Surabaya – National Hospital Surabaya mengaplikasikan pembedahan stereotactic neurosurgery untuk pasien dengan gangguan pergerakan akibat gangguan fungsi saraf.
“Stereotactic neurosurgery meminimalkan luka dan pasien bisa saja sadar saat dioperasi bahkan tanpa menimbulkan nyeri,” kata dr Achmad Fahmi SpBS, dokter spesialis bedah saraf National Hospital.
Selama operasi, pasien bisa merespon dan berkomunikasi dengan tim dokter, sehingga respon terapi bisa dilihat langsung sekaligus menghindari komplikasi.
Awal April lalu, tim bedah saraf, anestesi dan radiologi rumah sakit (RS) itu sukses mengoperasi pasien penderita dystonia-chorea atau kelainan gerak tubuh dengan metode itu dan tindakan itu terbilang pertama di Indonesia.
“Gerakan tubuh pasien tidak terkontrol saat berjalan maupun tidur, sehingga sulit melakukan aktivitas. Setelah operasi, kondisi pasien pulih sekitar 80% hingga 90%,” kata alumnus Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya Fahmi yang juga Ketua Tim Bedah Saraf National Hospital.
Metode bedah ini, juga bisa diterapkan untuk pasien tumor otak tanpa membuka tengkorak kepala. Teknik stereotactic neurosurgery sudah sangat lama diterapkan di luar negeri, namun belum diterapkan di Indonesia karena harga peralatannya sangat mahal. Diperlukan akurasi diagnosa dengan Magnetic Resonance Imaging (MRI) dan CT Scan.
“National Hospital bisa melakukannya karena didukung teknologi MRI 3 Tesla Wide Bore dengan 32 channel coils, gambarnya lebih jelas dan lebih cepat. Sehingga tim dokter bisa mendefinisikan secara tepat lokasi, derajat dan aktivitas dari penyakit pasien,” kata Direktur Pelayanan Medis National Hospital dr Iwan Santosa MMR.
Jumlah pasien yang mengalami kelainan gerak seperti distonia, parkinson, tremor, kekakuan otot, dan nyeri akibat stroke, dari tahun ke tahun makin meningkat. “Kondisi itu pula yang memicu pasien berobat ke luar negeri, karena tidak kunjung sembuh meski sudah diberi obat-obatan atau suntik,” ujar Iwan.
Sumber: pdpersi.co.id
bisa untuk pneyakit apa aja?