manajemenrumahsakit.net ::
Andi Makkasau Dicanangkan Jadi RSU Bebas Nyeri
manajemenrumahsakit.net :: PAREPARE – Rumah Sakit Umum (RSU) Andi Makkasau Parepare segera menjadi rumah sakit umum pertama di Indonesia yang memberlakukan kebijakan bebas nyeri kepada pasiennya. Kebijakan ini merupakan terobosan baru Wali Kota Parepare, Dr HM Taufan Pawe di bidang kesehatan.
Program terbaru Taufan tersebut diyakini akan mendongkrak posisi RSU Andi Makkasau yang kini bertatus Tipe B Pendidikan. Jika terwujud, Parepare akan menjadi kota pertama di Indonesia yang memberlakukan kebijakan bebas nyeri untuk rumah sakit pemerintah.
Wali Kota Parepare, Dr HM Taufan Pawe, menyatakan keyakinannya, program bebas nyeri RSU Andi Makkasau dalam waktu dekat segera terwujud. Ini karena RSU Andi Makkasau telah memiliki anastesiologi dan manajemen nyeri dengan berbagai fasilitas untuk penanganan nyeri kronik.
Taufan berharap, seluruh pasien yang berobat di RSU Andi Makkasau tak lagi merasakan nyeri yang luar biasa setelah operasi. “Begitu juga pada pasien non-operasi, juga diharapkan tidak lagi mengalami nyeri ketika berobat di rumah sakit ini,” kata Taufan.
Taufan juga mengungkap, tahun ini Pemerintah Kota Parepare telah menganggarkan pengadaan citi scan full body, guna mendukung fungsi rumah sakit ini sebagai rumah sakit rujukan 14 kabupaten kota di Sulawesi Selatan.
Sebelumnya, Prof Dr dr Husni Tanra di RSU Andi Makkasau, Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, yang juga Direktur Rumah Sakit Ibu Sina Makassar, mengatakan, pemberlakuan kebijakan bebas nyeri di rumah sakit merupakan salah satu hak masyarakat.
Ini disampaikan Prof Husni Tanra dalam pertemuannya dengan Wali Kota Parepare, Dr HM Taufan Pawe, di sela-sela kunjungannya di RSU Andi Makkasau, Selasa pekan lalu. Turut serta dalam kunjungan Prof Husni adalah dr Nurfia, dr Surya dan dr Nurdin Perdana.
Ia berharap, Andi Makkasau Parepare menjadi RSU pertama di Indonesia yang menerapkan kebijakan bebas nyeri. Ia juga berharap Parepare berkembang menjadi kota industri kesehatan, sehubungan letaknya yang strategis di pesisir barat pulau Sulawesil.
Ia mendorong pemerintah daerah mengembangkan RSU Andi Makkasau menjadi Rumah Sakit tipe B Plus . “Saya yakin rumah sakit ini pada saatnya nanti tidak akan bisa menampung pasien yang membludak, utamanya pasien BPJS Kesehatan (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial,red),” kata Prof Husni.
Peluang pengembangan Parepare sebagai industri kesehatan kata dia, sangat besar. Ini karena sejumlah daerah di Kalimantan Timur saat ini menjadikan Sulsel, khususnya Makassar sebagai daerah tempat berobat bagi warganya.
“Saya yakin, kalau kota ini memiliki rumah sakit yang baik, pasti mereka kesini. Untuk apa ke Makassar kalau ada yang lebih dekat. Apalagi, umumnya warga Kalimantan Timur adalah orang Bugis dari daerah sekitar Parepare. Saya yakin mereka memilih Parepare,” katanya.
Terkait hal ini, Prof Husni mendesak Pemerintah Kota Parepare agar RSU Andi Makkasau segera memenuhi akreditasi versi 2012, dan memperbaiki infrastruktur rumah sakit.
Akreditasi ini menjadi standar dalam pengelolaan rumah sakit modern, yang mencakup medical proses dan keseluruhan proses kerja yang berlangsung di rumah sakit. Termasuk kata Prof Husni, keberadaan Satpam, pasien dan keluarga pasien.
Prof Husni menyatakan yakin dibawa kepimimpinan Wali Kota Parepare, Taufan Pawe, pembangunan bidang kesehatan di Parepare akan lebih baik. Jarang kata dia, ada wali kota yang memiliki kepedulian yang lebih pada bidang kesehatan.
“Jarang ada wali kota seperti Pak Taufan. Rakyat Parepare harus bersyukur mendapatkan wali kota yang begitu peduli pada kesehatan. Kesehatan itu hal utama sebab apa artinya bila tanpa kesehatan,” katanya.
Sumber: pareparekota.go.id
Edisi Minggu ini: 27 Januari 2 Februari 2015
Dear Pengunjung Website, Manajemen Gizi Rumah Sakit: Waspadai Malnutrisi di RS Untuk mencapai tingkat kesehatan yang prima, manusia membutuhkan asupan gizi yang baik selain aktifitas fisik dan istirahat yang cukup. Kebutuhan gizi yang bermutu menjadi semakin krusial saat mengalami sakit. Asupan gizi mempengaruhi proses penyembuhan, tidak terkecuali bagi pasien di RS yang telah mendapat terapi dengan berbagai obat-obatan. Namun kenyataannya banyak penelitian menunjukkan bahwa pasien di RS tidak terlepas dari masalah kekurangan gizi, termasuk di negara-RS di negara maju. Berbagai penelitian menunjukkan pasien mengalami malnutrisi saat dirawat di RS. Sebuah ironi bukan? Oleh karena itu banyak negara telah mengeluarkan kebijakan mengenai standar pelayanan gizi di RS, bahkan yang mengatur hingga detil jenis makanan yang dapat dihidangkan bagi pasien. Silakan ikuti ulasan selengkapnya disini. Selamat Hari Gizi Nasional, 25 Januari 2015.
|
|||
Website ini akan update setiap Selasa pagi. Nantikan Informasi terbaru setiap minggunya. | |||
+ Arsip Pengantar Minggu Lalu |
|||
|
Nawacita | Agenda kelima Nawacita |
BPJS Kesehatan-Eka Hospital Pekanbaru Jalin Kerjasama
manajemenrumahsakit.net :: Pekanbaru, (Antarariau.com) – Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Pasien Demam Berdarah di RSUD Kediri Naik
manajemenrumahsakit.net :: Kediri (Antara Jatim) – Pasien penderita demam berdarah yang dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Pelem, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, pada Januari 2015 ini relatif naik dibandingkan dengan bulan sebelumnya.
Wakil Direktur RSUD Pelem, Kabupaten Kediri Sulistyono, Senin, mengatakan jumlah pasien yang menderita demam berdarah di rumah sakit ini dari awal Januari sampai 26 Januari mencapai 20 orang, naik dratis dibandingkan Desember 2014 yang hanya 16 pasien.
“Ada peningkatan dibandingkan dengan bulan lalu. Dari awal Januari sampai tanggal 26 ada 20 pasien, dan masih sembilan pasien yang dirawat,” katanya.
Ia mengatakan, rata-rata pasien yang dirawat masih berusia anak-anak dari umur 1-12 tahun. Mereka dirawat di rumah sakit, karena sakit yang dideritanya dan harus mendapatkan perawatan medis.
Pihaknya mengatakan, saat ini memang sudah mulai ada peningkatan jumlah penderita demam berdarah yang dirawat di RSUD Pelem, Pare, Kabupaten Kediri. Namun, sampai saat ini mereka masih mampu ditampung dan dirawat dengan baik.
Ia mengatakan, fasilitas di rumah sakit masih mampu menampung para pasien. Bahkan, jika ada pasien dengan jumlah yang membeludak, rumah sakit juga siap menampung mereka.
“Suka atau tidak suka, kami harus siap dan sampai saat ini masih ada tempat. Jika tempat (tempat tidur) sudah tidak ada, kami siapkan ‘Velbed’ (tempat tidur darurat),” ujarnya.
Menyinggung tentang status kejadian luar biasa (KLB) demam berdarah, Sulistyono mengatakan hal itu bukan wilayahnya melainkan dari Dinas Kesehatan Kabupaten Kediri. Dari rumah sakit, hanya menangani pasien.(*)
Sumber: antarajatim.net
Affan Mokodongan: RSUD Harus Ada di Setiap Kabupaten/Kota
manajemenrumahsakit.net :: Manado
Manajemen Gizi Rumah Sakit: Waspadai Malnutrisi di RS
Setiap orang, sehat atau sakit, membutuhkan nutrisi yang baik. Kebutuhan ini berbeda-beda tergantung pada kondisi tubuh, aktivitas fisik dan sebagainya. Di rumah sakit, upaya untuk menyediakan makanan yang memenuhi kebutuhan gizi tiap pasien merupakan tantangan yang tidak mudah. Perlu ada kerjasama tim antar- tenaga profesional yang terkait, juga dengan pasien dan keluarganya.
Berkurangnya nafsu makan akibat penyakit yang sedang dialami seringkali memicu terjadinya kondisi kurang gizi pada pasien. Penelitian yang dilakukan di Inggris pada tahun 1994 melaporkan ada 40% pasien rawat inap yang mengalami kekurangan gizi akibat hal tersebut, bahkan 75% pasien yang telah keluar dari RS mengalami penurunan berat badan selama dirawat. Penelitian di RS-RS di Kanada pada tahun 2000-an bahkan menemukan bahwa malnutrisi merupakan masalah serius. Pasien yang masuk ke RS 45% diantaranya sudah dalam kondisi malnutrisi dan 71% dari mereka tidak mengalami perbaikan gizi selama dirawat. Bahkan 14% lainnya mengalami kondisi yang memburuk.
Penelitian di Eropa tahun 2009 menemukan bahwa setengah dari pasien di RS berpotensi atau bahkan telah mengalami kekurangan gizi. Angka yang jauh lebih buruk terjadi pada long-term care dimana diperkirakan 90% pasiennya mengalami kekurangan gizi. Pada Hospital Nutrition State of the Art Summit tahun 2011 diungkapkan bahwa ada 50% pasien RS di seluruh dunia yang mengalami kekurangan gizi. Penelitian di satu bangsal anak di RS Indonesia yang dipublikasikan tahun 2013 menunjukkan ada 81,5% pasien yang mengalami penurunan berat badan sebesar ≥ 2% selama dirawat.
Kekurangan asupan nutrisi dapat menganggu proses penyembuhan, memperpanjang hari rawat, membuat proses pengobatan jadi kurang efektif, akhirnya meningkatkan biaya pelayanan kesehatan di RS. Kondisi tersebut bahkan bisa meningkatkan angka kematian pasien. Padahal kejadian malnutrisi atau kekurangan asupan gizi dapat dicegah. Sebuah workshop yang diselenggarakan oleh European Health Management Association (EHMA) dan European Hospital and Health Care Federation (HOPE) mengidentifikasi bahwa ada hambatan dalam mencegah terjadinya kekurangan gizi pada pasien di RS dan cara menanganinya juga berbeda-beda. Dari berbagai penelitian yang dibahas dalam workshop ini, ada beberapa hambatan yang teridentifikasi, yaitu:
- kurangnya waktu, kurangnya tenaga dan kurangnya koordinasi antar disiplin ilmu
- rendahnya mutu makanan, buruknya pengaturan jadwal makan dan adanya pengaturan yang ketat untuk diet yang tidak perlu
- kurangnya informasi mengenai pasien karena pasien kurang dilibatkan dalam proses penyembuhan
- kurangnya konseling atau bantuan advokasi bagi pasien untuk lebih memahami kebutuhan nutrisi mereka
- kurang baiknya sistem manajemen untuk mendukung manajemen dan perencanaan gizi
Bahkan yang menjadi perhatian khusus adalah kurangnya keterlibatan dan ketertarikan manajemen RS dan pengambil kebijakan dalam menangani masalah gizi di RS. Padahal pengelolaan dan dukungan nutrisi yang baik bagi pasien sangat tergantung pada struktur keuangan RS. Perancis memiliki pengalaman terkait manajemen gizi dan keuangan. Negara ini telah memperkenalkan Groupes Homogènes de Malades, yaitu Diagnosis Related Group-nya Perancis (GHM) di RS tahun 1990-1993. GHM ini telah memuat informasi mengenai lama dirawat (LOS), diagnosis sekunder serta usia yang digunakan secara sistematis untuk meningkatkan homogenitas biaya dan kemudian memudahkan dalam mendeteksi adanya pasien kurang gizi.
Kebijakan yang dikembangkan di Inggris menekankan pada optimalisasi peran perawat di bangsal untuk lebih memahami kebutuhan dan keinginan pasien, kendala dalam memenuhi kebutuhan nutrisi per individu pasien hingga menjadi partner bagi pasien dalam proses penyembuhan melalui asupan gizi yang baik. Rekomendasi bagi RS adalah mengembangkan kebijakan yang jelas tentang keseluruhan strategi gizi termasuk mengembangkan instrumen screening yang terstandar, pelatihan yang adekuat untuk menggunakan instrumen tersebut, serta guideline untuk rujukan jika diperlukan. Scottland bahkan memiliki standar yang sangat detil mengenai makanan yang boleh dan tidak boleh disediakan di RS untuk berbagai kebutuhan spesifik pasien, termasuk diet berdasarkan latar belakang agama/budaya.

Desain fisik dan zoning RS mempengaruhi efisiensi alur pelayanan gizi bagi pasien – Dok: pea/PKMK FK UGM
Di Indonesia, World Bank merekomendasikan untuk dikembangkannya pelatihan bagi tenaga kesehatan di seluruh fasilitas kesehatan untuk bisa mengenali kelebihan gizi dan penting untuk memprioritaskan obesitas sebagai salah satu penyakit dalam NCD (non-communicable disease, penyakit tidak menular). Rekomendasi ini berasal dari pengalaman Amerika Serikat dimana intervensi oleh tenaga kesehatan bisa efektif khususnya bila nakes dilatih untuk mengukur BMI atau lingkar perut untuk mendeteksi apakah pasien mengalami kekurangan atau kelebihan gizi.
Penanganan gizi yang baik akan meningkatkan efektivitas terapi, memperbaiki respon pasien terhadap obat-obatan dan upaya penyembuhan, mengurangi lenght of stay, menurunkan angka kematian dan akhirnya mengurangi biaya satuan pelayanan. (pea)
Referensi:
- The Double Burden of Malnutrition in Indonesia, World Bank Report, 2013
- Food in Hospitals, National Catering and Nutrition Specification for Food and Fluid Provision in Hospitals in Scottland, Scottish Government, 2008
- Organization of Food and Nutritional Support in Hospitals, BAPEN Advancing Clinical Nutrition, 2007
- Patients’ nutritional care in hospital: An ethnographic study of nurses’ role and patients’ experience, Jan Savage RN, BSc (Hons) PhD & Cherill Scott RN, MA, MSc, RCN Institute 20 Cavendish Square London W1G 0RN, 2005.
- Under-nutrition: Removing barriers to efficient patient nutrition within both the hospital and home-care setting, EMHA & HOPE, 2012
- Malnutrition in Canadian Hospitals – It’s a Serious Problem, Canadian Malnutrition Task Force, http://www.nutritioncareincanada.ca/wp-content/uploads/2014/03/M2013526-CMTF-Downloadable-Handout_r3_HR1.pdf, diakses pada 25 Januari 2015
- http://www.forbes.com/2009/03/30/hospitals-healthcare-disruption-leadership-clayton-christensen-strategy-innovation.html, diakses pada 25 Januari 2015
- http://www.hfma.org/Content.aspx?id=19996, diakses pada 25 Januari 2015
- http://www.slideshare.net/f1smed/kepmenkes-no129tahun2008standarpelayananminimalrs, diakses pada 25 Januari 2015
- http://www.academia.edu/8761419/Pedoman_PGRS_Pelayanan_Gizi_Rumah_Sakit_-_BUKU, diakses pada 25 Januari 2015
- http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3850224/, diakses pada 25 Januari 2015