Reportase
Webinar Talkshow Implementasi Pembagian Jasa Pelayanan di RS Berbasis Kinerja Mengacu Pada PERMENPANRB Nomor 4 Tahun 2025
Kamis, 17 Juli 2025
Webinar dibuka dengan pengantar yang disampaikan oleh Ni Luh Putu Eka Putri Andayani, SKM, M.Kes bahwa dengan adanya PERMENPANRB Nomor 4 Tahun 2025 bahwa dokter di RSD dapat bekerja secara fleksibel atau remote yang sedikit menimbulkan pro dan kontra karena persepktif pasien takut jika dokter tidak bisa memenuhi kebutuhan dokter. Sehingga pembagian jasa pelayanan harus disesuaikan dengan jam kerja tersebut.
Berikutnya, Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc., Ph.D menyampaikan bahwa model berpikir sense making dapat digunakan oleh para Direksi RSD, dimana pemimpin harus memahami perubahan, menafsirkan dan melakukan tindakan sebagai respons. Mendeteksi perubahan ini ditandai dengan kepekaan dan pemahaman atas keluarnya PERMENPANRB Nomor 4 Tahun 2025, kemudian bagaimana regulasi tersebut dapat ditafsirkan hingga akhirnya dapat digunakan Direktur untuk pengambilan keputusan di masing-masing RS.
Sesi Talkshow dimulai dengan penjelasan dari Syahrudin Hamzah, SE, MM bahwa regulasi dapat dimanfaatkan oleh RS untuk membuat kebijakan, pengembangan layanan RS, serta pengaturan jasa pelayanan tenaga kesehatan di RS. Dengan adanya PERMENPANRB Nomor 4 Tahun 2025 ini, maka pengaturan jasa pelayanan ini bisa lebih fleksibel, karena jam kerja dokter akan lebih fleksibel. Namun yang perlu digarisbawahi adalah fleksibilitas waktu kerja tersebut menimbulkan tantangan bagi RS, dimana jam kerja di RS cenderung lebih rigid. Selain itu, pemadatan hari kerja dan kelebihan jam kerja ini dapat dipertimbangkan sebagai kinerja.
Sistem pembagian jasa pelayanan secara umum belum ada standarisasi, jadi aturannya bisa berbeda-beda, disesuaikan dengan kondisi masing-masing RS. Dalam PERMENPANRB Nomor 4 Tahun 2025 terkait jam kerja per minggu, jika dalam 4 hari seorang pekerja memenuhi sampai 40 jam kerja, maka hari berikutnya bisa diberikan libur. Realita selama ini menunjukkan bahwa dokter bisa bekerja dari pagi hingga sore karena banyaknya pasien tanpa kompensasi. Sehingga berdasarkan regulasi tersebut, tentu menarik bagi para dokter. Selain itu, fleksibilitas ini juga bermanfaat untuk meningkatkan citra RS bagi masyarakat, karena pengaturan jam dokter ini berarti akan selalu tersedia di setiap waktu.
Imam Prasetyo, M.Kes, FISQua, C.Med, Sp.Kes menyampaikan bahwa pengaturan jasa pelayanan ini tentu memberikan dampak positif bagi para dokter karena dapat meningkatkan kesejahteraan mereka. Dasar pembagian jasa pelayanan didasarkan pada Peraturan Bupati Pekalongan Nomor 8 Tahun 2021, dimana remunerasi dihitung berdasarkan indikator penilaian dan dihitung sebesar 60% dari biaya operasional. Jasa pelayanan menggunakan metode proporsi dengan 3 tahap, dimana proporsi dan konversi untuk menjaga keseimbangan di RS. Implementasi pembagian jasa pelayanan di RSUD Kajen akan didapatkan dari jasa langsung dan jasa tidak langsung dengan proporsi 45% dari tarif INA CBGs. Dalam RSUD Kajen, remunerasi diterapkan untuk tenaga keja non dokter, sedangkan fee for services diterapkan untuk para dokter. Upaya perbaikan yang dilakukan oleh RSUD Kajen yaitu menjaring masukan dari karyawan, evaluasi besaran jasa pelayanan, mempervepat dan menambah kapasitas pelayanan, optimalisasi fungsi SIMRS, serta upaya perbaikan kualitas klaim BPJS.
Muhammad Mansur, SE, MM juga menambahkan bahwa pendapatan RS Moewardi mencapai 1-2 triliun, dimana saat ini jasa pelayanan menggunakan kombinasi remunerasi (untuk non dokter) dengan fee for service (untuk dokter). Selain itu, saat ini jam kerja dokter sudah fleksibel, namun kadang bahkan ada dokter yang masih bekerja di jam libur dan saat malam karena kunjungan pasien bisa mencapai seribu hingga dua ribu kunjungan per hari.
Reportase : Bestian Ovilia Andini (PKMK UGM)