| Edisi Minggu ke 41: Selasa 20 Oktober 2020
Mewujudkan Keadilan Kesehatan Melalui Telemedicine dan Telehealth? Akselerasi Konsultasi Kesehatan Jarak Jauh di Era Pandemi COVID-19 Community of Practice for Health Equity Telemedicine dan Telehealth adalah salah satu inovasi penggunaan teknologi informasi dalam dunia pelayanan medis. Menurut American Academy of Family Physicians (AAFP), Telemedicine adalah praktik kedokteran yang menggunakan teknologi atau alat telekomunikasi untuk memberikan perawatan dari jarak jauh. Di sisi lain, Telehealth memiliki definisi yang lebih luas dan mengacu pada pelayanan kesehatan jarak jauh secara klinis maupun non klinis. Dengan diadakannya pembatasan wilayah dan social distancing, masyarakat disarankan untuk mengurangi kunjungan ke rumah sakit untuk menghindari tertular COVID-19. Untuk tetap memenuhi pelayanan kesehatan yang dibutuhkan masyarakat, maka banyak negara yang menggencarkan penggunaan Telemedicine dan Telehealth. Negara-negara yang sebelumnya belum menggunakan Telemedicine dan Telehealth juga sekarang tengah mengejar pengadaan dan perkembangan pelayanan kesehatan secara daring atau jarak jauh. |
|||
| Website ini akan update setiap Selasa pagi. Nantikan Informasi terbaru setiap minggunya. | |||
|
+ Arsip Pengantar Minggu Lalu |
|||
|
|
Tantangan Pelayanan Kesehatan HIV/AIDS bagi ODHA Selama Pandemi COVID-19 |
||
Edisi Minggu ke 40: Selasa 13 Oktober 2020
| Edisi Minggu ke 40: Selasa 13 Oktober 2020
Tantangan Pelayanan Kesehatan HIV/AIDS bagi ODHA Selama Pandemi COVID-19 Community of Practice for Health Equity
Penderita HIV/AIDS, atau biasa disebut sebagai Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA), adalah salah satu kelompok yang rentan terpapar berbagai penyakit. Human immunodeficiency virus bekerja dengan cara merusak sistem kekebalan tubuh penderita sehingga penderita HIV dapat memiliki berbagai penyakit komorbiditas. Indonesia merupakan negara urutan ke – 5 paling berisiko HIV/AIDS di Asia. Di Indonesia, jumlah kasus HIV dan AIDS terus meningkat sejak 2006. Menurut data laporan dari Ditjen P2P, pada 2017 terdapat 48,300 jumlah kasus HIV dan AIDS di Indonesia. Selanjutnya, data pada 2019 menunjukkan jumlah orang dengan HIV/AIDS mencapai hampir 350 ribu orang dengan pertambahan kasus baru sekitar 49 ribu per tahun. Webinar Keadilan Sosial dalam Pemenuhan Akses dan Distribusi Vaksin COVID-19 di Indonesia CoP for Health Equity Selasa, 20 Oktober 2020 | 10.00 – 11.30 WIB Kemampuan melakukan deteksi dini dan merespon tantangan kesehatan global ke depan serta membangun sistem kesehatan nasional yang kuat dari setiap negara dibutuhkan agar pemenuhan dan pendistribusian vaksin dapat dilakukan secara setara dan adil. Pada pandemi COVID-19 ini, setidaknya ada 21 negara melaporkan bahwa mereka kekurangan stok vaksin rutin akibat dari pembatasan-pembatasan yang disebabkan oleh pandemi. Padahal, WHO telah menyatakan bahwa imunisasi rutin tetap harus dilakukan. Sangat penting untuk mempertahankan fokus global pada imunisasi rutin, baik untuk melindungi balita dan anak-anak dari penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin, maupun untuk mencegah wabah lain berkembang ditengah pandemi COVID-19. |
|||
| Website ini akan update setiap Selasa pagi. Nantikan Informasi terbaru setiap minggunya. | |||
|
+ Arsip Pengantar Minggu Lalu |
|||
|
|
Akses Kesehatan yang Ekuitabel bagi Kelompok Rentan Lainnya |
|
Universal Masking di Rumah Sakit di Era COVID-19 |
Edisi Minggu ke 39: Selasa 6 Oktober 2020
| Edisi Minggu ke 39: Selasa 6 Oktober 2020
Akses Kesehatan yang Ekuitabel bagi Kelompok Rentan Lainnya Community of Practice for Health Equity
Kelompok rentan seperti pekerja seks komersial (PSK) merupakan salah satu kelompok yang paling terdampak pandemi COVID-19 sekaligus sangat terkucilkan dari respon COVID-19. Mereka mengalami diskriminasi berbasis gender, orientasi seksual, identitas gender, ras, kasta, etnis, dan lain -lain. Kapasitas PSK untuk melindungi diri dari COVID-19 dan penyakit lainnya bergantung pada perilaku individu dan interpersonal, lingkungan kerja, dukungan komunitas, akses ke pelayanan kesehatan layak, dan lingkungan sosioekonomi, serta norma atau hukum setempat. Para PSK yang tunawisma, pengguna narkoba, atau imigran gelap menghadapi tantangan lebih dalam mencari akses pelayanan kesehatan dan lebih terancam mengalami dampak ekonomi yang berkepanjangan. Universal Masking di Rumah Sakit di Era COVID-19
Kita tahu bahwa memakai masker di luar fasilitas perawatan kesehatan menawarkan sedikit, jika ada, perlindungan dari infeksi. Otoritas kesehatan masyarakat mendefinisikan exposure yang signifikan untuk COVID-19 sebagai kontak tatap muka dalam jarak 6 kaki dengan pasien dengan gejala COVID-19 yang bertahan setidaknya selama beberapa menit (dan beberapa mengatakan lebih dari 10 menit atau bahkan 30 menit). Oleh karena itu, peluang untuk tertular COVID-19 dari interaksi yang lewat di ruang publik menjadi minimal. Dalam banyak kasus, keinginan untuk menutupi secara luas merupakan reaksi refleksif terhadap kecemasan atas pandemi. Masker adalah pengingat yang terlihat dari patogen yang tidak terlihat namun tersebar luas dan dapat mengingatkan orang tentang pentingnya jarak sosial dan tindakan pengendalian infeksi lainnya. Jelas juga bahwa masker memiliki peran simbolis. Masker bukan hanya alat, tetapi juga benda yang dapat membantu meningkatkan rasa aman, kesejahteraan, dan kepercayaan petugas kesehatan di rumah sakit mereka. Meskipun reaksi semacam itu mungkin tidak sepenuhnya logis, kita semua tunduk pada ketakutan dan kecemasan, terutama selama masa krisis. Orang mungkin berpendapat bahwa ketakutan dan kecemasan lebih baik diatasi dengan data dan pendidikan daripada dengan masker yang sedikit menguntungkan, terutama mengingat kekurangan masker di seluruh dunia, tetapi sulit untuk membuat dokter mendengar pesan ini di tengah panasnya krisis saat ini. Kontribusi terbesar dari masking protocol yang diperluas mungkin adalah untuk mengurangi penularan kecemasan dan di atas peran apa pun yang mungkin mereka mainkan dalam mengurangi penularan COVID-19. Nilai potensial dari universal masking dalam memberikan kepercayaan kepada petugas kesehatan untuk menyerap dan menerapkan praktik pencegahan infeksi yang lebih mendasar yang dijelaskan di atas mungkin merupakan kontribusi terbesarnya. Artikel ini dipublikasikan pada Mei 2020 di jurnal The New England Journal of Medicine. Webinar Keadilan Sosial dalam Pemenuhan Akses dan Distribusi Vaksin COVID-19 di Indonesia CoP for Health Equity Selasa, 20 Oktober 2020 | 10.00 – 11.30 WIB Kemampuan melakukan deteksi dini dan merespon tantangan kesehatan global ke depan serta membangun sistem kesehatan nasional yang kuat dari setiap negara dibutuhkan agar pemenuhan dan pendistribusian vaksin dapat dilakukan secara setara dan adil. Pada pandemi COVID-19 ini, setidaknya ada 21 negara melaporkan bahwa mereka kekurangan stok vaksin rutin akibat dari pembatasan-pembatasan yang disebabkan oleh pandemi. Padahal, WHO telah menyatakan bahwa imunisasi rutin tetap harus dilakukan. Sangat penting untuk mempertahankan fokus global pada imunisasi rutin, baik untuk melindungi balita dan anak-anak dari penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin, maupun untuk mencegah wabah lain berkembang ditengah pandemi COVID-19. |
|||
| Website ini akan update setiap Selasa pagi. Nantikan Informasi terbaru setiap minggunya. | |||
|
+ Arsip Pengantar Minggu Lalu |
|||
|
|
Perlindungan Anak dari Kekerasan Selama COVID-19 |
|
Perawatan Kesehatan Mental Untuk Staf Medis Dan Petugas Kesehatan yang Berafiliasi Selama Pandemi COVID-19 |
Edisi Minggu ke 38: Selasa 29 September 2020
| Edisi Minggu ke 38: Selasa 29 September 2020
Webinar Keadilan Sosial dalam Pemenuhan Akses dan Distribusi Vaksin COVID-19 di Indonesia CoP for Health Equity Selasa, 20 Oktober 2020 | 10.00 – 11.30 WIB Kemampuan melakukan deteksi dini dan merespon tantangan kesehatan global ke depan serta membangun sistem kesehatan nasional yang kuat dari setiap negara dibutuhkan agar pemenuhan dan pendistribusian vaksin dapat dilakukan secara setara dan adil. Pada pandemi COVID-19 ini, setidaknya ada 21 negara melaporkan bahwa mereka kekurangan stok vaksin rutin akibat dari pembatasan-pembatasan yang disebabkan oleh pandemi. Padahal, WHO telah menyatakan bahwa imunisasi rutin tetap harus dilakukan. Sangat penting untuk mempertahankan fokus global pada imunisasi rutin, baik untuk melindungi balita dan anak-anak dari penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin, maupun untuk mencegah wabah lain berkembang ditengah pandemi COVID-19. Pandemi COVID-19 dan Memburuknya Angka Pekerja Anak: Timpangnya Sistem Kesehatan dan Perlindungan Sosial Community of Practice for Health Equity
Child labor atau pekerja anak adalah salah satu bentuk eksploitasi anak dan merupakan pelanggaran hak – hak anak. Berdasarkan survei dari ILO bersama Badan Pusat Statistik pada 2009, ditemukan bahwa sekitar 38 persen anak di Indonesia bekerja kurang dari 16 jam per minggu, 31 persen antara 16 – 30 jam, 10 persen antara 31 – 40 jam dan 21 persen lebih dari 40 jam per minggu. Pekerja anak sangat berdampak terhadap kesejahteraan dan masa depan anak. Bagaimana Rumah Sakit Dapat Memenuhi Kebutuhan Pasien Non COVID-19 Saat Pandemi?
Selama gelombang awal pandemi COVID-19, rumah sakit di seluruh dunia mengalihkan sumber daya dari perawatan kritis rawat inap rutin dan klinik rawat jalan untuk memenuhi lonjakan permintaan. Karena keterbatasan sumber daya dan ketakutan terhadap infeksi, dokter dan pasien non-Covid menunda kunjungan, evaluasi, diagnostik, pembedahan, dan terapi “tidak mendesak”. Memang, pada awal pandemi dokter dan pejabat kesehatan masyarakat terkemuka mencatat penurunan dramatis dalam keadaan darurat kesehatan yang tidak terkait COVID-19. Meskipun penundaan ini mungkin telah mengurangi jumlah layanan yang tidak perlu digunakan, penundaan ini kemungkinan juga menyebabkan penangguhan layanan yang dibutuhkan yang berbahaya, yang diyakini banyak orang akan mengarah pada rawat inap di kemudian hari yang membutuhkan tingkat perawatan yang lebih tinggi, lama rawat yang lebih lama, dan peningkatan penerimaan kembali rumah sakit, sehingga selanjutnya membebani kapasitas rawat inap rumah sakit. Berdasarkan prinsip utama dari manajemen operasi dan menerapkan perspektif sistem kesehatan, penulismengusulkan empat strategi untuk memfasilitasi perawatan pasien non-COVID bahkan saat rumah sakit diperluas untuk menyerap gelombang pasien dengan COVID-19. Artikel ini dipublikasikan di Harvard Bussiness Review pada 14 Juli 2020. |
|||
| Website ini akan update setiap Selasa pagi. Nantikan Informasi terbaru setiap minggunya. | |||
|
+ Arsip Pengantar Minggu Lalu |
|||
|
|
Perlindungan Anak dari Kekerasan Selama COVID-19 |
|
Perawatan Kesehatan Mental Untuk Staf Medis Dan Petugas Kesehatan yang Berafiliasi Selama Pandemi COVID-19 |
Edisi Minggu ke 38: Selasa 22 September 2020
| Edisi Minggu ke 38: Selasa 22 September 2020
Perlindungan Anak dari Kekerasan Selama COVID-19 Community of Practice for Health Equity Kekerasan anak didefinisikan sebagai segala bentuk kekerasan terhadap individu berusia di bawah 18 tahun dan merupakan masalah yang terdapat di seluruh belahan dunia. Mayoritas kekerasan terhadap anak mencakup penganiayaan secara fisik, seksual, maupun psikologis. Sekitar setengah dari seluruh anak – anak di dunia mengalami hukuman fisik di rumah; 3 dari 4 anak berusia 2 sampai 4 tahun mengalami kekerasan disipliner dari orang tua atau pengasuh mereka; setengah dari siswa berusia 13 sampai 15 tahun mengalami kekerasan dari teman sebayanya di sekolah; dan 1 dari 3 remaja perempuan berusia 15 sampai 19 tahun telah menjadi korban kekerasan pasangan (secara intim). Sedangkan kekerasan emosional atau psikologis termasuk membatasi kebebasan anak, ejekan terhadap anak, ancaman dan intimidasi, diskriminasi, penolakan, dan pengasingan. Penelantaran anak juga merupakan bentuk kekerasan anak yang kerap kali ditemui. Perawatan Kesehatan Mental Untuk Staf Medis Dan Petugas Kesehatan yang Berafiliasi Selama Pandemi COVID-19
Pandemi COVID-19 adalah tantangan yang belum pernah terjadi sebelumnya bagi masyarakat. Mendukung kesehatan mental staf medis dan petugas kesehatan (staf) yang berafiliasi adalah bagian penting dari respons kesehatan masyarakat. Makalah ini merinci efek pada staf dan membahas beberapa pertimbangan organisasi, tim dan individu untuk staf pendukung (secara pragmatis) selama pandemi ini. Para pemimpin di semua tingkat organisasi perawatan kesehatan akan menganggap ini sebagai sumber yang berharga. Artikel ini dipublikasikan pada 2020 di SAGE Journals. |
|||
| Website ini akan update setiap Selasa pagi. Nantikan Informasi terbaru setiap minggunya. | |||
|
+ Arsip Pengantar Minggu Lalu |
|||
|
|
Kusta, Penyakit Tropis yang Terabaikan, Status Eliminasi Tetap Diusahakan Selama Pandemi Covid-19 |
|
Pendekatan Lean Rumah Sakit dalam Perawatan Kesehatan |
Edisi Minggu ke 37: Selasa 15 September 2020
| Edisi Minggu ke 37: Selasa 15 September 2020
Kusta, Penyakit Tropis yang Terabaikan Status Eliminasi Tetap Diusahakan Selama Pandemi Covid-19 Community of Practice for Health Equity
Penyakit kusta adalah penyakit infeksius kronis yang menyerang kulit dan jaringan saraf perifer, serta mata dan selaput yang melapisi bagian dalam hidung. Penyakit kusta disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae yang sebenarnya dapat disembuhkan. Namun, eliminasi kusta sulit tercapai karena penyakit ini memiliki periode inkubasi yang lama, sehingga menyebabkan tingginya frekuensi keterlambatan diagnosis. Penyakit kusta yang terlambat ditangani juga menyebabkan deformitas permanen yang diasosiasikan dengan stigma sosial dan diskriminasi bagi para penderita penyakit ini. Pendekatan Lean Rumah Sakit dalam Perawatan Kesehatan
Biaya perawatan kesehatan telah meningkat pesat di negara kita dan di dunia dan itu membutuhkan lebih banyak dari anggaran. Biaya, malpraktek, waktu yang terbuang percuma, dan ketidakefisienan birokrasi secara umum telah menyebabkan perlunya persetujuan baru. Manajemen ramping adalah penghapusan aktivitas apa pun yang tidak menambah nilai pada produk akhir organisasi, dan menggunakan apa yang disebut sebagai strategi inventaris “tepat waktu”, yang bertujuan untuk mengurangi inventaris dan biaya penyimpanan terkait. Teknologi dapat mengurangi tenaga kerja manual yang terlibat dalam banyak proses yang berlangsung di dalam rumah sakit dan meningkatkan efisiensi secara keseluruhan. Organisasi lean berbeda dari organisasi tradisional dalam memberikan kekuatan untuk memperbaiki organisasi ke tangan karyawan yang secara langsung berinteraksi dengan produk akhir, daripada manajemen. Perbedaan terbesar antara organisasi yang dikelola secara tradisional dan organisasi lean adalah fokus mereka pada peningkatan sistemik. Organisasi lean fokus pada mengidentifikasi akar penyebab semua masalah dan menyesuaikan proses untuk menghentikan masalah yang sama terjadi di masa depan. Tujuan dari penelitian ini untuk menyajikan sistem manajemen rumah sakit yang ramping untuk sektor kesehatan di Turki, yang dapat bermanfaat bagi kita dalam segala hal, dapat digunakan. Dengan cara ini, sistem lean dapat mendukung pekerja perawatan kesehatan dan dokter, memastikan bahwa mereka dapat memberikan perhatian penuh pada situasi di tangan mereka. Sistem ini akan mengurangi risiko, biaya, dan pemborosan sekaligus memberdayakan dan mempermudah rumah sakit untuk meningkatkannya dalam jangka panjang. Artikel ini dipublikasikan pada 2020 di International Journal of Current Research. |
|||
| Website ini akan update setiap Selasa pagi. Nantikan Informasi terbaru setiap minggunya. | |||
|
+ Arsip Pengantar Minggu Lalu |
|||
|
|
Akses Vaksin yang Ekuitabel bagi Masyarakat |
|
Menilai Kapasitas Lonjakan Rumah Sakit dari Sistem Kesehatan Kenya dalam Menghadapi Pandemi COVID-19 |
|
|
Reportase Webinar Pentingnya Koordinasi Multi-Sektor Program Gizi Remaja di Masa Pandemi C-19 |
||
Edisi Minggu ke 36: Selasa 8 September 2020
| Edisi Minggu ke 36: Selasa 8 September 2020
Akses Vaksin yang Ekuitabel bagi Masyarakat Community of Practice for Health Equity
Pada 2010, komunitas kesehatan global mendeklarasikan sebuah visi untuk 10 tahun berikutnya, yakni The Decade of Vaccines. Visinya adalah menciptakan dunia dimana semua individu dan komunitas menikmati kehidupan yang bebas dari penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin. Misinya untuk menyediakan manfaat penuh imunisasi untuk semua orang, terlepas dari tempat lahir, identitas mereka, atau dimana mereka tinggal, pada 2020 dan seterusnya. Salah satu tujuan strategis Decade of Vaccine memberikan manfaat imunisasi yang luas dan merata kepada semua orang.1 Menilai Kapasitas Lonjakan Rumah Sakit dari Sistem Kesehatan Kenya dalam Menghadapi Pandemi COVID-19
Pandemi COVID-19 menguji kapasitas sistem kesehatan di seluruh dunia dan terutama di negara – negara berpenghasilan rendah dan menengah. Tujuan penelitian ini untuk menilai lonjakan kapasitas sistem kesehatan Kenya dalam hal rumah sakit umum dan tempat tidur ICU dalam menghadapi pandemi COVID-19. Peneliti mengasumsikan bahwa 2% dari populasi Kenya mendapatkan infeksi gejala oleh SARS-Cov-2 berdasarkan perkiraan model untuk Kenya dan menentukan kapasitas lonjakan sistem kesehatan untuk COVID-19 dalam tiga skenario kurva penularan, yaitu 6, 12, dan 18 bulan. Peneliti memperkirakan empat ukuran kapasitas lonjakan rumah sakit yaitu: 1) kapasitas lonjakan tempat tidur rumah sakit 2) kapasitas lonjakan tempat tidur ICU 3) Titik kritis tempat tidur rumah sakit, dan 5) titik kritis tempat tidur ICU. Peneliti menghitung ini secara nasional dan untuk semua 47 pemerintah daerah. Artikel ini dipublikasikan pada Juli 2020 di jurnal PLOS One. Reportase Webinar Pentingnya Koordinasi Multi-Sektor Program Gizi Remaja di Masa Pandemi C-19 Community of Practice for Health Equity Masalah kelebihan dan kekurangan gizi terjadi di seluruh lapisan umur, sehingga forum mengenai gizi remaja patut ditingkatkan. Gizi remaja memiliki implikasi penting untuk kemampuan negara mencapai target tujuan pembangunan berkelanjutan (SDG), dan juga pertumbuhan dan perkembangan ekonomi. Adapun remaja putri adalah calon ibu di masa depan dan status gizi mereka memberikan dampak langsung kepada status gizi dan kesehatan generasi selanjutnya. Webinar yang diadakan pada 2 September 2020 mengundang tiga panelis untuk mendiskusikan antara lain dukungan UNICEF Indonesia dalam program gizi remaja Indonesia, pengalaman layanan gizi remaja selama pandemi, dan peran remaja dalam distribusi tablet tambah darah (TTD) di masa pandemi. Video dan Reportase ToR dan Materi |
|||
| Website ini akan update setiap Selasa pagi. Nantikan Informasi terbaru setiap minggunya. | |||
|
+ Arsip Pengantar Minggu Lalu |
|||
|
|
Kesehatan Mental Balita dan Anak – Anak Positif COVID-19 yang Dikarantina |
|
Minimalisasi Limbah: Survei di Rumah Sakit Umum dan Swasta Iran |
Edisi Minggu ke 35: Selasa 1 September 2020
| Edisi Minggu ke 35: Selasa 1 September 2020
Reportase Webinar Pentingnya Koordinasi Multi-Sektor Program Gizi Remaja di Masa Pandemi C-19 Community of Practice for Health Equity Masalah kelebihan dan kekurangan gizi terjadi di seluruh lapisan umur, sehingga forum mengenai gizi remaja patut ditingkatkan. Gizi remaja memiliki implikasi penting untuk kemampuan negara mencapai target tujuan pembangunan berkelanjutan (SDG), dan juga pertumbuhan dan perkembangan ekonomi. Adapun remaja putri adalah calon ibu di masa depan dan status gizi mereka memberikan dampak langsung kepada status gizi dan kesehatan generasi selanjutnya. Webinar yang diadakan pada 2 September 2020 mengundang tiga panelis untuk mendiskusikan antara lain dukungan UNICEF Indonesia dalam program gizi remaja Indonesia, pengalaman layanan gizi remaja selama pandemi, dan peran remaja dalam distribusi tablet tambah darah (TTD) di masa pandemi. Video dan Reportase ToR dan Materi Kesehatan Mental Balita dan Anak – Anak Positif COVID-19 yang Dikarantina Community of Practice for Health Equity
Balita dan anak – anak adalah salah satu kelompok yang rentan terpapar COVID-19. Per 29 Agustus 2020, terdapat 2.2% kelompok umur 0 – 5 tahun dan 7.2% kelompok umur 6 – 18 tahun positif COVID-19 yang menjalani perawatan serta isolasi. Perhatian lebih harus diarahkan kepada anak – anak yang dalam perawatan COVID-19 karena tidak hanya fisik mereka yang rentan, namun kesehatan mental mereka juga rentan. Anak – anak dalam perawatan COVID-19 yang terpisah dari orang tua atau pengasuh mereka, anak – anak yang orangtua atau pengasuhnya terinfeksi, atau bahkan meninggal dari penyakit ini memiliki banyak pertanyaan yang mungkin belum bisa mereka mengerti. Minimalisasi Limbah: Survei di Rumah Sakit Umum dan Swasta Iran
Rumah sakit biasanya menghasilkan limbah berbahaya dalam jumlah besar. Jika tidak dikelola dengan baik, limbah rumah sakit dapat mengancam keselamatan masyarakat dan merusak lingkungan. Minimisasi limbah merupakan pendekatan pengelolaan limbah yang berfokus pada pengurangan jumlah dan toksisitas limbah berbahaya. Studi ini mengejar tujuan dua kali lipat: 1) untuk mendapatkan wawasan tentang kinerja minimisasi limbah rumah sakit di Iran menggunakan sampel rumah sakit umum dan swasta, 2) untuk membandingkan kinerja waste minimization (WM) antara rumah sakit umum dan swasta. Menurut hasil penelitian, status minimisasi limbah tidak memuaskan di rumah sakit Iran. Hasil ini juga mencerminkan kurangnya keakraban karyawan dengan konsep dan praktik minimisasi limbah di rumah sakit Iran. Perbedaan skor minimisasi sampah yang tidak signifikan antara rumah sakit umum dan swasta menggerus peran kepemilikan rumah sakit sebagai penentu kinerja minimisasi sampah rumah sakit. Secara keseluruhan, penelitian ini menekankan perlu segera merancang strategi yang efektif untuk mengatasi tantangan pengelolaan limbah rumah sakit. Artikel ini dipublikasikan pada 2013 di International Journal of Hospital Research. |
|||
| Website ini akan update setiap Selasa pagi. Nantikan Informasi terbaru setiap minggunya. | |||
|
+ Arsip Pengantar Minggu Lalu |
|||
|
|
Kesehatan Mental Tenaga Medis Selama Covid-19 : Menuju New Normal |
|
Rencana Manajemen Darurat Rumah Sakit Selama Pandemi COVID-19 |
Edisi Minggu ke 34: Selasa 25 Agustus 2020
| Edisi Minggu ke 34: Selasa 25 Agustus 2020
Kesehatan Mental Tenaga Medis Selama Covid-19 : Menuju New Normal Community of Practice for Health Equity Lima bulan telah berlalu sejak awal merebaknya pandemi COVID-19. Meskipun upaya preventif dan promotif COVID-19 dan budaya hidup sehat dalam masyarakat telah digencarkan, pada Juli – Agustus 2020 tetap terdapat sekitar dua ribu kasus terkonfirmasi baru di Indonesia setiap harinya dan per 22 Agustus 2020, terdapat 39.706 pasien dalam perawatan.1 Para tenaga medis harus bekerja keras demi menyelamatkan pasien, baik pasien COVID-19 maupun pasien umum. Selama lima bulan lamanya, para tenaga medis yang senantiasa terletak di garda depan penanganan COVID-19 terpapar stressor yang konstan dan sangat tinggi. Selama pandemi ini, tidak ada tenaga medis yang tidak pernah mengalami gangguan psikologis, tapi hanyalah ada tenaga medis yang takut untuk mengakui bahwa mereka membutuhkan dukungan kesehatan mental. Rencana Manajemen Darurat Rumah Sakit Selama Pandemi COVID-19
Kasus yang terkonfirmasi dan diduga dari penyakit virus korona baru (COVID-19) 2019 telah meningkat tidak hanya di Wuhan, Provinsi Hubei, tetapi juga China dan dunia. Permintaan yang sangat besar untuk penanganan wabah COVID-19 menantang personel pelayanan kesehatan dan sistem pasokan medis. Di Rumah Sakit China Barat, bagian gawat darurat (Emergency Department) melakukan misi penerimaan klinis, diagnosis primer, dan perawatan sementara untuk kasus yang dicurigai COVID-19. Laporan singkat ini bertujuan untuk mempresentasikan langkah – langkah manajemen sementara rumah sakit ini tentang perlindungan personel perawatan kesehatan di Rumah Sakit China Barat dalam kondisi beban kerja yang intens dan kekurangan pasokan alat pelindung diri (APD) setelah wabah COVID-19. Kesimpulannya, rencana manajemen darurat Rumah Sakit China Barat dapat meringankan beban kerja UGD, melindungi petugas kesehatan, dan mengendalikan infeksi silang selama pandemi COVID-19. Peneliti menganjurkan agar setiap rumah sakit membuat rencana kontinjensi yang sesuai dengan kondisi mereka. Artikel ini dipublikasikan pada 2020 di jurnal Academic Emergency Medicine. Webinar Pentingnya Koordinasi Multi-Sektor Program Gizi Remaja di Masa Pandemi C-19 CoP for Health Equity 2 September 2020 Remaja didefinisikan sebagai individu yang berusia 10-19 tahun dan di Indonesia, ada sekitar 45 juta remaja dimana 22 juta di antaranya adalah remaja putri dan mereka menyumbang 18 persen dari total populasi. Masa remaja adalah periode ketiga dari tiga periode pertumbuhan tercepat yang terjadi di dalam siklus kehidupan seorang manusia, pertama sejak dalam kandungan dan yang kedua pada masa bayi (usia 0-1 tahun). Kecepatan tertinggi pertumbuhan linier terjadi pada masa remaja, dimana 15-25 persen tinggi orang dewasa dan 50 persen berat orang dewasa dicapai selama periode ini . Karena pertumbuhan yang pesat serta perubahan sosial dan perkembangan yang terjadi selama tahap kehidupan ini, remaja rentan terhadap masalah gizi . Remaja memiliki kebutuhan energi dan gizi yang meningkat untuk mempertahankan pertumbuhan yang sehat selama periode pertumbuhan yang cepat ini. |
|||
| Website ini akan update setiap Selasa pagi. Nantikan Informasi terbaru setiap minggunya. | |||
|
+ Arsip Pengantar Minggu Lalu |
|||
|
|
Meningkatkan Pelayanan Kesehatan dan Kesejahteraan Lansia di Era New Normal |
|
Karakteristik Klinis, Tatalaksana dan Kematian Pasien COVID-19 di Genoa, Italia |
|
|
“Kenali Audiens Anda”: Program Keterlibatan Komunitas Rumah Sakit Anak Nirlaba di Kamboja |
||
Edisi Minggu ke 33: Selasa 18 Agustus 2020
| Edisi Minggu ke 33: Selasa 18 Agustus 2020
Meningkatkan Pelayanan Kesehatan dan Kesejahteraan Lansia di Era New Normal Community of Practice for Health Equity Penyakit COVID-19 yang disebabkan oleh virus Sars-Cov-2 memiliki pola penyebaran yang cepat dan luas. Pada 30 Januari 2020, WHO mendeklarasikan pandemi COVID-19 sebagai Public Health Emergency of International Concern (PHEIC) atau Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang Meresahkan Dunia.1 Populasi yang paling rentan mengalami gejala berat dan bahkan kematian adalah penduduk lanjut usia dan penduduk dengan komorbiditas atau penyakit penyerta.1 Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan per 14 Agustus 2020, jumlah penduduk berusia 46 – 59 tahun yang meninggal akibat COVID-19 mencapai 39,7%, sedangkan penduduk berusia diatas 60 tahun yang meninggal akibat COVID-19 mencapai 38,2%.2 Kedua kelompok umur ini memiliki angka kematian tertinggi diantara kelompok umur lain dan presentase mortalitas penduduk lansia belum menurun secara signifikan dibandingkan dengan bulan-bulan sebelumnya. Karakteristik Klinis, Tatalaksana dan Kematian Pasien COVID-19 di Genoa, Italia
Penelitian ini dilakukan untuk menggambarkan karakteristik klinis, manajemen dan hasil dari perawatan pasien COVID-19; dan untuk mengevaluasi faktor risiko untuk semua penyebab kematian di rumah sakit. Studi retrospektif dari rumah sakit perawatan tersier Universitas di Italia Utara ini, termasuk pasien dewasa yang dirawat di rumah sakit dengan diagnosis COVID-19 antara 25 Februari 2020 dan 25 Maret 2020. COVID-19 terutama menyerang pasien lansia dengan kondisi predisposisi dan menyebabkan penyakit parah, seringkali memerlukan bantuan pernapasan non-invasif atau masuk ICU. Meskipun perawatan suportif, COVID-19 tetap dikaitkan dengan risiko substansial dari semua penyebab kematian di rumah sakit. Artikel ini dipublikasikan pada 2020 di jurnal Science Direct “Kenali Audiens Anda”: Program Keterlibatan Komunitas Rumah Sakit Anak Nirlaba di Kamboja
Tujuan dari evaluasi ini adalah mengeksplorasi dampak dari program keterlibatan masyarakat di sekitar rumah sakit yang baru (terdiri dari Kelompok Penasihat Orang Muda dan Kafe Sains) terhadap anggota masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya, sehubungan dengan sikap, keterampilan, dan tingkat keterlibatan mereka dalam rumah sakit anak di Kamboja. Dalam rangka menyukseskan program keterlibatan komunitas rumah sakit, memahami audiens target sangat penting. Program keterlibatan harus disampaikan dengan cara yang benar untuk memenuhi kebutuhan anggota masyarakat, termasuk komunikasi yang tepat, pengaturan yang tepat, orang yang tepat, dan waktu yang tepat. Hal ini pada akhirnya akan menghasilkan program yang bermakna yang mampu memberdayakan anggota masyarakat, berpotensi menghasilkan perubahan berkelanjutan dalam praktik perawatan kesehatan. Kesimpulannya, kesenjangan antara rumah sakit dan masyarakat bisa menyempit, memungkinkan setiap orang untuk berinteraksi dan belajar satu sama lain. Artikel ini dipublikasikan pada 2017 di jurnal PLOS One Webinar Pentingnya Koordinasi Multi-Sektor Program Gizi Remaja di Masa Pandemi C-19 CoP for Health Equity 2 September 2020 Remaja didefinisikan sebagai individu yang berusia 10-19 tahun dan di Indonesia, ada sekitar 45 juta remaja dimana 22 juta di antaranya adalah remaja putri dan mereka menyumbang 18 persen dari total populasi. Masa remaja adalah periode ketiga dari tiga periode pertumbuhan tercepat yang terjadi di dalam siklus kehidupan seorang manusia, pertama sejak dalam kandungan dan yang kedua pada masa bayi (usia 0-1 tahun). Kecepatan tertinggi pertumbuhan linier terjadi pada masa remaja, dimana 15-25 persen tinggi orang dewasa dan 50 persen berat orang dewasa dicapai selama periode ini . Karena pertumbuhan yang pesat serta perubahan sosial dan perkembangan yang terjadi selama tahap kehidupan ini, remaja rentan terhadap masalah gizi . Remaja memiliki kebutuhan energi dan gizi yang meningkat untuk mempertahankan pertumbuhan yang sehat selama periode pertumbuhan yang cepat ini. |
|||
| Website ini akan update setiap Selasa pagi. Nantikan Informasi terbaru setiap minggunya. | |||
|
+ Arsip Pengantar Minggu Lalu |
|||
|
|
COVID-19 dan Ketidaksetaraan Kesehatan pada Lembaga Permasyarakatan (Lapas) |
|
Pelayanan PCR Mandiri di Rumah Sakit sebagai Salah Satu Inovasi Pelayanan Terpadu |





























