manajemenrumahsakit.net :: Demi menjamin kebutuhan masyarakat, selama setahun ini pemerintah telah mewajibkan semua masyarakatnya mendaftarkan diri sebagai peserta asuransi kesehatan yang dikelola oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Akibat kebijakan itu, jumlah pasien di RSUD seluruh Indonesia melonjak tinggi. Sayang, dari lonjakan pasien itu ternyata banyak RSUD yang justru merugi akibat biaya rumah sakit tak bsa diklaimkan.
Sejak diberlakukannya program BPJS setahun ini, jumlah pasien di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) di seluruh Indonesia mengalami ledakan jumlah pasien. TIdak kecuali, di RSUD Sleman, Morangan, Sleman, Yogyakarta. Jika sebelum diberlakukannya BPJS pasien rawat jalan paling banyak hanya 250 orang, pasca BPJS mencapai 350-an orang perhari. Sementara itu jumlah pasien rawat inap sebelum program BPJS hanya 11.000 orang, setelah diberlakukan program BPJS meningkat tajam lebih dari 13.000 orang pertahun.
Akibat meningkatnya jumlah pasien itu, RSUD Sleman tak mampu memberikan pelayanan maksimal. Keterbatasan ruang mengakibatkan pasien harus rela mendapatkan ruang kelas yang tidak sesuai dengan kelas jaminan kesehatan yang semestinya. Semisal, pasien yang seharusnya mendapatkan perawatan di ruang Kelas II sesuai kelas pada jaminan kesehatannya, terpaksa harus mau dirawat di Kelas III. Meskipun, dalam kasus tersebut pelayanan dan obat-obatan tetap disesuaikan dengan kelas yang semestinya diperoleh pasien. Ini terpaksa dilakukan sebagai upaya RSUD Sleman untuk tetap bisa memprioritaskan pasien BPJS mendapatkan perawatan.
Namun jika kendala keterbatasan ruang ikut ditanggung kerugiannya oleh pasien, pihak RSUD Sleman masih harus menanggung beban biaya perawatan yang tak bisa diklaimkan. Selama dalam setahun pemberlakuan BPJS, RSUD Sleman bahkan mengaku mengalami kerugian puluhan juta rupiah setiap bulannya.
Joko Hastaryo-Dirut RSUD Sleman mengatakan, pihaknya sering terkendala oleh perubahan aturan secara mendadak sehingga beberapa hal menjadi tak bisa diklaimkan ke pihak BPJS. Padahal, pelayanan kesehatan sudah terlanjur diberikan. Sejumlah perubahan aturan itu, kata Joko, antara lain terkait pelayanan terhadap bayi baru lahir dan pasien denga diagnosa tertentu. Alhasil, dengan beban kerja yang bertambah akibat meningkatnya jumlah pasien, RSUD Sleman masih harus menghadapi persoalan biaya yang sudah terlanjur dikeluarkan untuk pasien dan tak bisa diklaimkan ke pihak BPJS akibat perubahan aturan yang mendadak. “Kami sangat berharap agar perubahan aturan disosialisasikan terlebih dahulu, sehingga kami tidak terus merugi karena harus menanggung biaya perawatan yang tak bisa diklaimkan”, pungkasnya. (kk)
Sumber: beritaegatama.com