SINGARAJA, Pos Bali
Pasien Ditolak RS karena Tidak Tahu Prosedur
REPUBLIKA.CO.ID, GORONTALO — Kepala Unit Kepesertaan dan Pelayanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Cabang Gorontalo, Christina Kolongian mengatakan, banyak kasus pasien ditolak rumah sakit akibat dari ketidaktahuan masyarakat mengenai prosedur rujukan.
“Sejak diberlakukannya BPJS, setiap pasien yang ingin dirawat di rumah sakit harus terlebih dahulu memeriksakan diri di Puskesmas hingga mendapatkan rujukan,” kata Christina Kolongian, Senin.
Ia mengatakan, tanpa rujukan dari puskesmas, pihak rumah sakit akan menolaknya karena biaya yang dikeluarkan rumah sakit tidak akan bisa diklaim ke BPJS. Kecuali dalam keadaan darurat.
Selain puskesmas, pasien juga bisa minta rujukan kepada dokter keluarga yang telah dipilih dan terdaftar di BPJS, fasilitas kesehatan milik TNI/Polri maupun klinik umum.
“Untuk dokter keluarga, masyarakat bisa mendaftarkan diri ke BPJS. Bisa memilih dokter yang dekat dengan rumah, ataupun yang sudah kenal baik,” lanjutnya.
Ia mengungkapkan, saat ini puskesmas menjadi fasilitas kesehatan tingkat pertama yang harus menangani pasien yang masuk sebelum dirujuk ke faskes lanjutan yakni rumah sakit.
“Jika sakit yang diderita ringan, maka hanya akan dirawat puskesmas. Malah sebisa mungkin tidak ada rujukan ke rumah sakit jika memang bisa ditangani di puskes,” ujar Christina Kolongian.
Ia menambahkan pihaknya terus melakukan sosialisasi mengenai aturan dalam BPJS, terutama alur yang harus ditempuh pasien dalam mendapatkan pengobatan maupun perawatan lebih lanjut.
Hingga Juni 2014, BPJS kesehatan telah bekerja sama dengan 136 fasilitas kesehatan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Sumber: republika.co.id
Terapkan Pelayanan Internasional di Rumah Sakit
INILAH.COM, Bandung – Penerapan ASEAN Free Trade Agreement (AFTA) pada 2015 menuntut institusi pelayanan kesehatan masyarakat memiliki standar internasional.
Ketentuan itu pula yang membuat Manajemen RSKB Melinda 2 menerapkan standar pelayanan internasional. Salah satunya dalam pemberian obat anestesi untuk keperluan pembedahan.
Ahli Anestesi RSKB Melinda 2, Prof DR dr Tatang Bisri SpAn(K) KNA menjelaskan, anestesi sangat penting dalam sebuah tindakan pembedahan. Pemberian obat anestesi tepat membuat pasien tak merasa sakit dan dokter bedah bisa melakukan pekerjaannya dengan baik.
MMR UMY adakan malam pelepasan wisudawan/wisudawati periode wisuda Juni 2014
Program pascasarjana Manajemen Rumah Sakit UMY mengadakan acara pelepasan calon wisudawan/ wisudawati periode wisuda Juni 2014. Acara yang diadakan pada 11 Juni 2014 ini bertempat di Hotel Ibis Yogyakarta dan dihadiri oleh para wisudawan/ ti beserta keluarga, dosen pengajar dan staf program pascasarjana MMR UMY. Sejumlah 41 orang lulusan ini diwisuda keesokan harinya. Acara semiformal ini, selain ditujukan untuk mempererat kekeluargaan para wisudawan, keluarga dan pengelola MMR, namun juga tetap memberikan sentuhan ilmiah.
Acara pelepasan pelepasan lulusan ini dibuka oleh Dr. Elsye Maria Rosa, SKM., M.Kep (Sekertaris prodi MMR UMY). Dr. Elye berharap para lulusan akan mengamalkan ilmu yang telah diperoleh di manapun kelak para wisudawan bekerja, sehingga manajemen pelayanan kesehatan khususnya Rumah Sakit di Indonesia akan menjadi lebih baik ke depannya. Selanjutnya, Pidato Perpisahan disampaikan oleh lulusan terbaik (dr. Tri Kuncoro, MMR). Dalam pidatonya, dokter yang dalam kesehariannya menjabat sebagai direktur RSJD Klaten ini mengucapkan terimakasih kepada para dosen, pengelola, staf, sera rekan-rekan seperjuangannya di MMR.
Dalam acara tersebut, Dr. Elsye Maria Rosa, S
ARSSI Imbau RS Swasta Jadi Provider BPJS
Medan, (analisa). Ketua Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI) Sumatera Utara, Parlindungan Purba mengimbau seluruh rumah sakit swasta di daerah ini menjadi provider Badan Pelaksana Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
Tenggat waktu yang diberikan untuk berpikir hanya dua tahun ini. Di tahun 2016, sudah harus tegas bergabung atau tidak.
Perokok Masih Banyak Ditemui di Areal Rumah Sakit
MedanBisnis – Medan. Meskipun larangan dan imbauan untuk tidak merokok sudah banyak terpampang di rumah-rumah sakit, tetapi tetap saja masih banyak ditemui sejumlah perokok dengan leluasanya menyulut dan menghisap rokok dari tangannya.
Pantauan MedanBisnis di RSUD dr Pirngadi Medan, keluarga pasien tak sedikit jumlahnya terlihat santai merokok dengan bebasnya. Walaupun sebenarnya, tepat di sekitar tempatnya berada, sudah dengan jelas tertera sebuah tulisan bercetak tebal “Kawasan Tanpa Rokok”.
Seperti pengakuan B Sembiring, salah seorang keluarga pasien yang ada di rumah sakit tersebut. Menurutnya, ia mengaku kukuh untuk merokok dikarenakan tidak mengetahui bahwa telah ada sebuah larangan untuk tidak merokok di lingkungan rumah sakit.
“Saya nggak tau ada larangan. Makanya saya merokok saja. Lagian saya kan merokoknya di tempat terbuka, bukan di dalam ruangan rumah sakit ini,” ungkap pria paruh usia tersebut kepada MedanBisnis, Minggu (15/6).
Tak hanya keluarga pasien, para petugas rumah sakit berplat merah tersebut pun sepertinya tidak mengindahkan imbauan larangan merokok yang tertera. Sesekali, di sela-sela waktu kerjanya, para petugas, baik itu petugas kebersihan, perawat, hingga petugas keamanan tampak ikut menikmati kepulan asap rokok milik mereka.
Padahal apa yang dilakukan itu, tentunya sangat dilarang dan dapat menjadi contoh para pengunjung rumah sakit untuk turut mengikutinya.
Salah seorang petugas keamanan (security) RSUD dr Pirngadi Medan yang meminta identitasnya disembunyikan mengatakan, bahwasanya meskipun larangan dan imbauan kawasan tanpa rokok (KTR) sudah banyak terpampang, tetapi SK dari manajemen rumah sakit untuk dilakukan penindakan belum ada dikeluarkan. “Belum ada SK, makanya dibiarkan sajalah. Nanti kalau sudah ada, mungkin akan kami tegur atau larang,” sebutnya.
Atas hal itu, sambung petugas keamanan tersebut, pihak petugas hanya dapat membiarkan saja para keluarga pasien untuk merokok di lingkungan rumah sakit. “Saya juga belum tahu ada Perda yang mengatur KTR. Baru dengar ini malah,” ucapnya.
Sayang, Kasubag Hukum dan Humas RSUD dr Pirngadi Medan, Edison Perangin-angin saat akan dikonfirmasi tidak menanggapi. Berulang kali wartawan coba menghubungi ponsel miliknya, namun tidak memperoleh jawaban.
Sementara itu, di sejumlah rumah sakit swasta lainnya yang ada di Kota Medan, juga masih banyak para perokok yang notabene keluarga pasien dapat ditemui. Belum tegasnya larangan untuk tidak merokok dianggap sebagai penyebabnya.
Sekretaris Dinas Kesehatan Kota Medan, Irma sebelumnya mengatakan, bahwa Perda Kota Medan tentang KTR diatur dalam pasal 42 ayat 1 dan 2, berupa larangan untuk merokok seperti di tempat fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses belajar, tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja, serta tempat umum seperti pasar modern, pasar tradisional, halte, terminal, serta pelabuhan laut.
“Disebutkan dalam Perda itu bahwa sanksi bagi orang yang melanggar ketentuan akan dikenakan perorangan maksimal sebanyak Rp 50.000, sedangkan pengelola tempat maksimal Rp 5 juta dan denda bagi siapa yang membiarkan maksimal sebanyak Rp 10 juta,” pungkasnya. (rozie winata)
Sumber: medanbisnisdaily.com
Akhirnya … Izin Penelitian Sel Punca di Indonesia Turun
Harianjogja.com, JOGJA-Terobosan di dunia medis dengan dikembangkannya stem cells atau sel punca membuka peluang besar untuk menyembuhkan berbagai gangguan kesehatan yang melibatkan kerusakan jaringan tubuh. Pada awal Maret lalu Kementerian Kesehatan memberikan lampu hijau pada aplikasi dan penelitian sel punca pada 11 rumah sakit dari seluruh Indonesia.
Praktisi pengembangan sel punca di DIY, Hasto Wardoyo
Sabusu Akan Ditukar Dengan Rumah Sakit Tanpa Kelas
SUMEDANG, (PRLM).-Pemkab Sumedang akan menukar bangunan Saung Budaya Sunda (Sabusu) di Kec. Jatinangor dengan rumah sakit tanpa kelas. Rencana penukaran itu sedang diproses dan diajukan kepada Pemprov Jabar sehubungan pembangunan Sabusu itu bantuan provinsi.
Pasien JKN Wajib Dilayani, Tak Ada Alasan Keterbatasan Fasilitas
Jakarta, HanTer – Menteri Kesehatan (Menkes), dr. Nafsiah Mboi, SpA, MPH, menegaskan, seluruh Rumah Sakit (RS) yang sudah bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, wajib melayani peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Sehingga, tidak ada alasan pihak RS yang membatasi pelayanan peserta JKN dengan alasan keterbatasan fasilitas dan lainnya.
“Orang sakit itu perlu ditangani. Karena itu dia (RS) tandatangani kerjasama dengan BPJS Kesehatan, dia harus bersedia layani semua peserta JKN. Baik yang dirawat di kelas 3, 2 maupun 1, sesuai haknya masing-masing,” tegas Menkes di Jakarta, kemarin.
Dia mengakui, masih banyak masyarakat yang mengeluhkan RS yang sudah bekerjasama dengan BPJS Kesehatan masih menolak pasien JKN oleh berbagai hal. Namun, dia menilai hal itu merupakan hal yang keliru dan bisa dikenakan sanksi dari mulai teguran tertulis sampai pencabutan izin sesuai yang diatur dalam UU Kesehatan.
Menurutnya, saat ini memang yang diwajibkan bekerjasama dengan BPJS Kesehatan dalam melayani peserta JKN hanya RS Pemerintah. Sedangkan, RS swasta masih diberikan waktu untuk bekerjasama bahwa mereka bisa melihat dan mencontoh RS yang sudah bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, itu lebih menguntungkan.
“Dari pada tidak melayani pasien, lebih baik layani peserta JKN RS Swasta itu,” katanya.
Selain itu, lanjutnya, pihaknya juga mendorong agar seluruh rakyat Indonesia menjadi peserta JKN serta dapat dilayani seluruhnya, yakni dengan cara masyarakat dapat mendaftarkan dirinya sebagai peserta JKN melalui RT/RW.
“Ini agar puskesmas bersama camat, lurah atau kepala desa, membawa BPJS Kesehatan dan bank-bank lebih dekat ke masyarakat,” tuturnya.
Dia menambahkan, bank-bak yang sudah bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, yakni BRI, BNI dan Bank Mandiri, menjemput bola dengan menjelaskan BPJS Kesehatan ke masyarakat desa-desa bahwa mereka bisa mendaftar dan membayar sekaligus di RT/RW dan Puskesmas. “Maka dari itu semakin banyak rakyat kita bisa menikmati JKN. Di beberapa daerah sudah menerapkan hal ini,” ujarnya.
Sumber: kompasiana.com