UJUNG BULU – Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sulthan Dg Radja Bulukumba, menjadi rumah sakit kedua di Sulawesi Selatan (Sulsel), setelah RS Andi Makkasau Parepare, yang memiliki Klinik Calon Tenaga Kerja Indonesia (CTKI).
Hal tersebut membuat rumah sakit yang beralamat di Jl Pepaya, Kelurahan Caile, Kecamatan Ujung Bulu, Bulukumba, Sulsel itu, menjadi pusat rujukan CTKI untuk wilayah bagian selatan Sulsel.
Tarif pemeriksaannya pun lebih murah yakni Rp 225 ribu, dibandingkan dengan RS Andi Makkasau sebesar Rp 350 ribu.
Peresmian Klinik CTKI ini ditandai dengan pengguntingan pita oleh AM Sukri Sappewali yang didampingi oleh Ketua DPRD Andi Hamzah Pangki, Direktur RSUD dr Abdurrajab, dan Kepala Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP3TKI) Provinsi Sulsel, Agus Bustami.
Acara tersebut berlangsung di ruagan serbaguna, lantai 3 RSUD Sulthan Dg Radja Bulukumba, Kamis (2/8/2018).
Plt Direktur RSUD Sulthan Dg Radja Bulukumba, dr Abdurrajab, mengaku bersyukur atas peresmian klinik tersebut.
Ia menceritakan, Klinik CTKI diusulkan setelah rumah sakit mendapatkan akreditasi paripurna atau bintang lima dari Komite Akreditasi Rumah Sakit (KARS).
Dan ternyata, terobosan baru tersebut mendapat persetujuan dari Kementerian Kesehatan.
“Selain itu, rumah sakit ini juga menjadi pusat rujukan pengobatan penyakit TBC di Sulsel,” tambahnya.
Bukan hanya itu, mantan Kepala Puskesmas Caile ini juga membeberkan, bahwa RSUD Sulthan Daeng Radja juga sudah menjadi rumah sakit rujukan untuk hemodialisa atau cuci darah.
“Saat diresmikan tahun lalu, alat hemodialisa baru 4 unit, saat ini kami sudah tambah menjadi 8 unit, dan akan kita cukupkan sampai 10 unit,” jelasnya.
Di acara persesmian itu, Bupati Bulukumba AM Sukri Sappewali, meminta para jajaran rumah sakit untuk meningkatkan kinerja agar mendapat kepercayaan dari masyarakat.
Sukri menegaskan, predikat paripurna dengan status tipe B, tak memiliki arti jika tidak berbanding lurus dengan kualitas pelayanan.
“Tidak ada artinya status tipe B dan akreditasi paripurna jika pelayanannya kurang memuaskan dan tidak mendapat kepercayaan publik,” jelas Sukri.
Purnawirawan TNI berpangkat Kolonel itu menganalogikan rumah sakit ibarat sebuah hotel.
Dikatakan, bintang lima adalah predikat terbaik. Sehingga dengan predikat yang disematkan, ia tak ingin mendengar lagi ada keluhan dari pasien atas pelayanan rumah sakit.
Sumber: tribunnews.com