Handoffs Pasien di RS Pendidikan
Jill Jin, MD, MPH
JAMA. 2013;310(21):2356. doi:10.1001/jama.2013.283483
Tenaga medis yang bekerja di RS pendidikan bukan hanya dokter atau dokter spesialis yang diangkat oleh pemerintah atau manajemen RS untuk bekerja disana, melainkan juga residen, yaitu dokter yang sedang berada pada masa training untuk menjadi spesialis dan bekerja di bawah supervisi dokter spesialis senior. Terkadang pada proses pelayanan pada pasien, koas (dokter muda) juga ada dalam tim tersebut. Oleh karena itu, saat seorang pasien dirujuk ke RS pendidikan, maka pasien tersebut akan ditangani oleh banyak dokter.
Residen, sebagaimana juga koas, dapat berpindah bangsal/lokasi kerja dalam rumah sakit dalam 2-4 minggu. Selain itu, residen juga mengikuti siklus kerja dalam shift. Di RS-RS di Amerika, bisa terdapat 2-3 shift dalam sehari (di Indonesia, hanya ada 2 shift per hari untuk residen dan 3 shift per hari untuk staf fungsional RS lainnya). Hal ini terjadi karena di Amerika ada peraturan mengenai jumlah jam maksimal yang boleh dihabiskan oleh seorang residen di RS, yaitu 16 jam per minggu (di Indonesia, jumlah jam yang dihabiskan oleh seorang residen di RS pendidikan tampaknya 3-4 kali lebih panjang dari di Amerika). Dengan sistem ini, besar kemungkinan seorang pasien akan bertemu lebih dari 2 orang dokter selama masa perawatannya.
Setiap RS memiliki sistem shift-nya masing-masing. Dengan sistem ini, jika ada seorang pasien datang ke RS Pendidikan pada malam hari, maka ia akan diterima dan dirawat oleh residen yang sedang tugas jaga/shift malam (sebut saja Dokter A). Keesokan harinya, segala informasi tentang diagnosa dan tindakan pada pasien ini diserahkan (hand over) dari residen shift malam pada residen yang akan bertugas pada shift berikutnya (sebut saja Dokter B). Proses ini yang disebut sebagai handoff pasien.
Proses transfer informasi tentang pasien harus dilakukan secara terstruktur dan seefisien mungkin. Namun proses ini bisa jadi sangat menantang, karena pasien yang sedang atau pernah dirawat oleh Dokter A mungkin adalah pasien baru bagi Dokter B (karena Dokter B baru menjalani hari pertama dari siklus stasenya di bangsal tersebut, sedangkan Dokter A mungkin sudah menjalani stasenya selama beberapa waktu). Dengan kondisi ini, Dokter B mungkin akan menanyakan banyak informasi medis dari pasien yang sudah pernah ditanyakan oleh Dokter A. Bukan berarti bahwa Dokter B tidak membaca catatan medis pasien. Ia akan merasa lebih yakin bila mendapat informasi langsung dari sumbernya, sehingga tidak ada informasi penting yang terlewat. Hal ini sering membuat stres pasien, namun sangat menolong bagi residen. Tampaknya para residen di Amerika berpendapat lebih baik bertanya berulang-ulang untuk memastikan kebenaran infromasi atau mencocokan catatan medis, meskipun pasien menjadi stres karenanya. Hal ini terlihat dari rendahnya angka miss-communication antar-residen pada proses handoff pasien. Bagaimana dengan di Indonesia?
Sumber: jama.jamanetwork.com