Silakan login untuk mengakses laman berikut
Pemeriksaan USG Gratis untuk Konsumen Sarihusada
Sarihusada melalui brand SGM Bunda menggelar kegiatan ‘Mobile Clinic’ di 150 lokasi di wilayah Cimahi, Purwakarta, Cianjur dan
Kabupaten Bandung. Acara ini digelar dalam rangka mendekatkan diri kepada konsumen melalui pendidikan dan konsultasi gizi, serta pemeriksaan kehamilan menggunakan alat Ultra Sonografi (USG).
“Hasil riset kami menunjukkan masih banyaknya ibu hamil yang memiliki kekurangan gizi mikro dan protein. Di program mobile Clinic ini kami mengajak ibu-ibu hamil untuk melakukan konsultasi tentang status gizi mereka dengan ahli nutrisi kami. Selain itu, kami juga menawarkan pemeriksaan kehamilan menggunakan USG kepada konsumen. Hari ini, kami menyelenggarakan Mobile Clinic di dua lokasi di Kabupaten Bandung Barat. Yang dihadiri ratusan ibu hamil, menyusui serta anak-anak balita,” kata Arif Mujahidin, Corporate Affairs Head PT Sarihusada dalam siaran persnya, Kamis (19/9/2012).
Dalam kegiatan Mobile Clinic di kawasan Bandung Barat tersebut, banyak ibu-ibu hamil yang baru pertama kali melakukan pemeriksaan USG. Sebagian besar para calon ibu tersebut mengaku senang bisa memeroleh kesempatan melakukan pemeriksaan USG.
“Ini kehamilan kedua saya, anak pertama saya sudah berusia 12 tahun. Saya belum pernah memeriksakan kehamilan melalui alat USG, saya senang bisa melakukannya disini dan berkonsultasi langsung dengan dokter sehingga saya lebih percaya diri dalam menjalani masa kehamilan ini,” kata ibu Ani, salah satu pengunjung.
Program Mobile Clinic sendiri merupakan program pertama kali yang dilakukan tahun ini. Propinsi Jawa Barat dipilih sebagai lokasi penyelenggaraan Mobile Clinic karena masih banyak ibu hamil dan menyusui yang status kecukupan gizinya belum sempurna, jelas Arif.
Program Mobile Clinic akan berlangsung hingga bulan Desember dan diharapkan bisa menjangkau 7000 ibu hamil dan menyusui di 450 Posyandu di Jawa Barat.
Sumber: KOMPAS.com
Tingkatkan Layanan, ASBI Gandeng RS Singapura
Jakarta — PT Asuransi Bintang Tbk (ASBI) menggandeng salah satu rumah sakit di Singapura, Raffles Hospital Singapore, dalam
menyediakan pelayanan kesehatan bagi peserta asuransi kesehatan perseroan.
Presiden Direktur ASBI, Zafar D. Idham, mengungkapkan Singapura selain merupakan negara yang banyak dikunjungi masyarakat Indonesia untuk sekadar berwisata dan berbelanja, juga menjadi salah satu negara yang dituju dalam mendapatkan pelayanan medis.
“Perseroan berkomitmen memberikan layanan maksimal bagi peserta asuransi Bintang Medical Sharia (BMS) berupa layanan non tunai (cashless) dan tidak menyulitkan peserta,” katanya ketika ditemui wartawan di Jakarta, Senin (17/9).
Zafar menambahkan Raffles Hospital merupakan salah satu rumah sakit terkemuka di Singapura dan saat ini menjadi satu-satunya rumah sakit luar negeri yang bekerjasama dengan perseroan.
“Kerjasama yang dilakukan ini melalui salah satu produk unggulan yang dimiliki yaitu Asuransi Bintang Medical Sharia (BMS) yaitu asuransi kesehatan kumpulan (group medical insurance) yang disediakan bagi karyawan suatu perusahaan,“ terangnya.
Lebih lanjut ia menjelaskan kerjasama dengan Raffles Hospital ini bertujuan untuk memberikan layanan utama bagi peserta spesifik, seperti anggota direksi atau komisaris di perusahaan yang menjadi nasabah perseroan.
“Dari total peserta, sekitar 5% merupakan peserta level atas, seperti board of director,” jelasnya.
Hingga saat ini, total peserta asuransi MBS mencapai 21.000 peserta, dengan jumlah penyedia layanan kesehatan (provider) bagi produk asuransi kesehatan perseroan telah mencapai lebih dari 450 provider, yang terdiri dari rumah sakit, rumah sakit ibu dan anak, klinik, dan laboratorium kesehatan yang tersebar di Indonesia.
Sumber: imq21.com
PERTEMUAN I: PERUBAHAN LINGKUNGAN DAN INFORMASI AKUNTANSI
Silakan login untuk mengakses laman berikut
Pelatihan Sistem Akuntansi Rumah Sakit
Pengantar
Program Revolusi KIA yang dicanangkan oleh Gubernur NTT merupakan strategi untuk menurunkan angka kematian ibu dan anak yang masih cukup tinggi di NTT. Untuk melaksanakan strategi ini, salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan meningkatkan kemampuan para pemimpin di bidang kesehatan, dalam hal ini direktur RSUD dan Kepala Dinas Kesehatan kabupaten/kota. Hal ini didasari pada pemikiran bahwa Kepemimpinan dan Manajemen merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan program kesehatan pada setiap tatanan organisasi kesehatan. Peningkatan kapasitas kepemimpinan ini dilakukan dalam bentuk program Performance Management and Leaderhip (PML).
Kegiatan pelatihan sistem akuntansi rumah sakit ini adalah untuk mendukung kegiatan yang diharapkan PML yaitu mempersiapkan RSUD menjadi BLUD. Sesuai amanah Undang-Undang No 44 tahun 2009, tentang Rumah Sakit pasal 7 dan pasal 20, maka seluruh Rumah sakit pemerindah harus dijalankan dengan menggunakan pola pengelolaan keuangan. Sebagai BLUD, maka RSUD diharuskan menyusun laporan keuangan berbasiskan Standar Akuntansi Keuangan (SAK).
Sesuai dengan amanat peraturan Permendagri No. 61 Tahun 2007, Pasal 116 dan Pasal 117 menjelaskan Akuntansi dan pertanggungjawaban BLUD untuk keuangan. Badan Layanan Umum Daerah sebagai sebuah badan usaha dapat dikatakan telah dikelola secara baik bila telah memenuhi prinsip-prinsip independen, responsibel, transparan dan akuntabel. Guna diperolehnya laporan pertanggungjawaban yang memenuhi standar akuntansi keuangan yang lazim tersebut, diperlukan adanya suatu penelaahan (review) terhadap sistem informasi akuntansi yang ada agar selaras dengan tujuan dan pelaporan keuangan organisasi.
Tujuan:
- Peserta pelatihan dapat memahami sistem informasi akuntansi rumah sakit
- Peserta pelatihan dapat memahami penyusunan laporan keuangan
- Diharapkan peserta pelatihan dapat menyusun laporan keuangan dengan berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan
Narasumber Tim PMPK:
- DR. Anastasia Susty Ambarriani., Akt., MSc
- Yos Hendra SE., MM., Akt
- Barkah Wahyu Prasetyo SE., Akt
Materi Pelatihan:
[seatt-form event_id=2]
Tangerang Mulai Bangun RS Gratis
TANGERANG, Setelah meluncurkan program gratis biaya kesehatan bagi 1,8 juta untuk warga Kota Tangerang, Pemerintah Kota (Pemkot) Tangerang mulai membangun Rumah Sakit Umum Kota (RSUK) Tangerang. Sarana dan prasarana yang dibangun di tempat ini akan digunakan khusus untuk melayani pengobatan gratis bagi warganya.
“Boleh jadi, Kota Tangerang yang pertama kali membangun rumah sakit umum yang melayani pengobatan gratis di seluruh Indonesia,” kata Wali Kota, Wahidin Halim seusai acara peletakan batu pertama pembangunan RSUK Tangerang, di Perumahan Moderland, Kelurahan Kelapa Jaya, Kecamatan Tangerang, Senin (17/9/2012).
Selain bisa berobat ke RSUK, lanjut Wahidin, warga juga bisa berobat ke-28 rumah sakit yang telah bekerjasama dengan Pemkot Tangerang. “Syaratnya sama, yang penting warga Kota Tangerang dan tinggal menunjukkan KTP dan atau KK saja,” kata Wahidin.
RSUK dibangun di atas lahan seluas 14.000 meter persegi (m2). Pembangunan fisik bangunan 15.630 m2 dibagi dalam dua tahap, yakni tahun anggaran 2012 dan 2013. Tahap I sebesar Rp 44 miliar dan tahap II Rp 71 miliar. Dengan total keseluruhan biaya diperkirakan mencapai 115 miliar.
Adapun bangunan meliputi 3 bagian, bagian I (5 lantai), bagian II (3 lantai) dan bagian III (2 lantai). Dengan kapasitas 30 ruang rawat inap dengan 120 tempat tidur.
Sumber: KOMPAS.com
Pengantar
Pentingnya Standar Mutu dan Pelayanan Pasien
Guna memastikan apakah lembaga-lembaga pelayanan kesehatan di Australia menerapkan standar mutu dan keselamatan pasien, ada 15 lembaga yang bergerak di bidang akreditasi lembaga pelayanan kesehatan, salah satunya adalah ACHS (Australian Council on Healthcare Standard). Di Indonesia, lembaga ini setara dengan KARS. Namun, “bisnis” ACHS bukan hanya akreditasi, melainkan memberikan framework pengembangan mutu di lembaga pelayanan kesehatan, khususnya RS. Ringkasan mengenai ACHS dapat diikuti disini.
ACHS
Kantor ACHS di Sydney
Minggu kedua diawali dengan tiga hari workshop di ACHS untuk menggali lebih dalam mengenai lembaga akreditasi Australia ini. ACHS (Accreditation Council on Healthcare Standars) adalah salah satu dari beberapa lembaga akreditasi yang ada di Australia. Lembaga yang didirikan tahun 1974 ini bersifat independen, not for profit, serta didorong oleh para stakeholder dan para pemilik industri. ACHS mewakili 30 organisasi yang terdiri dari organisasi profesi, penggunalayanan kesehatan, peak industry body dan pemerintah (yang terdiri dari 36 konselor termasuk 3 orang life members). Siapapun dapat menjadi anggota counsil asalkan memiliki fokus nasional dan mendukung tujuan ACHS. Beberapa individu bahkan diundang untuk menjadi member.
Salah satu tugas komite ini adalah menetapkan standar baru dan atau mereview standar lama. Menariknya, meskipun ACHS merupakan lembaga yang menetapkan standar dan mengakreditasi RS, namun salah satu value-nya yaitu “customer focus” ditujukan pada pengguna layanan RS. ACHS bertujuan untuk menjadi kontributor utama dalam penelitian untuk menuju ke mutu dan keselamatan dalam pelayanan kesehatan. Oleh karenanya ACHS menyediakan banyak sekali data yang dapat diakses secara bebas sebagai sumber referensi, tanpa harus menjadi anggotanya.
ACHS telah diakreditasi oleh ISQua dan sejak tahun 2005/2006 telah mengembangkan layanan internasional berupa akreditasi untuk RS di luar negeri. Saat ini ada 400 orang surveyor yang telah direkrut dan 80 diantaranya merupakan tenaga full-timers. Surveyor ini tidak mendapatkan gaji, kecuali jika ia pensiun atau tidak bekerja ditempat lain. ACHS memiliki program pelatihan tahunan untuk surveyor. Biasanya berasal dari anggaran tahunan ACHS. Yang terpenting adalah koordinator surveyor yang harus bisa memetakan kebutuhan pelatihan dan juga kinerja setiap surveyor. Untuk melakukan kunjungan ke sebuah RS, jumlah surveyornya bervariasi tergantung pada besarnya RS yang akan dikunjungi. Rata-rata 3 orang surveyor per 100 tempat tidur, dan maksimal 25 surveyor untuk 1 RS.
Akreditasi sebagai suatu kerangka kerja untuk peningkatan mutu secara berkelanjutan
Upaya meningkatkan mutu pelayanan dapat didorong oleh tekanan eksternal maupun internal RS. Tekanan external dapat berupa regulasi, tuntutan masyarakat, maupun persaingan. Para pelaku pelayanan kesehatan juga seringkali membutuhkan informasi mengenai seberapa baik atau seberapa buruk kinerja mereka, apakah terjadi peningkatan atau penurunan dan seterusnya. Oleh karena itu perlu ada evaluasi, dimana evaluasi eksternal dapat dilakukan berbasis pada regulasi atau peer review. Setidaknya ada 3 perbedaana mendasar diantara keduanya. Regulasi berbasis pada standar minimal, investigasi dan enforcement, dilakukan dengan cara review secara keseluruhan dan jika ada komplain atau advers event kemudan dilakukan pengecekan tambahan. Peer review dilakukan berdasarkan pada standar optimum, akuntabilitas profesi, hubungan kerjasama dan akuntabilitas publik, bertujuan untuk meningkatkan kinerja dan meminimalkan risiko, serta fokus pada pembelajaran dan self development. Akreditasi merupakan suatu bentuk evaluasi eksternal dengan menggunakan peer review dan standar. Namun akreditasi bukan jaminan terjadinya kualitas dan keselamatan absolut. Akreditasi merupakan komitmen untuk terus menerus berupaya mencapai pelayanan yang bermutu untuk kepentingan pasien. Yang terpenting adalah upaya untuk terus menerus mempertahankan dan meningkatkan mutu dan performance yang telah dicapai.
Peran Quality Manager
Sebagaimana dipaparkan di atas, peningkatan mutu pelayanan harus dilakukan secara terus menerus, sehingga penting untuk menjadikan quality improvement sebagai bagian dari budaya organisasi. Seorang quality manajer dapat diangkat untuk membantu memastikan berkembangnya budaya mutu ini di RS. Persyaratan seorang quality manager:
- seorang quality manager harus memahami latar belakang dibutuhkannya budaya mutu terkait dengan quality framework, hospital planning dan sebagainya
- experience; harus memiliki pengalaman dalam hal governance, area klinik tertentu, dan berbagai pengalaman lain yang akan membantu perannya sebagai quality manager
- background; quality manager bukanlah seorang “polisi” yang akan menghukum pelanggar budaya mutu melainkan orang yang akan meng-encourage people, berusaha membuat mereka menjadi lebih baik, membantu mengidentifikasi area-area yang perlu mendapatkan perbaikan dan membantu proses perbaikan itu sendiri
- special qualities; memahami metodologi, komunitas RS, dan menyediakan berbagai bantuan agar mereka mendapatkan benefit dari upaya peningkatan mutu, serta membuat semua orang berminat untuk berpartisipasi dalam berbagai program mutu.
Framework yang digunakan:
l policy framework: untuk mengurangi risiko
l risk management framework: untuk meningkatkan kepuasan, mengidentifikasi area yang perlu diperbaiki
l clinical governance/quality framework: payung dari program-program manajemen mutu
l performance management framework
Semuanya ini membutuhkan upaya pengembangan kapasitas staf.
Catatan:
- bukan hanya proses akreditasi tapi juga follow up pasca penilaian akreditasi dengan pendekatan QI. Oleh karena itu salah satu sesi yang penting adalah clinical indicator
- agak sulit membandingkan dengan situasi di Indonesia karena adanya perbedaan struktur pembiayaan
- focus areas: clinical indicator, accreditation and sustaining QI
- regulation
- Yang terpenting dari sebuah lembaga akreditasi adalah transparansi ke publik/komunitas dan kredibilitas yang harus dijaga
- di Australia perawat memiliki peran yang sangat besar di RS dibandingkan dengan dokter. Contoh seorang nurse bisa membatalkan sebuah operasi
- ACHS hanya menyiapkan framework untuk meningkatkan mutu secara berkelanjutan. Dalam hal akreditasi, ACHS juga melakukan publikasi untuk mengumumkan RS yang lulus dan yang gagal (namun yang gagal jumlahnya hanya kurang lebih 1%). Ad 25 mandatory criterias, jika gagal masyarakat bisa melihat
- setelah RS dinyatakan lulus/terakreditasi, setahun kemudian ada survey lanjutan untuk memastikan bahwa quality improvement tetap dilakukan
- Australian Healthcare and Hospitals adalah salah satu anggota council
Hospital Governance
Governing body:
u non for profit hospital (misal RS yang dimiliki oleh Gereja atau community)
u for profit (private sector) yang dimiliki oleh perusahaan –> Board of drectors must comply with the corporation law
u public hospital (public sector) –> Saat ini sulit dikatakan dengan pasti siapa governing body-nya, bisa MoH atau yang lainnya
Doctors will change their behavior when people change. So, educate people (dr. Johan)
Save Practice Environment
Dalam hal sistem manajemen informasi, hal pertama yang dilihat adalah akses ke informasi dari seluruh unit yang ada di RS. Misalnya akses dari IGD ke medical record. Ada primary record, ada outside record. Juga dilihat bagaimana RS mengelola data klinik, apakah tidak mudah diakses atau dilihat oleh publik dan sebagainya. Namun dilain pihak health record juga penting untuk mudah diakses karena untuk medico legal, research, menentukan pilihan-pilihan treatment dan sebagainya. Di ACHS ada permintaan untuk clinical data misalnya, dan dengan sistem yang ada di ACHS akan mengcomply data ini sehingga akan jadi konsisten dan bisa dibandingkan antar-RS, dibuat trend dan sebagainya.
Incident Management
Sentinel events: ada 8 (lihat di website ACHS).
Workforce Planning
Sangat penting karena akan melihat kedepannya skill apa dan berapa jumlah yang dibutuhkan pada 5-10-15 tahun yang akan datang. Dulu di Australia sempat ada kebujakan jumlah dokter yang dilatih diturunkan, namun kemudian banyak dampak negatif yang muncul sehingga kebijakan ini dikembalikan seperti semula. Mengenai policies on working hours, Indonesia belum punya kebijakan yang sebaik di Australia dimana dokter junior masih harus sering jaga hingga 36 jam. Mengenai tenaga volunteer di Australia terkena aturan yang sama dengan tenaga non volunteer. Untuk pelayanan yang di-outsource-kan, RS juga harus mengevaluasi performancenya dan juga memastikan bahwa perusahaan yang bersangkutan juga melakukan quality improvement.
Performance and Outcome Service
Peran dari POS adalah mengkoordinir:
① Pengembangan standar, dengan mengumoulkan experts dari seluruh states untuk menetapkan indikator (ada 22 set indikator)
② pengumpulan
③ proses pengelompokkan data yang dilakukan dengan cermat
④ analisis data dengan melibatkan ahli statistik
⑤ pelaporan indikator klinik ACHS
Alasan utama ACHS mengembangkan indikator klinik adalah agar proses akreditasi ini semakin dapat diaplikasikan pada pelayanan klinik. Alasan lainnya adalah untuk meningkatkan ketertarikan klinisi untuk secara formal menerapkan pelayanan yang berkualitas. Jadi ada pertanyaan apakah mutu pelayanan sudah baik. Lalu ada kebutuhdan untuk mengukur outcome klinik.
Sebelum tahun 2005 ACHS masih menggunakan paper-based-process untuk seluruh proses mulai dari pengumpulan data sampai menghasilkan laporan dari 500an organisasi pelayanan kesehatan. Namun kemudian di tahun 2005 mulai diperkenalkan Performance Indicator Reporting Tool (PIRT) dengan CD ROM dan kemudian sejak tahun 2009 proses ini sudah bisa dilakukan secara online.saat ini ada rata-rata 690 organisasi pelayanan kesehatan (bukan hanya RS) yang berpertisipasi dalam mengisi/meng-update data setiap semester. Laporan yang dihasilkan sifatnya bukan me-ranking peserta tapi melihat trend dari kompilasi data seluruh peserta.dengan sistem yang terkomputerisasi ini banyak peserta program indikator klinik yang merasa kurang puaskarena sistem ini masih dirasa sulit untuk digunakan. Oleh karena itu ACHS masih terus berupaya menyempurnakan sistem agar lebih mudah digunakan dan melatih para pengguna.
Disadari bahwa lingkungan selalu berubah yang mempengaruhi proses pelayanan. Misalnya perkembangan IPTEKDOK menghasilkan medikasi baru sehingga indikator klinik harus selalu di-update. Ada 15 anggota dari pendidikan spesialis ACHSCIP yang secara reguler berkumpul untuk bekerja menggunakan worksheet untuk, meng-update clinical indicator tersebut. Saat inisalah satu tantangan bagi RS di Australia adalah kasus,-kasus di Emergency Department yang seringkali lama trtangani. Karena itu ditetapkan targe baru yaitu dalam waktu maksimal 8 jam pasien harus sudah terdiagnosa dan diputuskan untuk diteruskan ke rawat inap atau dipulangkan.
Dengan sistem PIRT peserta memiliki akses (dengan user name dan password) untuk mengentri data hasil pencapaian mereka terhadap clinical indikator yang diukur. Member juga bisa langsung membandingkan hasil pemcapaiannya dengan angka rata-rata tsnpa menunggu full-report-nya dirilis. Software ini belum link dengan sistem informasi RS, sehingga petugas yang berwenang di RS harus melakukan entri ulang untuk masuk ke sistem PIRT. Dari sekian banyak indikator klinik yang ada, RS boleh memilih akan mengukur area mana, tergantung pada besarnya risiko pada area tersebut. Misalnya RS memilih pelayanan-pelayanan yang sifatnya high volume.
ACHS Operation
Menggunakan CRM (microsoft platform) yang di- customize untuk kebuthan ACHS, untuk menjaga contact dengan klien/member. Dalam program tersebut setiap member memiliki unique number dan ada active alert jika member yang bersangkutan mengalami masalah terkait dengan pencapaian-pencapaiannya dalam pengukuran kinerja. Sistem alert ini memungkinkan ACHS untuk segera melakukan kontak dengan member yang bersangkutan melalui email, fax tau telepon, melihat laporan dari RS yang bersangkutan, dan seterusnya.
Dalam sistem ini terdapat fitur “open folder” yang berfungsi untuk mengakses database RS yang bersangkutan yang sudah dientry ke sistem. Database surveyor juga ada dalam sistem ini. ACHS memilih surveyor yang akan melakukan survey, mengirim data mereka ke RS yang akan disurvey dan jika RS sudah memberikan approval maka surveyor yang bersangkutan bisa mulai melaksanakan tugasnya. Pada Agustus 2007 ada 1100 RS di seluruh Australia, dan jika 450 diantaranya sudah terakreditasi. Jika ACHS bisa merain 700 RS sebagai member, jumlah ini dijadikan sebagai dasar untuk menentukan jumlah surveyor dan membership fee yang diterapkan pada member. Rata-rata dibutuhkan 3 orang surveyor untuk mensurvey sebuah RS selama 3 hari. Sehingga membership fee diteapkan sebesar AU$9000 / 3 tahun. Saat ini ada 1200 lebih member yang sudah bergabung. Surveyor sendiri dinilai kinerjanya. Salah satunya adalah dengan jumlah hari survey. Dalam setahun seorang surveyor minimal bekerja selama 10 hari meliputi training dan surveynya sendiri.
Jamsostek Perkuat Akses Kesehatan Melalui RS Pelni
15 September 2012
BANDUNG, Jamsostek terus mematangkan rencana mengakuisisi RS Pelni (Pelayaran Nasional Indonesia) seperti dianjurkan Kementerian BUMN. Diharapkan, keberadaan rumah sakit itu dapat memperkuat pelayanan BUMN asuransi itu atas jaminan kesehatan pekerja.
Demikian dikatakan Dirut Jamsostek, Elvyn G Masassya usai menjadi pembicara pada seminar kewirausahaan bertajuk “Membentuk Generasi Wirausaha” di Bandung, Sabtu (15/9).
“Perkembangan Jamsostek ke depan adalah mengarah kepada pemberian total benefit bagi pekerja termasuk kemudahan dalam hal kesehatan. Jadi, kami harus memiliki jaringan layanan kesehatan,” jelasnya.
Dia mengaku belum dapat berbicara banyak terkait langkah pengambilalihan tersebut. Hanya saja, Elvyn menyebutkan bahwa rencana pengambilalihan itu ditargetkan sudah harus tuntas sebelum Jamsostek berubah menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) pada akhir tahun depan.
“Prosesnya di Tahun 2013,” jelasnya. Ditambahkan, pihaknya mempertimbangkan sejumlah opsi di antaranya membentuk aliansi strategis atas keberadaan RS Pelni.
Disinggung RS milik perusahaan pelayaran nasional itu bakal disulap jadi RS khusus, Elvyn hanya menyebutkan RS tersebut memang diproyeksikan memiliki keandalan menangani pekerja.
Di antaranya RS itu bisa lebih mempermudah akses para pekerja terhadap kebutuhan layanan kesehatannya dibanding RS lainnya yang selama ini telah berkerjasama dengan Jamsostek.
Sumber: suaramerdeka.com










