manajemenrumahsakit.net :: Jakarta, HanTer – Untuk meningkatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat di DKI Jakarta, jumlah RSUD perlu ditambah. Sebab, saat ini hanya terdapat 8 RSUD di DKI Jakarta yang jumlah penduduknya lebih dari 10 juta jiwa. Ditambah saat ini minat masyarakat terhadap program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) BPJS Kesehatan semakin meningkat.
Demikian dikatakan oleh Anggota DPRD DKI Jakarta, Ida Mahmudah kepada Harian Terbit, Minggu (14/9), terkait hal yang akan ia perjuangkan sebagai anggota dewan periode 2014-2019. “DKI kurang RS, RSUD hanya sedikit, yaitu RSUD Tarakan, RSUD Cengkareng, RSUD Koja, RSUD Pasar Rebo, RSUD Budi Asih, RSUD Duren Sawit, RSUD Pulau Seribu dan RSUD Pasar Minggu. Kita mau beli RS Sumber Waras untuk jantung dan paru-paru,” kata Ida Mahmudah.
Menurutnya, fasilitas kesehatan seperti RSUD perlu ditambah karena masyarakat di Jabodetabek para berobat ke RSUD di Jakarta. “Larinya pada ke Jakarta. RSCM juga tidak memadai untuk melayaninya,” ujarnya. Namun, Anggota Dewan Incumbent ini merasa yakin dengan semangat Joko Widodo (Jokowi) yang masih menjadi sebagai Gubernur DKI Jakarta karena baru dilantik pada 20 Oktober sebagai Presiden periode 2014-2019 serta Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahja Purnama (Ahok) dalam bidang kesehatan.
“Dengan spirit Jokowi/Ahok, dengan Ahok ingin membantu DKI, DKI perlu RSUD yang jumlahnya disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat,” katanya.
Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini mengakui, jumlah RS Swasta banyak di DKI Jakarta. Namun dengan RS Swasta tidak dijawabkan bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, maka pelayanan yang diterima masyarakat kurang maksimal. “Ini juga bisa minta APBN dengan konsep tanpa kelas, itu juga bisa,” jelasnya.
Dia mencontohkan, di Jakarta Utara (Jakut) tidak hanya RSUD Koja yang seharusnya juga dibuah RSUD di Pademangan, Jakut. Begitu di Jakarta Barat (Jakbar), tidak hanya RSUD Cengkereng saka, seharusnya ada RSUD tipe A. “RSUD ditambah ini bisa melalui CSR dengan swasta yang nantinya dikelola dan jadi Pemprov DKI,” ujarnya.
Selain itu, katanya, penambahan RSUD itu di khususkan untuk RS bersalin yang jumlah juga kurang di DKI Jakarta yang terpisah dengan RS umum. “Jadi RS bersalin Ibu dan Anak yang bisa diambil jadi APBD DKI,” katanya. Pengamat Kebijakan Publik, Amir Hamzah pun mendukung langkah positif yang digagas oleh DPRD tersebut.
Dikarenakan, UU mengamanatkan alokasi dana untuk kesehatan kedua setelah pendidikan yang 20 persen dari APBN, sementara untuk kesehatan mengamanatkan 10 persen. Namun, lanjutnya, di Pemprov DKI urusan kesehatan menjadi nomor dua setelah pendidikan. “APBD nya harus jelas dulu. Memang butuh (penambahan RSUD), seperti di Jaksel baru satu hanya RSUD Pasar Minggu,” kata Amir.
Selain itu, ungkap Amir, hambatan gagasab DPRD ini adalah faktor tanah dan bangunan seperti yang dapat diantisipasi oleh Pemprov DKI dengan aset-aset yang sudah di pakai namun sudah tidak digunakan, itu bisa buat tanah dan bangunan RSUD baru. “Itu agar ase-aser Pemprov tidak mubazir seperi bekas kantor Dinas Olahraga dan Pemuda Jakarta Timur (Jaktim) bisa dipakai buat bikin RSUD baru,” sebutnya.
Dia mengatakan, penambahan RSUD ini juga harus diatur sistem rujukan dari puskema sesuai wilayah rujukannya yang harus diperbakai terlebih dahulu. “Satu RSUD itu bawahi berapa puskesmas, ini harus diatur. Mekanisme rujukan bagaimana agar tidak tumpang tindih,” jelasnya.
Dia meyakini gagasan DPRD ini akan terwujud. Sebab, APBD DKI Jakarta pada tahun 2015 mendatang bisa mencapai antara Rp90-100 triliun kalau dihitung 10 persennya yakni sekitar Rp9 triliun itu untuk kesehatan. “Ini karena surat keputusan dari Dirjen Pajak, Pajak Penghasilan (PPH) orang pribadi terdapat kenaikan Rp6 triliun, yakni 2014 itu Rp11 triliun, 2015 jadi Rp17 triliun. Belum sektor lain lagi,” ujarnya.
Dia pun menegaskan, hal itu harus diikuti dengan peningkatan pelayanan kesehatan seperti dokter, suster, tempat tidur, kamar dan lainnya ditambah. Sebab, apabila hal itu tidak dilakukan agar menjadi kendala dalam menjalankan gagasan DPRD DKI ini. “Kalau terbatas bagaimana ? Harus ditambah semuanya,” tegasnya.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) DKI Jakarta, dr. Dien Ermawati, M.Kes, membenarkan merencanakan penambahan RSUD di DKI Jakarta. Dia mengatakan, tempat tidur kelas sesuai hitungan Kartu Jakarta Sehat (KJS) yang saat ini berintegrasi dengan JKN BPJS Kesehatan, dibutuhkan tempat tidur kelas 3 sebanyak 4.900 tempat tidur. “Sedangkan, posisi sekarang baru terdapat 2.700 tempat tidur. Jadi kurang 2.200 tempat tidur,” kata dr. Dien.
Dengan adanya RSUD, lanjutnya, hal ini diantisipasi dengan terbangunnya RS Pasar Minggu dengan 450 tempat tidur, RSUD Koja 400 tempat tidur dan RSUD Budi Asih 200 tempat tidur, perubahan 18 Puskesmas Kecamatan menjadi RSU tipe D. “Kami juga akan menambah jumlah tempat tidur sebanyak 500 dan sisanya 650 tempat akan dibangun di lahan RS Sumber Waras yang akan dibeli dijadikan RSUD Kanker dan Jantung,” ujarnya.
Terkait anggaran, katanya, pihaknya tidak menemui masalah. Namun, ia enggan menyebutkan berapa anggaran kesehatan DKI Jakarta secara detail. Dia hanya mengatakan anggaran kesehatan untuk DKI sudah melebihi anggaran yang diamanatkan oleh UU Kesehatan sebesar 10 persen. “Untuk anggaran kesehatan DKI sudah mendapatkan 12 persen atau di atas UU Kesehatan,” katanya.
Untuk keterlibatan RS Swasta dalam membantu JKN di DKI Jakarta, dr. Dien mengungkapkan sebenarnya sudah terdapat 64 RS Swasta di DKI Jakarta yang sudah bekerjasama dengan BPJS Kesehatan. Namun, tambahnya, terdapat kendala dalam pelayanan. “Untuk menarik RS Swasta mau bergabung harus ada keterbukaan tarif antara RS Swasta dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Dengan demikian bisa ada titik temu,” pungkasnya. (Robbi)
Sumber: harianterbit.com