Anggaran untuk fasilitas kedokteran nuklir di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Bhakti Dharma Husada akhirnya resmi disepakati pemkot dan dewan dalam rapat paripurna kemarin (21/10). Fasilitas yang dibangun untuk mempercepat penanganan pasien kanker itu ditargetkan tuntas tahun depan. Masalahnya, warga sekitar RS belum diberi sosialisasi mengenai rencana tersebut.
Yang muncul di benak Ketua RT 1, RW 8, Kendung Rejo, Kecamatan Benowo, Heri Suprapto, saat mendengar kata nuklir, adalah bom dan peperangan. Dia belum pernah mengetahui bagaimana teknologi nuklir itu dimanfaatkan dalam bidang kedokteran. ”Kalau tidak ada sosialisasi ya jelas takut warga. Tapi, kalau tahu fungsinya, mungkin warga malah mendukung,” kata Heri Hingga kemarin, memang belum ada informasi resmi dari pemkot kepada warga terkait rencana itu. Warga hanya mengetahui rencana tersebut dari pemberitaan. Mereka berharap ada sosialisasi khusus.
Yang tertanam dalam benak warga tentang nuklir memang masih melulu soal peperangan. Kisah Amerika Serikat yang menjatuhkan bom atom di Kota Hiroshima dan Nagasaki, Jepang, pada 1945. Kisah itu selalu disampaikan dalam pelajaran sejarah. Bahkan sejak SD. Dua operasi pengeboman tersebut menewaskan 129.000 jiwa.
Masih banyak warga yang belum mengetahui bahwa teknologi nuklir sudah dimanfaatkan secara luas dalam bidang kedokteran. Setidaknya, sudah ada 15 rumah sakit di Indonesia yang memiliki fasilitas kedokteran nuklir.
Jawa Pos menerangkan alasan pemkot membangun fasilitas itu. Di antaranya, jumlah pasien kanker naik setiap tahun. Mereka bisa mengantre berbulan-bulan untuk mendapat pengobatan. Selain itu, pengobatan nuklir dirasa lebih efektif ketimbang kemoterapi atau pengobatan konvensional lain.
Setelah mendengar pentingnya fasilitas kesehatan itu, Heri pun mau mendukung rencana pemkot tersebut. Namun, dia tak mungkin menerangkan sendiri ke warga. ”Harus orang pemkot yang sosialisasi. Tidak mungkin saya,” ujarnya.
Kabid Bangunan Gedung Dinas Perumahan Rakyat Kawasan Permukiman Cipta Karya dan Tata Ruang (DPRKP CKTR) Iman Krestian mengatakan bahwa sosialisasi pasti dilakukan, tapi tidak dalam waktu dekat. Pemkot masih mematangkan rencana dengan berbagai pihak. ”Harus dipastikan aman. Makanya, ada pendampingan dari Batan (Badan Tenaga Nuklir Nasional) dan Bapeten (Badan Pengawas Tenaga Nuklir),” ujar alumnus Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya itu.
Dua badan tersebut dilibatkan sejak pemkot menyusun perencanaan. Saat ini, lanjut Iman, pihaknya masih menyusun desain berupa denah. Lokasi yang akhirnya dipilih adalah gedung sebelah selatan. Gedung tersebut akan dirobohkan untuk fasilitas tersebut.
DPRKP CKTR mendapat anggaran Rp 90 miliar untuk merealisasikan pembangunan fisik fasilitas kesehatan nuklir itu. Setelah merobohkan gedung tersebut, pihaknya akan menggali tanah untuk basement. Di ruang bawah tanah itulah, reaktor nuklir dibangun. ”Yang basement cuma satu lantai. Sisanya tingkat dua di atas permukaan tanah,” tuturnya.
Anggota komisi A Muchammad Machmud juga tinggal tak jauh dari RSUD BDH. Dia menyatakan siap membantu pemkot untuk menyosialisasikan program itu kepada warga. ”Aku mau bantu karena ngerti ini program bagus. Banyak pasien yang butuh,” ujar mantan ketua DPRD Surabaya tersebut.
Setidaknya Butuh Satu Dokter Spesialis Kedokteran Nuklir
Dokter spesialis kedokteran nuklir tergolong langka di Indonesia. Tercatat hanya 42 orang spesialis kedokteran nuklir yang aktif se-Indonesia. Hal tersebut tak terlepas dari anggapan bahwa nuklir itu menakutkan.
Ahli kedokteran nuklir RSUD dr Soetomo dr Stepanus Massora SpKN menyebutkan, rencana RSUD BDH yang akan memiliki teknologi nuklir harus diimbangi dengan sumber daya manusia yang berkompeten. Dokter spesialis kedokteran nuklir harus ada di RS tersebut.
”Untuk awal-awal, satu dokter spesialis kedokteran nuklir sudah cukup,” paparnya. Tetapi, apabila layanan tersebut dirasa membutuhkan dokter spesialis lagi, ya memang jumlahnya perlu ditambah ”Ada putra Jawa Timur yang tengah mendalami spesialis kedokteran nuklir. Semoga nanti mau berpartisipasi di Surabaya,” lanjutnya.
Selain itu, diperlukan tenaga medis penunjang yang sudah bersertifikasi kedokteran nuklir. Yakni, radiografer, radiofarmasis, fisika medis, tenaga elektromedis, perawat, dan analis medis. ”Untuk radiografer dan perawat, masing-masing butuh dua untuk setiap alat. Yang lain minimal satu. Kalau analis medis yang kerjanya di laboratorium, minimal ada dua,” tutur Stepanus.
Berbagai alat juga dibutuhkan untuk memenuhi fasilitas kedokteran nuklir. Yang akan disediakan di RSUD BDH adalah single photon emission computed tomography (SPECT/CT), positron emission tomography (PET/CT), laboratorium in vitro, dan terapi rawat inap. Untuk SPECT/CT, agar bisa berfungsi maksimal, dalam sehari tidak boleh ada lebih dari 40 pasien. Sementara itu, PET/CT maksimal hanya digunakan untuk 15 pasien per hari. ”Kalau terapi rawat inap, di RSUD BDH nanti kan ada 10 bed. Maka, per minggunya bisa digunakan 15 sampai 20 pasien,” ucapnya.
Stepanus menambahkan, teknologi nuklir sering dibutuhkan untuk kasus lanjut seperti onkologi. Misalnya, kanker tiroid. Namun, tidak hanya untuk penanganan kanker, teknologi nuklir juga bisa digunakan untuk penyakit lain. Misalnya, neurologi dan kardiologi. ”Tetapi, memang paling banyak untuk onkologi,” paparnya. Selain itu, teknologi nuklir bisa digunakan untuk melihat adanya kelainan fungsi yang tak melulu kanker pada organ.
—
Poin Pentingnya Kedokteran Nuklir RSUD BDH
– Jumlah pasien kanker di Surabaya naik tiap tahun.
– Hingga Juli 2019 mencapai 2.730 kasus.
– Selain kanker, banyak penyakit lain yang bisa diobati melalui kedokteran nuklir.
– Terapi radio nuklir tidak menimbulkan kerontokan rambut seperti kemoterapi.
– Terapi tidak menimbulkan bekas hitam pada kulit seperti pada radioterapi.
– Diagnosis penyakit lebih akurat.
– Lebih murah.
– Sudah ada 15 rumah sakit di Indonesia yang mempunyai fasilitas tersebut.
– Di Surabaya hanya RSUD dr Soetomo yang pernah mempunyai fasilitas kedokteran nuklir. Namun, alatnya rusak.
Sumber: jawapos.com