Ketidaksetaraan dalam kesehatan adalah indikator dari perbedaan status kesehatan didalam populasi. Negara berpenghasilan rendah berkontribusi sebanyak 56% dari beban penyakit sedunia, disisi lain mereka hanya mencakup 2% dari pengeluaran kesehatan global. Komisi WHO dalam Social Determinants of Health (1) telah mengundang berbagai pihak untuk mengurangi kesenjangan antar kelompok yang berbeda sepanjang generasi. Hal tersebut dapat dicapai dengan meningkatkan kualitas kondisi kehidupan sehari – hari; menangani ketidaksetaraan distribusi pemegang kekuasaan, uang maupun sumber daya; serta mengukur dan memastikan dampak dari intervensi. Akan tetapi, terdapat beberapa tantangan untuk mencapai mimpi tersebut.
Faktor kesehatan umumnya tidak ditempatkan sebagai agenda utama dalam dunia politik. Kebijakan dan perencanaan biasanya sangat dipengaruhi oleh kelompok kecil elit yang biasanya tidak dipengaruhi oleh kesenjangan kesehatan. Kelompok berkuasa yang berkaitan, seperti industri farmasi, mempengaruhi kebijakan kesehatan di kebanyakan negara. 10 perusahan farmasi terbesar didunia menghasilkan pendapatan yang lebih dari pendapatan nasional bruto dari 57 negara termisikin didunia. Memajukan kondisi terhadap rekomendasi yang dianjurkan oleh komisi memerlukan untuk menolak biomedical model(2) dalam kausa penyakit, dan menekankan konsep social medicine(2). Kedua langkah tersebut tidak akan menguntungkan kelompok yang berkuasa yang disebutkan sebelumnya. Karena itulah, setiap langkah untuk menegakkan kebijakan akah dipenuhi dengan tantangan. Untuk meyakinkan politikus dan birokrat mengenai keuntungan jangka lama melalui intervensi sosial akan susah dilakukan, dimana kelompok tersebut akan berfokus pada intervensi biomedis yang menguntungkan mereka dalam jangka pendek.
Sulit untuk mengetahui sebab akibat melalui analisis hasil dari intervensi sosial yang dilakukan dalam jangka panjang. Selain itu, ditemukan juga kesulitan untuk melakukan randomized controlled trials mengenai intervensi sosial yang ditujukan untuk menurunkan ketidaksetaraan, menyamaratakan penemuan dari satu konteks penelitian dengan yang lainnya, maupun menghasilkan bukti dari efektivitas biaya dari intervensi sosial. Mengingat terbatasnya sumber daya, diperlukannya bukti – bukti tersebut.
Program pencegahan kesehatan, baik yang diberikan kepada individu atau populasi, dapat memperburuk ketidaksetaraan. Penerapan pendekatan berbasis populasi yang mengandalkan pendidikan kesehatan untuk mendorong perilaku sehat telah memperburuk ketidaksetaraan sosial dalam kesehatan karena hal tersebut telah dimanfaatkan oleh mayoritas kelas sosial ekonomi atas. Untuk memantau tingkat ketimpangan, diperlukan statistik vital dari semua strata sosial ekonomi. Namun, secara global lebih dari sepertiga (36%) kelahiran tahunan tidak diregistrasikan.
Untuk mengatasi ketidaksetaraan kesehatan yang mengakar dalam faktor-faktor determinan sosial, diperlukan tindakan bersama, terutama yang datang dari luar sektor kesehatan. Hal ini melibatkan koordinasi lintas sektoral, masalah yang disorotkan dalam pendekatan perawatan kesehatan primer dan telah ditinjau kembali dalam laporan oleh Komisi. Namun, koordinasi lintas sektoral lebih mudah dikatakan daripada dilakukan, dimana dibutuhkan kerja sama antara sektor. Berbagai pihak yang berperan dalam hal ini dapat datang dari perusahan laba, nirlaba, dan masyarakat sipil. Untuk mengelola semua pihak ini, kementerian kesehatan harus semakin memainkan peran penatalayanan.
Perubahan kebijakan akan dapat dilakukan ketika adanya konvergensi antara sebuah masalah, solusi, dan politik. Saat ini, hal yang sering menghambat konvergensi tersebut berada di lingkup politik. Aktivis kesehatan perlu merebut jendela peluang politik, dengan Millennium Development Goals, 30 tahun sejak Deklarasi Alma-Ata(3) dan sekarang laporan dari Komisi, semua menyerukan aksi multisektoral pada faktor-faktor penentu sosial untuk mengurangi ketidakadilan kesehatan. Gagasan dan kerangka di mana gagasan diproyeksikan memiliki peran besar dalam membentuk kebijakan. Kesehatan populasi dapat ditempatkan sebagai aset yang meningkatkan produktivitas sebuah negara. Namun, akan selalu ada persaingan dari prioritas investasi yang dapat mempunyai dampak lebih besar terhadap perekonomian. Kesehatan dan ketidaksetaraan perlu ditempatkan ke agenda kebijakan sebagai masalah keadilan sosial, karena ini mempengaruhi semua orang. Gagalnya melakukan tindakan sekarang akan menjadi kerugian bagi kesejahteraan masyarakat kita semua.
Glosarium
- Social Determinants of Health
- Faktor – faktor sosial yang mempengaruhi kesehatan
- Biomedical Model dan Social medicine
- Biomedical model menempatkan fokus untuk membuat pasien sehat melalui faktor yang berasas fisik, seperti penggunaan obat dan alat kesehatan, dan tidak memperhatikan faktor sosial maupun subjektifitas tiap individu. Disisi lain social medicine, lebih tepatnya biopsychosocial model, memperhatikan aspek biologi, psikologi, dan lingkungan sosial dalam penanganan pasien.
- Deklarasi Alma-Ata
- Deklarasi yang ditetapkan oleh International Conference on Primary Health Care (PHC) di Almaty (sebelumnya disebut Alma-Ata), Kazakhstan, yang menyatakan bahwa pemerintah, pekerja kesehatan, dan komunitas dunia perlu mengambil tindakan segera untuk melindungi dan meningkatkan kesehatan semua orang. Deklarasi ini adalah deklarasi pertama yang menggaris bawahi pentingnya pelayanan kesehatan primer.
Referensi
https://www.who.int/bulletin/volumes/87/2/08-062695/en/
Disadur oleh Eugeu Yasmin