduan obat melalui sistem kekebalan otak tanpa mempengaruhi otak itu sendiri,” ujar ketua tim peneliti, Dr. Mark Hutchinson, ARC Research Fellow di School of Medical Sciences, University of Adelaide.
“Baik sistem saraf pusat maupun kekebalan tubuh sebenarnya memainkan peranan penting dalam menciptakan kondisi kecanduan, namun studi ini menunjukkan bahwa kita hanya perlu memblokir respons kekebalan di dalam otak untuk mencegah kecanduan terhadap obat-obatan opioid,” lanjutnya.
Lalu peneliti memfokuskan penelitiannya pada reseptor kekebalan yang dikenal sebagai Toll-Like Receptor 4 (TLR4). “Obat-obatan opioid seperti morfin dan heroin terikat pada TLR4 sama halnya dengan respons kekebalan normal yang terikat pada sejumlah bakteri. Masalahnya, TLR4 ini akan bertindak sebagai penguat kecanduan itu sendiri,” terang Dr. Hutchinson.
“Dari sini kami tahu jika (+)-naloxone dapat menghentikan kecanduan secara otomatis, termasuk mematikan kebutuhan untuk mengonsumsi opioid, menghentikan perilaku yang berkaitan dengan kecanduan dan mendorong otak untuk tak lagi menghasilkan dopamine, senyawa kimia yang berfungsi menyediakan sensasi ‘reward’ dari opioid,” tambahnya seperti dilansir dari health24, Kamis (23/8/2012).
Obat yang digunakan untuk menghentikan kecanduan, (+)-naloxone sebenarnya diciptakan oleh Dr. Kenner Rice pada tahun 1970-an. Namun baru kali ini ilmuwan percaya (+)-naloxone akan sangat bermanfaat jika diformulasikan bersama morfin sehingga pasien yang memerlukan pereda nyeri akut takkan menjadi kecanduan terhadap obat-obatan opioid karena mengonsumsi morfin namun masih mendapatkan manfaat dari pereda nyerinya.
Jika memungkinkan, peneliti juga mengungkapkan bahwa percobaan klinisnya akan segera digelar dalam 18 bulan ke depan.
Sumber: detik.com
Tetap Bugar Setelah Kepala Tertembus Besi Sepanjang 2 Meter
Kamis, 23/08/2012 09:24 WIB
Rio de Janeiro, Jika bukan karena keajaiban Tuhan, maka Leite mungkin tak dapat bertahan hidup. Betapa tidak? Pria berusia 24
tahun yang sehari-hari berprofesi sebagai pekerja konstruksi ini tertusuk batang besi sepanjang hampir 2 meter di bagian atas kepala dan menembus bagian atas hidungnya. Beruntung, nyawanya masih dapat terselamatkan. Bahkan ia merasa seperti tidak terjadi apa-apa.
Hari itu adalah hari yang nahas bagi Leite. Ia tengah mengerjakan proyek bangunan di Rio de Janeiro, Brazil dan secara tidak sengaja sebuah batang besi tejatuh dari lantai 5 gedung yang sedang ia bangun. Tiang besi itu menghujam topi proyeknya yang keras dan masuk bagian ke atas tengkorak kemudiaan menembus tulang tengkorak di antara kedua matanya.
Leite pun segera dibawa ke Rumah Sakit Miguel Couto di Rio de Janeiro dan menjalani operasi selama 5 jam untuk mencabut tiang besi yang menancap di kepalanya. Luiz Alexandre Essinger, kepala rumah sakit Miguel Couto terkejut akan keberhasilan operasi ini. Ia makin terkejut setelah melihat kondisi Leita yang seolah-olah tidak merasakan ada peristiwa mengerikan yang baru saja ia alami.
“Dia dibawa ke ruang operasi, tengkoraknya dibuka, tim dokter memeriksa otak dan dokter bedah memutuskan untuk menarik batang besi keluar ke depan sesuai arah yang sama saat memasuki otak. Ini benar-benar keajaiban. Leite selamat,” kata Essinger seperti dilansir Daily mail, Kamis (23/8/2012).
Essinger mengatakan bahwa Leite masih sadar ketika tiba di rumah sakit. Bahkan Leite sempat diberitahukan dengan jelas apa yang terjadi kepadanya. Yang lebih mencengangkan, Leite tidak menunjukkan dampak negatif apa pun setelah menjalani operasi.
“Hari ini dia masih terjaga dengan baik sambil mengutarakan beberapa keluhan setelah menjalani operasi selama 5 jam. Dia bilang merasa sedikit sakit,” kata Essinger.
Kecelakaan dan pembedahan yang dialami Leite sudah berlangsung pada hari Rabu, (15/8/2012) lalu. Meskipun demikian, istri Leite masih shock dengan peristiwa mengerikan yang menimpa suaminya itu. Sampai sat ini, ia masih setia menemani suaminya di ruang inap rumah sakit.
“Mereka mengatakan kepada saya ia terbaring dalam ambulans dengan tiang besi yang mengarah ke atas. Dia memegang besi itu dan wajahnya berlumuran darah. Wajahnya seolah-olah menunjukkan tidak ada hal aneh yang terjadi. Ketika tiba di rumah sakit ia mengatakan kepada dokter ia tidak merasakan apa-apa, tidak sakit, tidak ada. Sulit dipercaya,” kata istri Leite, Lilian Regina da Silva Costa.
Ruy Monteiro, kepala bedah saraf rumah sakit Miguel Couto menjelaskan bahwa jika tiang tersebut menancap di bagian sebelahnya beberapa cm saja, maka Leite akan kehilangan salah satu mata dan sisi kiri tubuhnya menjadi lumpuh. Beruntung tiang besi itu mengenai daerah otak yang tidak terlalu krusial, namun memasuki daerah yang tak memiliki fungsi secara spesifik. Leite diperkirakan akan tetap dirawat di rumah sakit setidaknya selama 2 minggu.
Sumber: detik.com
Eka Hospital Terapkan Satu Tarif untuk Konsultasi Beberapa Dokter Spesialis
17/07/2012 10:26:16 PM
Jakarta – Eka Hospital memperkenalkan program pelayanan medis terpadu dengan kebijakan satu tarif. Melalui program tersebut, pasien dapat berkonsultasi dengan beberapa dokter spesialis dengan hanya membayar satu kali jasa pelayanan.
“Layanan seperti ini merupakan yang pertama di Indonesia. Walaupun pasien melakukan konsultasi dengan banyak dokter spesialis, mereka hanya bayar untuk satu dokter spesialis. Ini mengurangi beban biaya pasien,” ujar Corporate Managing Director Eka Hospital Dr Esther Nurima di Jakarta, kemarin.
Menurut Esther, bila konsultasi dengan dokter spesialis tersebut merupakan hasil dari rekomendasi dari dokter umum atau dokter yang menangani pasien itu. Pasien yang mengalami sakit dengan kategori berat biasanya akan mendapatkan pelayanan dari tiga dokter spesialis seperti halnya sakit penyakit dalam.
Esther menambahkan, pasien akan merasa lebih ringan dengan Integrated Care with One Price Solution, karena biasanya mereka merasa berat kalau harus ke beberapa dokter spesialis sendiri. Dari segi biaya juga lebih meringankan pasien.
Namun, menurut Esther, pelayanan medis medis satu tarif dilakukan pada hari tersebut, di luar biaya tindakan medis, penunjang medis dan obat-obatan.
Sementara itu, Kepala Komite Medis Eka Hospital Dr Sukman Tulus Putra program Integrated Care with One Price Solution ini berlaku untuk pasien yang dirawat inap yang hanya dikenakan biaya inap per hari. Bila ada lima dokter spesialis yang menangani, maka hanya dikenakan satu tarif.
Meski pasien hanya bayar untuk satu dokter spesialis, menurut Dr Sukman, tetapi itu tidak mengurani pelayanan yang diberikan karena hal itu merupakan utama.
Mengenai biaya, menurut Dr Sukman, itu tergantung dari jenis penyakit pasien. Misalnya konsultasi penyakit dalam, Eka Hospital mengenakan biaya Rp 260 ribu.
“Tetapi, kalau pasien tersebut direkomendasikan ke dokter lainnya, maka hanya bayar satu kali saja yakni dokter spesialis penyakit dalam,” ujar Dr Sukman.
Sumber: pdpersi.co.id










