Penyebaran virus SARS-Cov2 yang menyebabkan penyakit COVID 19, mulai memasuki Indonesia di awal maret 2020 ini. Bersamaan dengan itu, rumah sakit di Indonesia sedang fokus pada terbitnya PMK 3 tahun 2020 yang mengubah mekanisme klasifikasi rumah sakit. Perubahan klasifikasi rumah sakit ini, menimbulkan runtutan kebijakan rumah sakit yang lainnya karena menyangkut pada keuangan rumah sakit ke depannya.
Seperti diketahui, Indonesia menerapkan JKN yang sudah berlangsung semenjak 2014. Dalam perjalanannya banyak rumah sakit yang merasakan peningkatan pendapatan dan dapat meningkatkan pula kualitas layanannya. Akan tetapi, pada perjalanannya proses pembayaran klaim BPJS seringkali mengalami keterlambatan. Hal ini tentu saja menjadi kendala rumah sakit dalam mengelola aliran kas-nya untuk mendukung operasional rumah sakit.
Masuknya penyakit COVID 19 ke Indonesia menjadi tantangan bagi rumah sakit untuk bersiap mengaktifkan kembali prosedur kebencanaannya apabila di daerahnya sudah termasuki penyakit COVID 19. Hal ini juga perlu peningkatan kemampuan klinik maupun manajerial dalam menangani pasien COVID 19 ini. Dalam tantangan yang dihadapi ke depannya adalah kemungkinan adanya lonjakan pasien COVID 19 ini, dimana hal tersebut sudah terjadi di beberapa negara yang tidak mampu menahan penyebaran virud SARS Cov 2.
Rumah sakit saat ini tidak dapat menanggulangi pasien COVID 19 ini dengan dana mandiri. Hal ini disebabkan berbagai macam faktor, salah satunya adalah dengan langkanya APD (Alat Pelindung Diri) untuk tenaga medis dan meskipun tersedia harganya sudah jauh berkali lipat harganya. APD ini merupakan instrumen wajib yang harus ada apabila tenaga medis melaksanakan pekerjaannya menangani pasien COVID 19. Kelangkaan APD ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi hal tersebut ditemui pula di negara-negara lain.
Faktor penyebab kelangkaan APD ini adalah lonjakan permintaan karena COVID 19 tidak hanya menyebar ke satu wilayah, tetapi hampir di banyak wilayah. APD tertentu, semisal masker dan sarung tangan banyak dikonsumsi juga oleh masyarakat umum, dan kapasitas produksi APD yang tidak mampu untuk melayani permintaan. Selain itu, masih ada pihak-pihak yang memanfaatkan situasi untuk menimbun APD demi memperoleh keuntungan.
Untuk mengatasi APD yang terbatas banyak para pegusaha konveksi mulai mengalihkan produksinya ke APD, utamanya untuk memenuhi pasar masyarakat umum, dengan tujuan agar APD medis dapat difokuskan untuk produksi khusus kepada tenaga medis. Selain itu, banyak penggalangan dana dan inisiatif masyarakat mendukung tenaga medis dengan membuatkan APD yang dapat secara darurat dipergunakan, semisal face shield.
Dukungan-dukungan diatas tentunya dapat mempermudah rumah sakit dalam melaksanakan tugas utamanya, akan tetapi biaya-biaya tertentu masih belum dapat dihandle dengan dukungan tersebut. Kejelasan pembiayaan pasien COVID 19 sudah disampaikan pemerintah yakni akan disalurkan melalui BPJS kesehatan dan dalam proses klaimnya perlu proses verifikasi. Untuk itu, rumah sakit perlu mempersiapkan diri dalam menyiapkan proses peng-klaiman terhadap pasien COVID 19 ini.
Rumah sakit perlu mempersiapkan proses administrasi semirip mungkin dengan administrasi pasien BPJS, agar dalam proses penagihan pelayanan pasien COVID 19 ini ke depannya tidak mengalami permasalahan. Fokus penanganan pasien perlu diutamakan, akan tetapi administasi tetap harus dilaksanakan demi mendukung aliran kas masuk rumah sakit yang merupakan kebutuhan utama bagi rumah sakit untuk menjalankan operasionalnya. (barkah prasetyo)