Gambar. Porter Five Forces Framework
Industri alat kesehatan di Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang signifikan seiring meningkatnya kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan inovasi teknologi medis. Untuk memahami dinamika persaingan dalam industri ini, salah satu pendekatan yang dapat digunakan adalah kerangka pikir Porter’s Five Forces yang dikembangkan oleh Michael E. Porter. Kerangka ini mengidentifikasi lima kekuatan utama yang mempengaruhi struktur dan intensitas persaingan dalam suatu industri, yaitu ancaman pendatang baru, daya tawar pembeli, daya tawar pemasok, ancaman produk pengganti, dan persaingan antar-pelaku usaha yang sudah ada (1).
Ancaman pendatang baru dalam industri alat kesehatan di Indonesia cukup tinggi, terutama karena adanya hambatan masuk seperti regulasi dari Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), kebutuhan investasi awal yang besar, serta tantangan dalam mengakses jalur distribusi. Selain itu, faktor-faktor seperti loyalitas merek dan pengalaman kumulatif juga turut mempersulit masuknya pemain baru ke pasar (2). Di sisi lain, daya tawar pembeli, yang dalam konteks ini mencakup rumah sakit, klinik, dan institusi pemerintah, cukup kuat. Hal ini disebabkan oleh jumlah pembeli yang relatif sedikit namun memiliki kekuatan pembelian dalam volume besar, serta adanya sistem pengadaan yang terpusat. Informasi produk yang semakin terbuka dan sensitivitas terhadap harga juga memperkuat posisi tawar pembeli (3).
Daya tawar pemasok juga menjadi kekuatan yang signifikan, terutama pada komponen teknologi tinggi atau bahan baku khusus yang belum dapat diproduksi secara lokal. Ketergantungan pada pemasok luar negeri, serta keberadaan regulasi yang ketat terhadap standar dan keamanan alat kesehatan, meningkatkan posisi tawar pemasok dalam rantai pasok (4). Selanjutnya, ancaman produk pengganti mulai meningkat seiring dengan perkembangan teknologi kesehatan digital seperti perangkat wearable, telemedicine, dan inovasi non-invasif lainnya. Produk substitusi ini menjadi pilihan alternatif yang lebih terjangkau dan mudah digunakan bagi pengguna akhir, terutama di daerah dengan keterbatasan akses fasilitas medis (5).
Persaingan antar-pelaku usaha dalam industri alat kesehatan di Indonesia juga semakin intens. Hal ini ditandai dengan meningkatnya jumlah pemain, baik lokal maupun internasional, serta dorongan pemerintah untuk mengembangkan produk dalam negeri melalui program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN). Kompetisi juga semakin tajam karena adanya variasi produk, diferensiasi merek, dan upaya produsen dalam mempertahankan loyalitas pelanggan. Dalam kondisi ini, pemahaman yang komprehensif terhadap kelima kekuatan Porter menjadi penting bagi pelaku usaha agar dapat merumuskan strategi yang adaptif dan kompetitif, seperti meningkatkan inovasi, memperkuat kualitas produk, dan menjalin kemitraan strategis dengan penyedia layanan kesehatan.
Dengan demikian, Porter’s Five Forces memberikan kerangka yang sistematis untuk menganalisis kondisi industri alat kesehatan di Indonesia. Pemahaman terhadap masing-masing kekuatan ini membantu pelaku usaha dan pembuat kebijakan dalam mengantisipasi tantangan dan memanfaatkan peluang dalam pengembangan industri alat kesehatan nasional secara berkelanjutan.
Penulis: Fajrul Falah (Peneliti PKMK FK-KMK UGM)
Sumber:
- Porter ME. Competitive Strategy: Techniques for Analyzing Industries and Competitors. New York: Free Press; 1980.
- Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2021 tentang Standar Kegiatan Usaha dan Produk pada Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Sektor Kesehatan [Internet]. 2021 [cited 2025 May 19]. Available from: https://peraturan.go.id
- World Health Organization. Medical device regulations: global overview and guiding principles. Geneva: WHO; 2003.
- OECD. The Next Production Revolution: Implications for Governments and Business. Paris: OECD Publishing; 2017.
- Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Peta Jalan Pengembangan Industri Alat Kesehatan Nasional 2020-2024. Jakarta: BPPT; 2020.