KUDUS – Sejumlah rumah sakit swasta di Kabupaten Kudus mengeluhkan penurunan pendapatan antara 10 persen-20 persen, setelah melayani peserta program JKN-KIS. Penurunan pendapatan ini menyulitkan bagi manajemen rumah sakit untuk berinvestasi menambah fasilitas layanan.
Akibatnya, kamar rumah sakit yang dikelola RS Swasta kerap penuh. Mau tak mau pasien tak bisa dilayani, hingga kemudian muncul sentimen negatif masyarakat yang menganggap rumah sakit menolak pasien BPJS.
Keluhan ini mengemuka pada rapat koordinasi yang digelar Komisi D DPRD Kudus dengan manajemen rumah sakit swata di Kabupaten Kudus di gedung DPRD Kudus, Selasa (3/10).
Komisi D juga mengundang manajemen RSUD dr Loekmonohadi Kudus dan Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus. Pada rakor itu, Manajemen RSI Kudus Nadjib Hassan meminta pemkab memberi perhatian kepada rumah sakit swasta.
”Jika memungkinkan, hibah tidak hanya diberikan kepada RSUD saja, tapi juga rumah sakit swasta. Sebab kami juga berkewajiban memberikan pelayanan maksimal kepada masyarakat tanpa melihat apa latar belakangnya,” katanya. Hal senada diungkapkan Direktur Umum RS Mardirayahu dokter Pujianto.
Menurut dia, mekanisme klaim JKN-KIS yang kini dikelola BPJS Kesehatan berbeda jauh dengan pengelolaan model ASKES. ”Pada rawat jalan misalnya, plafon ditetapkan sebesar Rp 192 ribu per pasien. Padahal biayanya bisa jauh di atasnya.
Begitu juga jika ada pasien BPJS Kesehatan yang rawat inap, namun membutuhkan penanganan khusus,” katanya. Di sejumlah rumah sakit swasta nilai klaim ke BPJS bisa jauh lebih kecil ketimbang biaya yang telah dikeluarkan rumah sakit.(H62-61)
Sumber: suaramerdeka.com