Reportase Kongres InaHEA
Bandung, 24 – 25 Januari 2014
Sesi Efisiensi RS 2 | Mutu Layanan
Sesi Efisiensi Rumah Sakit – 1
Reporter: Ni Luh Putu Eka Putri Andayani, SKM,. M.Kes
Analisis Efisiensi pada Selisih Klaim INA-CBGs dengan Pendapatan Rumah Sakit di 4 RS Kelas Studi Kasus Persalinan Sectio Caesaria
Oleh: Bambang Wibowo
Download Materi: Analisis Efisiensi pada Selisih Klaim Ina CBG
Penelitian yang dilakukan oleh Bambang Wibowo dan Mardiati Nadjib ini dilakukan di RSUP Dr. Kariadi Semarang, RSUP Dr. Sardjito, RSUP Fatmawati dan RSUP Hasan Sadikin. Apakah inefisiensi diakibatkan oleh over-treatment atau RS yang kurang efisien, merupakan pertanyaan penelitian yang ingin dijawab pada penelitian ini. Hasil penelitian menemukan bahwa terdapat perbedaan (selisih) antara klaim INA-CBGs dengan pendapatan RS yang terutama dipengaruhi oleh perbedaan pada komponen biaya jasa medis dan farmasi. Dari hasil analisis, diketahui bahwa RSUP Dr. Kariadi dan RSUP Hasan Sadikit adalah RS yang efisien sedangkan RSUP Fatmawati dan RSUP Dr. Sardjito inefisien.
75% kasus umum di RSUP Fatmawati memiliki severity level 1. Hal ini karena tidak ada RS kelas C atau kelas D di bawahnya. Hal ini tergantung juga pada akses pelayanan. Fatmawati bisa mensubsidi sampai dengan 2 juta rupiah/ kasus, sedangkan Kariadi hanya 190-an ribu/kasus. Proporsi pada jasa medik dan obat yang besar menjadi salah satu penyebab inefisiensi.
Setiap RS melakukan strategi yang berbeda untuk mengendalikan efisiensi biaya. RSUP Fatmawati menerapkan clinical pathway, RSUP Kariadi mengendalikan BHP Medis, RSUP Sardjito menerapkan jasa layanan yang sama untuk seluruh kelas pelayanan dan RSUP Hasan Sadikin menerapkan kebijakan bahwa wajib menggunakan obat generik.
Peneliti menyarankan bahwa pengendalian biaya dilakukan juga pada sisi manajemen. Harga e-catalog sebagian lebih tinggi dari harga di luar, sehingga RS perlu strategi khusus. RS perlu mengimplementasikan sistem remunerasi dan subsidi silang untuk kasus yang memberikan selisih negatif.
Analisis Hubungan antara Lama Garu Rawat dengan Kerugian Ekonomi (Economic Lost) Sepuluh Penyakit Tertinggi Usia Produktif di Instalasi Rawat Inap RSUD Inche Abdul Moeis Samarinda
Penelitian yang dilakukan oleh Tri Murti Tugiman dan Awalyya Fasha ini bertujuan untuk mengetahui besarnya kerugian ekonomi yang ditanggung seseorang akibat menderita suatu penyakit tertentu dari sepuluh penyakit terbanyak pada usia produktif. Populasi penelitiannya adalah seluruh pasien rawat inap usia produktif yang menderita satu atau lebih penyakit terbanyak di RSUD Inchea Abdul Moeis Samarinda, tahun 2011. Hasilnya menunjukkan bahwa biaya langsung yang diperlukan oleh masyarakat untuk memperoleh pelayanan kesehatan di RS ini lebih dari Rp 74 juta, sedangkan biaya tidak langsungnya lebih dari Rp 10 juta. Besarnya biaya yang hilang akibat sakit lebih dari Rp 5 juta, sedangkan besarnya kerugian ekonomi yang harus ditanggung masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan di RS ini lebih dari Rp 90 juta. Total hari rawat pasien adalah selama 171 hari. Penelitian ini menyarankan perubahan perilaku hidup sehat masyarakat dan mengikuti asuransi kesehatan untuk mencegah kerugian ekonomi.
Hubungan antara Kualitas Layanan dan Pembayar pada Kasus Infark Myocard Akut di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita 2009 – 2012
Oleh: Dr. Lies Dina Liastuty
Download Materi: Hubungan antara Kualitas Layanan dan Pembayar pada Infarkt Miokard Akut
Penelitian yang dilakukan oleh Lies Dina dan Hasbullah Thabrany ini bertujuan untuk dapat memperoleh data karakteristik, mutu layanan dan permasalahan biaya serta klaim terhadap RS oleh para penjamin/pembayar. 43-37% pembayar adalah Askes, jamkesmas hanya 5% yang menggunakan pola INA.CBGs. Namun dari sini, RS rugi sebesar Rp 11M selama 4 tahun. Kemudian, muncul kekhawatiran tindakan bertahap, pembatasan penggunaan obat dan alkes, serta pembatasan jumlah pemasok barang ke RS.
Penelitian ini menunjukkan pasien paling banyak berasal dari Jakarta Barat. Dengan rawat inap dengan tindakan sebagai 55%. Dampak keuangan jauh lebih besar pada pasien dengan STEMI, dengan tagihan rata-rata 43 juta, sedangkan yang non STEMI adalah 26 juta. Dari semua variabel yang diteliti, hanya DPJP yang tidak menunjukkan perbedaan bermakna dalam hal tagihan klaim.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa mutu layanan IMA di RSJPDHK tidak dibedakan berdasarkan jenis kelamin. Adanya selisih antara klaim yang diajukan oleh RS dengan yang dibayar oleh penjamin berhubungan secara bermakna dengan kode diagnosis, jumlah tindakan sekunder, lama dirawat dan tingkat keparahan penyakit. Menurut peneliti, dengan hanya dibayar 75% dari tarif, maka biaya yang tertutupi hanya 45%. Jika tariff INA-CBGs dinaikkan 100% pun tidak menyelesaikan masalah.
Dengan diimplementasikannya program JKN, penelitian ini menyarankan untuk dilakukan kajian ulang terhadap tarif INA-CBGs dan perlunya RS untuk tetap menerapkan upaya efisiensi yang tepat guna.
RS menggunakan master data termasuk untuk obat-obatan, sehingga semua orang akan punya akses ke satu pusat dengan data yang sama, baik dokter, perawat maupun manajemen. RS juga telah menyusun clinical pathway untuk kasus AMI. RS juga melakukan efisiensi penggunaan listrik dan investasi terjadap infrastruktur untuk menekan biaya. RS melakukan kntrak harga satuan terhadap oatobatan tertentu yang harga e-catalog-nya lebih mahal.
Strategic Use of Management Accounting Information in Hospital Management
Oleh: Anastasia Susty Ambarriani, PhD
Tujuan utama sebuah organisasi RS adalah patient safety. Namun keselamatan pasien ini dipengaruhi oleh berbagai hal, termasuk bagaimana RS tersebut dikelola. Meskipun sebagian besar RS tidak bertujuan profit, namun pengelolaan keuangan perlu dilakukan dengan baik. Inefisiensi RS dapat meningkatkan biaya yang pada akhirnya akan menjadi hambatan bagi pasien untuk mendapatkan pelayanan yang bermutu. Oleh karenanya, untuk mencapai tujuan patient safety, harus ada business safety. Hal ini disajikan oleh penelitian yang dilakukan oleh Anastasia Susty Ambarriani. Lebih lanjut, peneliti menulis bahwa manajer RS yang profesional membutuhkan informasi yang cukup untuk dapat melakukan tugas dan fungsinya dengan baik. Penelitian yang dilakukan di Jawa Tengah dan Yogyakarta ini dilakukan pada RS swasta dan pemerintah. Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah manajer akuntansi dan keuangan RS memiliki cukup pengetahuan akuntansi. Dari penelitian ini diketahui bahwa ternyata manajer akuntansi RS tersebut banyak yang tidak memiliki kompetensi yang cukup sehingga mereka tidak dapat melakukan tugasnya dengan baik. Tugas manajer akuntansi biasanya terbatas pada penganggaran dan pelaporan kekuangan, padahal fungsinya lebih luas dari itu, termasuk untuk melakukan kontrol biaya.
Latar belakang pendidikan, pengalaman kerja, aktualisasi diri, pemahaman dasar tentang konsep akuntansi manajemen merupakan ukuran kompetensi manajer akuntansi keuangan.
Profil manajemen akuntansi dan keuangan RS, diantaranya ada yang lulusan SMA (hampir 3%), namun sebagian besar S1 (67%). Kemudian, yang berlatar belakang pendidikan akuntansi kurang lebih 40%. Skor rata-rata 2,78 (dengan skor maksimal 4) untuk variabel kompetensi.
Ada hubungan antara kompetensi dengan gaya pengendalian manajemen di RS. Artinya, kompetensi akan mempengaruhi gaya pengendalian dalam pengambilan keputusan stratejik.
JKN di RS Swasta, Strategi dan Kesiapan Menghadapi JKN
Oleh: Heri Iswanto
Download Materi: JKN di RS Swasta
Di Indonesia, jumlah RS swasta lebih banyak dibandingkan dengan RS pemerintah. Akhir-akhir ini, RS swasta yang banyak dibangun adalah RS “internasional” dengan biaya investasi empat kali RS biasa. RS swasta umumnya berorientasi profit, sehingga terkonsentrasi di kota-kota besar. Situasi saat ini, RS swasta menghadapi berbagai tantangan berupa: tuntutan untuk selalu meningkatkan mutu layanan (banyak RS swasta yang kemudian merekrut tenaga dokter asing untuk mengisi pelayanan), rendahnya mutu SDM dan SDM yang terkonsentrasi di Jawa, infrastruktur yang tidak dirancang untuk RS. Namun demikian, RS Swasta memiliki Quality of Work Life.
Memberikan pelayanan yang berkuaitas memungkinkan RS untuk melakukan efisiensi dan efektivitas pelayanan. Selain itu juga dengan knowledge management dengan 21 macam tools yang dapat diaplikasikan di RS. Terakhir adalah konsep lean yang dimulai tahun 2005. RS Kemang telah menerapkan lean di seluruh unit RS.
Lean merupakan alat quality control di RS. Prinsip lean adalah mengurangi pemborosan. Kesalahan mencetak dokumen, gerakan/mobilitas pasien/petugas yang tidak efisien, persediaan dan sebagainya merupakan potensi pemborosan yang dapat terjadi di RS. Ada delapan tipe pemborosan yang teridentifikasi dalam konsep lean, dimana RS Kemang berhasil mengurnagi pemborosan sampai dengan 80%. RS ini kuat dengan konsultasi, bisa sampai 20 menit per pasien. Bisa jadi pasien pulang tidak membayar obat karena hal itu bukan tujuan utama.
Contoh yang telah dilakukan: SPO order obat dengan laptop wireless berhasil mengurangi waktu pelayanan obat dari 4 jam menjadi 12 menit. Kejadian infeksi nosocomial turun 4%. Pelaporan dari 35 jam menjadi 12 jam. Waktu tunggu turun 35%. Kesalahan atas kejelasan informasi obat juga menurun.
Peneliti menilai bahwa RS swasta memiliki kesiapan yang lebih baik dalam menghadapi JKN dibandingkan dengan RS pemerintah. Namun tetap ada masalah dalam implementasi JKN, antara lain kurangnya kapasitas tempat tidur (TT). Bagi RS yang telah siap, masih dibayangi masalah lain yaitu pengendalian mutu dan biaya. Lean adalah strategi yang sangat tepat untuk menghadapi JKN, karena mampu menjaga mutu dan mengendalikan biaya.
Diskusi
Firdaus mempertanyakan mengapa yang dikatakan tidak efisien adalah yang BMHP-nya tinggi? Peneliti menjawab sebetulnya ada kekuatan yang menonjol di masing-masing RS. Di Kariadi ada compendium alat medis yang membuat efisien, RS Fatmawati sangat kuat di CP.
Hafidz mengajukan beberapa pertanyaan, diantaranya:
- Apa fungsinya CP jika tidak efisien (kasus Fatmawati)?
Cp bisa mengefisienkan RS, LOS sampai 50%. Namun dalam proses, input-nya belum. Sedangkan Fatmawati perlu perbaiki di input. Ini kekuatan yang bisa jadi model untuk yang lain. - Indirect atau direct cost yang perlu diefisienkan? (untuk bu Lies)
Efisiensi dilakukan di direct dan indirect cost, misalnya bagaimana mengefisienkan dalam pemeliharaan alat-alat listrik. - RS di jawa, sudah siap atau belum? (untuk bu Susty)
RS sering kelabakan untuk menghitung unit cost pelayanan. Alangkah baiknya jika RS memiliki akuntan yang dapat membuat sistem informasi sehingga lebih mudah dalam menghitung unit cost dan melakukan efisiensi. Banyak yang tidak memiliki latar belakang akuntansi, misalnya politik, perawat dan sebagainya, yang tugasnya hanya mencatat. Peraturan Menteri yang baru: apakah seluruh laporan keuangan organisasi publik harus ditandatangani oleh akuntan?
Helmi (RSAB)
Sampai batas mana yang disebut strategis? Apa bedanya strategis dengan melanggar aturan?
Jawab: strategis_ ketika Direktur RS memiliki pandangan yang visioner mengenai pengembangan, namun bukan berarti bertentangan dengan aturan. Bisa diatasi dengan hospital good governance, sistem pelaporan yang transparan.
Dr. Boy Sabarguna mempertanyakan dua hal, yaitu:
- apakah INA CBGs sudah efisien?
Itulah PR ke depan, karena saat ini memang belum ada standar. Contoh standar jasa belum ada. - Apa saja efisiensi yang dilakukan oleh RSJPD?
Tidak diteliti sampai ke dampaknya terhadap mutu.
Netty (RSJAB) mempertanyakan berapa besar pengaruh adanya informasi akuntansi untuk pengambilan keputusan?
Peneliti menjawab: ada informasi akuntansi manajemen dan informasi akuntansi keuangan. Informasi akuntansi manajemen yang digunakan oleh manajer RS untuk pengambilan keputusan. Jika informasinya bagus dan valid, maka keputusan yang diambil pun akan baik. Tugas seorang akuntan adalah menghasilkan informasi yang memungkinkan gaya pengendalian yang interaktif dan membuka peluang untuk terjadinya dialog, sistem yang didesain bisa untuk mendeteksi inefisiensi atau aktivitas yang tidak memiliki nilai tambah.
Alexander Doris menyampaikan standarisasi alat diagnostic, sten, benang dan sebagainya direduce, CP distandarisasi sehingga lebih efisien. Efisiensi biaya operasional membuka peluang untuk memiliki dana agar dapat meningkatkan kesejahteraan SDM.
Penyusunan ICP harus berdasarkan Evidence Based Practice agar diperoleh data yg riel dari semua unit yg mendukung terselenggaranya st pelayanan dari msk rs sp keluar rs. Dasar penyusunan adalah ABC , Activity Based Costinguntung semua aktifitas termasuk pemakaian sumbedaya 5 M.
untuk RS Kartini, apakah bisa dijelaskan bagaimana maksud anda mengenai “INA CBGs belum jalan”? Mungkin kita bisa diskusi lebih lanjut. Terima kasih,
bagaimana nasib rs yang ina cbg’s-nya belum bisa jalan?