Sebagai ilustrasinya, bagaimana ekspresi seorang pasien yang menjalani pemeriksaan penyakitnya di salah satu ruangan di hotel yang menyediakan klinik, sementara dokternya berpakaian bebas. Tentu ketegangan psikisnya tidak akan separah di rumah sakit untuk urusan yang sama. Ini contoh vulgar pengaruh asesoris rumah sakit terhadap psikologis pasien.
Tidak heranlah bila seorang arsitektur mengatakan kepada saya, apa salahnya cirikhas rumah sakit diubah sedemikian rupa, sehingga ketika pasien yang datang tidak lagi merasa semakin sakit. Toh banyak alternatif untuk itu tanpa mengurangi kewibawaan petugas medis.
Ayo, ekstrimnya, mendingan mana: “dokter berpakaian putih polos tetapi pasien sudah gugup” atau “dokter berpakaian warna-warna tetapi pasien terasa enjoy?”
Di Amerika banyak rumah sakit yang beberapa ruangannya memberikan suasana lucu. Di ruang kelas anak, misalnya, tampak beragam gambar kartun. Belum lagi asesoris lainnya. Demikian juga dengan seragam tidurnya. Singkatnya yang mereka lupa dengan keluarganya di rumah. Sampai-sampai tidak sedikit dari mereka yang memintanya untuk dibawa pulang.
Berbeda jauh dengan apa yang kita lihat di rumah sakit di tanah air. Baru saja mendekati ruang pemeriksaan, anak langsung merengek, menangis, atau menjerit.
Apalagi bila di rumahnya, dokter sering digambarkan sebagai sosok yang menakutkan. Mendingan si dokter mau tersenyum, menyapa, atau apalah, pokoknya yang membuat anak-anak senang. Ini tidak, dalam artian, hanya memperlihatkan sikap polos. Orang dewasa pun sama, hanya dipendamnya.
Belum lagi suasana rumah sakit yang sudah menjadi karakter klasik, sekaligus mengkristal pada pikiran pasien, seperti bau obat, seragam yang dikenakan petugas medis, sampai cat tembok yang didominasi warna putih.
Mungkin maksudnya supaya memberi kesan bersih. Tapi percuma bila membuat pasien mengekpresikan wajah berbeda ketika mereka berada di tempat lain seperti pasar swalayan atau supermarket. Lagian tidak ada dasar medisnya.
Anne Manyande, psikolog dari Universitas College, pernah memeriksa kadar dua hormon stres, adrenalin dan kortisol, dalam darah sejumlah pasien yang menjalani operasi, yaitu sebelum, saat, dan sesudahnya.
Kedua hormon itu diyakini bisa menurunkan berat badan maupun daya tahan, yang ditandai adanya rasa lelah. Ini relevan dengan para peneliti dari Jepang, stres menguras puluhan otot untuk menghasilkan tenaga, sementara senyum hanya satuan saja.
Mereka antara lain menyarankan, agar menjelang operasi, hubungan pasien dengan tim dokter memperlihatkan keakraban atau persaudaraan. Walaupun tetap tidak menghilangkan rasa takut, minimal bisa berkurang.
Penulis rasa, esensi peneliti itu paralel dengan topik tulisan ini.
Idealnya ekspresi pasien mengalami perubahan ke arah ceria ketika sudah berada di rumah sakit, sebagaimana orang lapar ketika memasuki rumah makan. Karena salah satu misi hakiki rumah sakit memang demikian.
Ini sesuai kandungan nilai filosofi di dalam istilah itu sendiri.
Sayangnya sering terbalik. Sangat banyak pasien malah merasa semakin menderita. Yang ketika masih di rumahnya masih sempat ketawa ceria, berubah menjadi loyo. Bayangan harapan sembuh seolah-olah tenggelam oleh asumsi akan malapetaka yang akan menimpa dirinya.
Penulis pernah melakukan dialog dengan sejumlah orang yang tentu sering terlibat dengan rumah sakit. Mereka umumnya mengakui bahwa citra dokter yang berpakian putih sering memberi kesan yang menyeramkan atau menegangkan untuk pasiennya. Karenanya mereka pun setuju, agar pakaiannya diiganti/dimodifikasi, tanpa meninggalkan fungsinya yang antara lain sebagai perlindungan dari segala bentuk kontaminasi. Jadi tidak salahnya bila dokter juga berpakaian warna warni.
Memang perubahan paradigma itu sudah terjadi di beberapa tempat praktik dokter. Antara lain dengan memodifikasi pakaian dan memperbanyak asesoris.
Selain bertujuan membuat pasien enjoy, semua petugas medis dituntut untuk memperlihatkan sikap simpatik. Hanya belum merata.
Mungkin perlu kebijaksanaan pemerintah untuk melakukan pengkajian ulang tentang manajemen suasana rumah sakit yang bisa meningkatkan kenyamanan dan ketenganan para pasien.
Sumber: analisadaily.com