TANJUNG SELOR – Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Tarakan masih membutuhkan 60 dokter spesialis. Untuk mendapatkan itu, pihak RSUD masih merasa pesimistis.
Direktur RSUD Tarakan Hasbi Hasyim bahkan khawatir sudah tidak ada lagi dokter spesialis yang mau mengabdi di daerah.
Karena kebanyakan mereka ingin mengabdi di daerah dan tempat yang punya aksesibilitas dan tunjangan yang lebih memadai.
“Yang jadi masalah sekarang, di Jawa banyak rumah sakit swasta besar. Biasanya mereka lari ke sana. Jadi kalau ke daerah itu agak susah kalau tidak ada perlakuan khusus,” kata M Hasbi saat disua Tribun, Kamis (3/5/2018) di Tanjung Selor.
Perlakuan khusus yang dimaksud seperti penyediaan rumah tinggal dan kendaraan operasional.
Gaji dokter spesialis yang berstatus ASN berlaku besaran gaji seperti ASN lainnya berdasarkan golongan dan kepangkatan.
“Kalau BLU (Badan Layanan Umum) sekitar Rp 15 juta per bulan. Itu di luar banyaknya jasa layanan yang mereka kerjakan. Artinya sesuai berapa banyak kasus yang ia tangani,” ujarnya.
Aturan baru mewajibkan semua layanan dokter spesialis hanya bisa digantikan oleh dokter spesialis yang berkompetensi sama.
Berbeda dengan dulu, kata Hasbi, dokter umum masih bisa menggantikan peran dokter spesialis.
Sesuai kualifikasinya yang bertipe B, RSUD milik Pemprov Kalimantan Utara itu sebetulnya sudah harus terisi 100-an dokter spesialis. Termasuk juga sub spesialisnya sudah harus ada.
“Karena kita arahnya ke tipe B pendidikan. Karena seperti keinginan Pak Gubernur, kalau bisa itu jadi tipe A. Sekarang baru terisi 40 dokter spesialis,” katanya.
Masih terbatasnya dokter spesialis, membuat layanan RSUD Tarakan kedodoran.
“Contohnya kasus penyakit dalam. Yang merawat di poliklinik ini cuma dua orang. Belum lagi pasien di ruangan. Di poliklinik itu bisa sampai 100 pasien. Belum lagi yang di ruangan,” katanya.
Jika memang pasien butuh pelayanan yang lebih tinggi, pasien dirujuk ke RS AW Sjahranie Samarinda, Kaltim.
“Kita sudah jalin MoU beberapa waktu lalu. Sebetulnya dari dulu berjalan. Karena RSUD ini kan dulunya bagian dari aset Pemprov Kaltim sebelum pemekaran,” ujarnya.
Selain karena keterbatasan keuangan menggaet dokter spesialis, hambatan Pemprov Kalimantan Utara mengadakan dokter spesialis adalah syarat usia pelamar formasi CPNS dokter spesialis.
Kementerian PAN-RB menetapkan syarat usia pelamar hanya 35 tahun.
“Di lain sisi, rata-rata usia dokter spesialis di atas usia itu (35) baru bisa selesai. Karena memang yang bisa di bawah 35 tahun itu yang orangtuanya mampu. Setelah dokter umum, langsung sekolah. Dan yang tidak, biasanya sambil kerja dulu cari modal untuk sekolah spesialisasi,” katanya. (*)
Sumber: tribunnews.com