JAKARTA–DPR menilai masih banyak pengelola rumah sakit yang cenderung lebih komersial daripada mendahulukan kepentingan sosial atau kemanusiaan. Menurut Anggota Komisi Kesehatan dan Ketenagakerjaan Komisi IX DPR Poempida Hidayatulloh, sebaiknya pertolongan awal dapat dilakukan oleh rumah sakit tanpa harus memikirkan administrasi biaya. “Kondisi rumah sakit harus siap menerima siapa pun yang membutuhkan pertolongan, jika memang situasinya darurat,” ujarnya, Senin (11/2/2013). Dia menilai karena sifatnya hanya pertolongan pertama maka wajib menolong, jika kemudian perawatan selanjutnya dapat diarahkan ke rumah sakit yang memang menjadi tanggung jawab pemerintah. “Jika memang si pasien tidak mampu bayar, biayanya dapat dibukukan sebagai CSR [corporate social responsibility] rumah sakit itu,” tuturnya. Poempida mencontohkan kasus meninggalnya mahasiswi UI, Annisa Azward akibat tidak mendapat pertolongan secara maksimal dari RS Atmajaya Pluit setelah melompat dari angkutan kota, karena takut jadi korban penculikan. Anisa ditolak oleh RS Atmajaya Pluit karena tidak dapat membayar uang muka sebesar Rp12 juta, lalu dipindahkan ke RS Koja Jakarta Utara milik pemerintah, sehingga penanganan terlambat dan akhirnya menghembuskan nafas terakhir. “Seharusnya pihak rumah sakit swasta tidak menomersatukan uang jaminan, tapi pertolongan pertama terhadap korban yang utama,” ungkapnya. Sumber: solopos.com |
Baca Juga Berita Sebelumnya |
12 Feb2013
Prihatin atas kejadian yang menimpa Icha.
UU RS kan sudah menegaskan bahwa RS tidak boleh menolak pasien2 dalam keadaan gawat dan bencana.
Kira2 atas alasan apa ya (selain dana 12 juta), RS menolak menangani Icha?
mungkin karena pihak RS sedang mengalami kesulitan dalam hal keuangan maka nya pihak manajemen tidak berani mengambil keputusan untuk merawat icha. kan icha pastinya butuh banyak pengeluran untuk pemulihan kesehatan icha….