Sejak Kartu Jakarta Sehat (KJS) mulai diberlakukan November tahun lalu, pasien Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan beberapa rumah sakit swasta ditunjuk membludak. Antrean panjang terjadi mulai dari loket antrean verifikasi data calon pasien, loket nomor urut, hingga antrean klinik dan poli. Bahkan di beberapa RSUD, antrean penanganan operasi dan rawat inap juga terjadi.
Misalnya di RSUD Pasar Rebo. Kepala Satuan Pelaksana Marketing dan Humas RSUD Dedy Suryadi mengatakan sejak KJS diberlakukan antrean pasien meningkat 50 persen. Bila sebelumnya antrean sebanyak 200 hingga 300 orang per hari, kini mencapai 500 orang saban hari. Padahal kamar rawat inap kelas tiga, khusus untuk pasien KJS jumlahnya terbatas. “Jadi antrean ya wajar, makanya sekarang diperbaiki. Kamar pasien kelas dua juga sudah diubah untuk pasien miskin,” kata dia ketika dihubungi merdeka.com, Kamis pekan lalu.
Merdeka.com sempat melongok bangsal cempaka untuk rawat inap pasien operasi bedah RSUD Pasar Rebo. Bangsal itu dibagi menjadi dua kelas: dua dan tiga, masing-masing mendapat jatah tiga kamar. Bangsal pasien kelas tiga, khusus pasien miskin sudah terisi penuh. Bangsal kelas dua untuk pasien umum tanpa KJS, rupanya masih menyisakan beberapa kamar kosong.
Padahal Gubernur DKI Jakarta Jokowi beberapa waktu lalu sempat meminta RSUD mengubah bangsal kelas dua menjadi kelas tiga. Seorang petugas keamanan kamar rawat inap pasien, sebut saja namanya Iqbal, mengatakan kondisi mirip juga terjadi di bangsal rawat inap poli penyakit lain. “Sama saja, mas. Kalau ada yang kososng, mungkin orangnya lagi operasi,” kata dia.
KJS untuk warga miskin pemilik identitas Jakarta. Jaminan kesehatan ini dilandaskan pada Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Pemerintah Jakarta menggandeng 95 rumah sakit, terdiri dari 22 rumah sakit milik pemerintah dan 73 rumah sakit swasta untuk melayani pasien KJS ini.
Namun setelah lima bulan berjalan, beberapa masalah muncul, salah satunya antrean perawatan itu. Antrean ini sebenarnya sudah diprediksi oleh pemerintah. Oleh sebab itu, kata Dedy, sekarang waktunya penataan. Bulan depan, dia melanjutkan, mekanisme pembayaran, termasuk verifikasi data pasien diperketat, ditangani langsung oleh PT ASKES.
Selain itu, data calon pasien pun ditelisik. Misalnya, apakah penerima KJS ini seluruh warga Jakarta atau tertentu, indikator warga penerima harus jelas, bisa mengacu kepada data masyarakat miskin dari Badan Pusat Statistik. Perbaikan lain menyangkut sarana: bangsal rawat inap, alat kesehatan, sumber daya manusia, termasuk kejelasan payung hukum.
Perbaikan juga harus menyentuh 89 puskesmas di seluruh Jakarta sebagai tempat pelayanan kesehatan pertama. Alat kesehatan puskesmas diperbaiki, pegawai dibangun, dan pendidikan kesehatan kepada masyarakat dilakukan sejak dini. Bila puskesmas bagus, masyarakat akan banyak berobat ke sana.
Bila pasien di puskesmas tidak tertangani, baru kemudian dirujuk ke RSUD. Kalau di RSUD tidak mampu, dirujuk ke Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Nasional, misalnya RS Cipto Mangun Kusumo. “Tapi kalau pasien bisa ditangani di tingkat puskesmas, tidak perlu lagi ke rumah sakit, itu yang kami usulkan kepada gubernur,” kata dia.
Sumber: merdeka.com