Jakarta – Belum semua rumah sakit (RS) di Indonesia menyediakan manajemen pengelolaan tempat pencucian linen atau laundry yang terstandar, padahal bahaya penularan kuman patogen lewat linen dan pakaian dapat mengakibatkan infeksi, bertambahnya waktu opname di rumah sakit, serta tambahan biaya perawatan bagi pasien.
Ketua Kompartemen Manajemen Penunjang Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI), Lia G Partakusuma, di Jakarta, Senin (6/3), mengatakan, sebenarnya aturan tentang laundry telah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 1204 tahun 2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit, namun belum semua rumah sakit mampu memenuhinya.
Belum semua RS yang beroperasi di Indonesia mengikuti akreditasi, sehingga mungkin belum mengetahui standar secara keseluruhan, atau terkendala masalah biaya operasional. Masih banyak rumah sakit yang tidak menyediakan pakaian untuk pasien rawat inap, bahkan masih ada rumah yang mewajibkan pasien untuk membawa sendiri kain sarung sebagai alas saat melahirkan, untuk kemudian dibawa pulang dan dicuci sendiri oleh keluarga pasiennya.
Lia menyatakan, perhimpunan PERSI ingin membangun kesadaran pengelola rumah sakit untuk memiliki manajemen laundry yang benar. Selama ini laundry masih dipandang sebagai hal yang tidak terlalu penting, bahkan lokasi dan peralatannya seringkali kurang diperhatikan oleh manajemen rumah sakit. “Padahal linen merupakan salah satu materi yang dipakai berulang kali di RS sehingga tanpa manajemen laundry yang benar, memungkinkan terjadinya wabah infeksi kuman patogen,” kata dia.
Ketua Asosiasi Profesi Laundry Indonesia, (APLI) Divisi Laundry Rumah Sakit, Teddy Tjoegito, mengatakan, ia sering mengunjungi berbagai jenis rumah sakit di Indonesia dan menemukan masih banyak yang tidak memiliki mesin laundry standar rumah sakit atau melakukan outsource ke laundry yang tidak mempunyai mesin laundry standar rumah sakit. “Padahal mesin laundry rumah sakit harus menggunakan suhu air panas 70 atau 95 derajat, menggunakan jenis deterjen dan disinfektan yang ramah lingkungan, serta ada pemisahan antara linen infeksius dan linen non-infeksius,” tambahnya.
Untuk itu PERSI menghimbau agar setiap rumah sakit harus memiliki laundry terstandar, atau melakukan outsource dengan monitoring ketat kepada penyedia laundry di luar rumah sakit. Aturan mengenai laundry terstandar diatur dalam ketentuan yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan.
Aturan tersebut juga telah diadopsi oleh Komite Akreditasi Rumah Sakit sebagai syarat proses akreditasi rumah sakit. Rumah sakit perlu memiliki komitmen dan kemampuan menganalisa kebutuhan laundry rumah sakit masing-masing serta mempunyai kompetensi untuk mengerti proses terutama dalam hal menjaga mutu hasil. Perlu dipikirkan lebih lanjut mengenai sistem pengawasan terhadap laundry rumah sakit, sebab pasien mempunyai hak untuk mendapat pelayanan terbaik dan aman dari rumah sakit.
Sementara dalam hal kebersihan, menurut Sekretaris Jenderal Asosiasi Perusahaan Klining Service Indonesia (Apklindo), Tommy G Hardjana, umumnya rumah sakit cukup patuh pada aturan dan standar kebersihan di rumah sakit. “Kami membuat persyaratan aturan dan penerapan standar operasi (SOP) tambahan, khusus bagi tenaga cleaning service di penempatan rumah sakit, karena mereka rentan terinfeksi kuman patogen. “Sejauh ini kami belum mendapatkan kasus tenaga cleaning service yang tertular penyakit saat bekerja di RS,” tambahnya.
Sumber: beritasatu.com