Reportase
Seminar Nasional PERSI XV, Seminar Tahunan Patient Safety XI, Hospital Expo XXX
Hari 2, 19 Oktober 2017
Simultan 1
Public Private Partnership
Pada sesi Simultan 1, telah dibahas Public Private Partneship yang didahului dengan topik Kebijakan Pemerintah Dalam Mendukung JKN di Rumah Sakit Swasta dan dipaparkan oleh Pungkas Bahjuri Ali, S.TP, MS, Ph.D (Direktur Kesehatan dan Gizi Masyarakat, Kementerian PPN/Bappenas). Berbicara pelayanan kesehatan tidaklah lepas dari sistem. Dalam pembangunan kesehatan tidak hanya fasilitas saja namun juga SDM yang perlu dibangun. Data menunjukkan bahwa dari 2013 sampai dengan 2017 jumlah rumah sakit semakin bertambah terutama rumah sakit swasta profit. Jumlah rumah sakit dengan tempat tidur kelas 3 masih didominasi oleh rumah sakit pemerintah. Tenaga spesialis 4 dasar yang berpraktek di rumah sakit semakin meningkat, seperti spesialis anak di rumah sakit swasta meningkat 150% sedangkan di rumah sakit publik meningkat 50%. Layanan gawat darurat juga mengalami peningkatan sebesar 11% di rumah sakit swasta. Progres di rumah sakit swasta jauh lebih tinggi dibanding pemerintah. Namun distribusi rumah sakit banyak berkumpul di Jawa.
Terkait faktor resiko mengenai beban penyakit yang termasuk 15 faktor resiko maka strategi pelaksananaan SJSN kesehatan dapat dilakukan dengan meningkatkan kepesertaan, menyediakan fasilitas kesehatan, maupun kerja sama pemerintah dengan swasta. Strategic purchasing merupakan pintu masuk untuk memanfaatkan JKN. Di sisi lain pemerintah menghadapi tantangan bagaimana mendorong masyarakat untuk hidup sehat (Germas). Prioritas kesehatan dapat melibatkan lintas sektor, misalnya menggerakkan moda transportasi masal (Kementerian Perhubungan) sehingga masyarakat dapat berjalan kaki untuk menuju halte bus (Kementerian Kesehatan), menggerakkan masyarakat untuk gemar berolah raga (Kementerian Pemuda dan Olah Raga) sehingga kualitas hidup masyarakat semakin meningkat (Kementerian Kesehatan).
Tantangan JKN yang dihadapi adalah apakah mendukung UHC, mendukung prioritas nasional, memberi insentif bagi kesehatan masyarakat, dan mendorong keseimbangan publik dan swasta? Hal tersebut dapat dilakukan dengan public private partnership yang merupakan bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan. Selain itu akreditasi FKRTL dan FKTP untuk perbaikan kualitas perlu mendapat koordinasi dukungan yang kuat.
Kemudian Prof. dr. Hasbullah Trabany, MPH, Dr. PH (FKM UI) memaparkan tentang Peluang Public Private Partnership Dalam Mendukung JKN. Pelayanan publik merupakan pelayanan yang tidak mengenal diskriminasi, sedangkan pelayanan swasta lebih kompetitif, respon terhadap permintaan, subyektif, serta pada umumnya lebih baik dari publik. Pelayanan publik digambarkan dengan efektivitas (-), efisiensi (+/-), dan ekuitas (+), sedangkan pelayanan swasta digambarkan dengan efektivitas (+), efisiensi (+/-), dan ekuitas (-). Masalah klasik di Indonesia terkait public private partnership diantaranya tugas layanan publik dialihkan ke perorangan pegawai (swasta), di daerah ekonomi lemah dan terpencil jarang ada layanan swasta yang masuk karena permintaan (demand) tidak memadai.
Di negara yang sudah menerapkan public private partnership pendanaannya lebih banyak berasal dari publik. Di Indonesia, JKN saat ini telah mengecilkan gap antara masyarakat kaya dengan miskin (telah memperbaiki ekuitas) dari sisi akses, namun dari sisi kualitas masih dirasa belum memenuhi. Adakah peluang bagi public private partnership? Secara makro sudah banyak peluang bagi swasta, namun yang banyak terjadi adalah peran publik lebih dominan dan bahkan kebijakan yang ada cenderung merugikan swasta. Dari sisi mikro, rumah sakit pemerintah sudah banyak berperan secara swasta dengan model BLU.
Adakah peluang public private partnership di rumah sakit pemerintah? Hal tersebut bervariasi tergantung pemilik, peluang lebih besar bagi rumah sakit dengan birokrasi keuangan dan kepegawaian. Secara parsial peluang tersebut terbuka lebar namun secara full transfer sepertinya masih jauh.
Sesi ini ditutup dengan pemaparan dr. Mus Aida, MARS (ARSSI) yang membahas mengenai Peluang Swasta Dalam Mendukung JKN. Problematika yang dihadapi rumah sakit swasta di era JKN adalah wait and see untuk RS Kelas B ataupun ikut saja untuk RS Kelas C dan D. Sebanyak 57.59% rumah sakit swasta sudah menjadi provider BPJS Kesehatan. Dengan adanya JKN akan mendekatkan pasien kepada faskes. Celah bagi rumah sakit swasta diantaranya pasar yang terbentuk saat ini sudah homogen, berpeluang untuk melayani peserta Coordination of Benefit (COB), menyediakan pemeriksaan canggih seperti MRI, CT Scan, cath lab, dan lain-lain, pengelolaan yang efektif dan efisien akan memberikan pelayanan yang ringkas, hemat waktu dan biaya, fleksbilitas tinggi dengan adanya pembelian bersama, SDM, maupun joint operation.
Namun terdapat pula permasalahan yang dihadapi oleh rumah sakit swasta seperti tarif INA CBGs yang lebih kecil dari tari rumah sakit, belum ada sistem remunerasi di rumah sakit, kurang paham coding, clinical pathway yang masih terbatas, verifikasi internal masih belum berfungsi maksimal, dan masih rancu memahami sistem rujukan berjenjang. Realitas yang dihadapi adalah karena harga (tarif INA CBGs) di bawah “harga kekinian” (tarif rumah sakit) maka rumah sakit enggan berinvestasi ke layanan yang menimbulkan minus (ICU, NICU, PICU, dan lain-lain) dan lebih menambah investasi pada layanan yang surplus.
Bentuk public private partnership yang dapat dilakukan diantaranya membangun rumah sakit swasta di lahan milik pemerintah, membangun unit perawatan, unit diagnosa, unit farmasi di rumah sakit publik dan dikelola oleh pihak swasta, kerja sama operasional rumah sakit, maupun model leasing.
Reporter : Elisabeth Listyani.