Awal Juni 2021, Indonesia dikejutkan dengan melonjaknya kasus COVID-19 terutama di Kabupaten Kudus dan sekitarnya. Lonjakan ini disusul oleh daerah-daerah sekitarnya, sehingga beberapa rumah sakit mulai kewalahan menangani pasien ini karena terjadi dalam waktu yang relatif singkat. Rumah sakit baik pemerintah maupun swasta tidak mampu lagi menampung pasien COVID-19 sehingga shelter-shelter disiapkan untuk menampung pasien COVID-19.
Pada lonjakan kasus kali ini, mulai muncul kekurangan bed maupun logistik yang lain, yang mempengaruhi rumah sakit dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien COVID-19. Salah satu kekurangan yang mengemuka adalah kekurangan pasokan oksigen, yang terjadi di RSUP Dr. Sardjito yang merupakan rumah sakit rujukan paripurna. Selain itu, dengan makin banyaknya pasien COVID-19 maka dana yang dibutuhkan oleh rumah sakit harus tersedia selalu. Akan tetapi, dalam proses mekanisme pengajuan klaim pasien COVID-19 ini terjadi keterlambatan pembayaran. Berdasarkan audit dari BPKP menyatakan tunggakan yang memenuhi syarat formal dan harus dibayarkan oleh pemerintah kepada 909 rumah sakit di Indonesia sebesar 2.56 Triliun.
Keterlambatan pembayaran klaim ini sangat berbahaya terutama dimana operasional bergantung pada pendapatan atas layanan kepada masyarakat. Hal ini diperberat dengan menurunnya kunjungan pasien non COVID-19 ke rumah sakit yang menangani COVID-19. Sehingga rumah sakit melakukan berbagai macam inovasi pelayanan baik untuk pasien COVID-19 maupun non COVID-19 dengan berharap layanan tersebut mampu menyambung operasional rumah sakit.
Saat ini dengan makin banyaknya kasus COVID-19 maka salah satu solusi terakhir adalah rumah sakit mulai melakukan penggalangan donasi. Hal ini terpaksa dilakukan untuk membantu memenuhi kebutuhan tenaga kesehatan maupun logistik medis dan oksigen untuk pelayanan rumah sakit secara cepat. Rumah sakit tidak dapat menunggu pencairan klaim COVID-19, karena tentunya pelayanan kepada pasien saat ini akan terhambat.
Donasi dari masyarakat ini tidak dapat diandalkan secara jangka panjang, mengingat dengan penerapan PPKM kegiatan ekonomi masyarakat juga berkurang. Untuk itu, pemerintah bersama BPJS harus mampu memfasilitasi proses klaim pelayanan pasien COVID-19 dengan lebih cepat dan tepat. Pengalaman BPJS selama lebih dari 7 tahun mengelola JKN seharusnya sudah mampu untuk mengatasi hal tersebut.
Oleh Barkah Prasetyo