Solopos.com, SRAGEN—Penyakit stroke masih menjadi penyebab kematian tertinggi di Indonesia, termasuk di Sragen. Atas dasar itulah, RSUD dr. Soehadi Prijonegoro (RSSP) Sragen membuat terobosan untuk meminimalisasi angka kematian dan kecacatan yang diakibatkan stroke dengan pelayanan baru yang dinamai Tante Agresif.
Tante Agresif merupakan singkatan dari Tangani Stroke dengan Tepat, Cepat, Tanggap, dan Komprehensif. Pelayanan tersebut ditangani oleh dokter spesialis dengan multidiplin dan tenaga kesehatan yang terlatih.
Dalam pelayanan itu, RSSP Sragen juga memiliki Unit Stroke yang dapat menangani pasien stroke dengan cepat dan tepat pada masa emas atau gold periode, yakni 3 jam-4,5 jam pertama sejak timbul gejala stroke.
Dokter spesialis neurologi RSSP Sragen, Fred Septo, kepada Solopos.com, Kamis (16/2/2024), mengungkapkan penanganan pada masa emas stroke itu dapat meminimalisasi risiko kematian dan kecacatan. Penanganan yang dilakukan, ujar dia, dengan inovasi Tante Agresif di Unit Stroke RSSP yang dikembangkan sejak 1 November 2022.
Berdasarkan data di Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan (BPJS) 2015, penyakit stroke di Indonesia menghabiskan biaya pelayanan kesehatan sampai Rp1,15 triliun dan meningkat di 2016 menjadi Rp1,27 triliun.
Fred menyampaikan dalam penanganan stroke yang mengakibatkan penymbatan pembuluh darah otak ada obat yang dapat diklaimkan ke BPJS. Dia menekankan kecepatan dan ketepatan penanganan dan pemberian obat menjadi kuncinya.
Menurutnya, dari gejala awal stroke sampai pengobatan tercepat itu butuh waktu 4,5 jam yang disebut sebagai masa emas. Atas dasar itulah, Fred mengimbau kepada masyarakat ketika menemukan pasien dengan gejala awal stroke baik ringan ataupun akut maka secepatnya dibawa ke rumah sakit (RS).
“Penanganan stroke di RSSP dilakukan dengan tindakan thrombolysis, yakni dengan mengatasi sumbatan pembuluh darah di otak dan pemberian obat alteplase. Semua gejala stroke disarankan harus dibawa ke RS untuk menentukan tindakan yang tepat, termasuk dapat diketahui dengan cepat ada atau tidaknya penyumbatan darah di otak,” jelasnya.
Fred melanjutkan masyarakat perlu diedukasi untuk mengenali gejala stroke sejak dini, seperti bicaranya pelo, kesemutan separuh, dan seterusnya.
Dia mengatakan ketika masyarakat mengenali gejala stroke itu maka bisa mengambil keputusan cepat untuk dibawa ke RS, meskipun gejalan itu ringan. Dia mengungkapkan gejala yang awalnya ringan kalau dibiarkan maka akan bertambah berat. Kecepatan penanganan pasien untuk dibawa ke RS itu, jelas dia, bisa melibatkan PSC 119 Sukowati sebagai unit pelayanan kegawatdaruratan.
“Pelayanan thrombolysis ini dilakukan setelah ada Unit Stroke di RSSP. Sebenarnya pelayanan ini sudah lama tetapi penamaan menjadi inovasi Tante Agresif baru-baru ini dilakukan. Pelatihan terkait pelayanan ini sudah dilakukan sejak 2023 lalu. Kemudian dilanjutkan sosialisasi pada Maret-April 2023 lalu. Selama ini, kami sudah melakukan 10 tindakan thrombolysis yang kurang dari empat jam. Tindakan itu 95% berhasil mengatasi stroke,” ujarnya.
Dia menerangkan sisanya 5% yang tidak berhasil itu berkaitan dengan respons pasien terhadap obat dan faktor lain yang memengaruhi perbaikan dalam pengobatan.
Dia mengatakan dari pasien stroke yang ditangani kebanyakan terjadi penyumbatan pembuluh darah dan pendarahan. “Kami mengetahui hal itu lewat CT Scan. Pasien stroke ini rata-rata usia 50 tahun ke atas. Kadang-kadang juga ada komorbidnya,” kata dokter asli Solo itu.
Sebagai informasi, Fred sebelumnya bekerja di RSUP Otak Muhammad Hatta Sumatera Barat milik Kementerian Kesehatan selama dua tahun sebelum pindah ke Sragen pada 2020 lalu.
Sumber: solopos.com