Reportase
Initial Meeting dengan Fasilitas Kesehatan
terkait Persiapan Pengambilan Data
31 Agustus 2021
Pada Selasa, 31 Agustus 2021 dilaksanakan pertemuan awal dengan fasilitas kesehatan terkait penelitian tentang Penilaian Beban Kerja Tenaga Kesehatan dan Lingkungan Kerja yang Aman Selama Pandemi COVID-19 di Indonesia Menggunakan Pendekatan Participatory Action Research secara online melalui zoom. Dalam pertemuan ini, diundang sejumlah 24 rumah sakit dan puskesmas dari empat provinsi di Indonesia, yaitu DKI Jakarta, Jawa Timur, Sumatera Utara, dan Sulawesi Selatan. Pertemuan juga dihadiri oleh Direktorat Kesehatan Kerja dan Olah Raga (Kesjaor) dan World Health Organization (WHO) Indonesia. Tujuan pertemuan ini untuk memberikan presentasi terkait pelaksanaan studi WISN dan Safe Environment dan mendeskripsikan metodologi dalam studi tersebut termasuk tahapan pengambilan data, data yang diperlukan, responden yang akan ditemui, dan waktu pelaksanaan.
Sesi 1 – Sambutan
Dr. dr. Andreasta Meliala, DPH, M.Kes, MAS (Direktur PKMK UGM & Principal Investigator Penelitian)
Andre menyampaikan bahwa PKMK UGM bersama WHO men – support pengembangan pengukuran keselamatan kerja oleh Direktorat Kesehatan Keselamatan Kerja Kementerian Kesehatan. Terdapat 2 faktor penting yang harus dilihat yaitu beban kerja dan lingkungan kerja. Dalam kegiatan penelitian ini diharapkan dapat dilakukan pengukuran – pengukuran terkait 2 variabel tadi di fasilitas kesehatan para undangan yang hadir.
Hasil dari kajian ini diharapkan dapat mendukung rekomendasi kebijakan oleh Kementerian Kesehatan dalam membuat program keselamatan kerja yang lebih akurat dan kontekstual sesuai pandemi yang terjadi saat ini. Selain itu juga agar dapat disusun kebijakan yang lebih jauh lagi yang menjaga keselamatan tenaga kesehatan dari semua faktor yang membahayakan, dalam hal ini berfokus pada penyakit SARS Cov-2.
Andre menyampaikan terima kasih kepada semua pihak faskes yang hadir dan sebagai tempat pengukuran situasi dan beban kerja; Direktur Dit. Kesjaor yaitu Riskiyana S. Putra, M.Kes, yang telah mempercayakan pekerjaan ini kepada PKMK; dan juga WHO Indonesia yang sudah mendukung dimulai dari perencanaan hingga ke lapangan. Pemilihan RS dan puskesmas ini dilandasi oleh representasi dari situasi geografis, juga dengan memperhitungkan kelas RS sampai puskesmas dan juga memperhatikan insiden dan prevalensi COVID-19 di lokasi responden bekerja.
drg. Dyah Erti Mustikawati, MPH (Kasubdit Okupasi dan Surveilans, Dit. Kese.hatan Kerja dan Olahraga)
Dyah menyampaikan bahwa COVID-19 adalah permasalahan global dan di Indonesia sendiri terus meningkat. Indonesia sudah mengalami 2 gelombang pandemi yang juga dialami sebagian negara di dunia. Gelombang kedua di Indonesia, Alhamdulillah sudah menunjukkan penurunan dengan peak pada Juli dengan 56 ribu kasus per hari. Dengan meningkatnya kasus COVID-19 ini menyebabkan beban kerja tenaga kesehatan meningkat sehingga makin banyak tenaga kesehatan yang bekerja di sektor kesehatan sakit dan gugur akibat COVID-19.
Pada 31 Agustus kemarin tercatat ada 1.977 tenaga kesehatan yang gugur, 688 dokter, sisanya terbesar 600 perawat, 300 sekian bidan dan diikuti tenaga kesehatan lainnya. Proporsi ini luar biasa, mengingat untuk mencetak dokter atau dokter spesialis itu membutuhkan waktu puluhan tahun sehingga ada tenaga – tenaga dan menggantikan yang gugur 688 tadi. Hal ini membutuhkan perhatian karena tenaga kesehatan merupakan garda terdepan saat pandemi. Kita harapkan tidak ada wave lagi atau gelombang lainnya, penanganan COVID-19 bisa terkendali, dan program pengetatan perlindungan tenaga kerja kesehatan bisa ditingkatkan dengan baik.
Selama ini, tenaga kesehatan yang sakit dan gugur harus dilihat beban kerjanya selama pandemi dan berapa banyak petugas kesehatan yang sebenarnya dibutuhkan untuk memberikan layanan kesehatan. Penelitian yang dilakukan Litbang Kesehatan, sebanyak 2158 atau 98% dokter puskesmas juga melakukan layanan saat pandemi, dengan 3% di antaranya dengan tatap muka langsung sehingga vulnerability – nya meningkat. Penggunaan APD yang sesuai protokol kesehatan sebanyak 70 – 72% serta penggunaan masker yang N95 sebanyak 33%. Ini adalah hal-hal yang perlu dilihat, mana dari komponen ini yang menjadi trigger kasus di tenaga kesehatan. Tentunya perlu diketahui dan dinilai lebih lanjut, kondisi di faskes yang berkontribusi untuk menyediakan lingkungan yang aman, dengan teknik kontrol dan administrasi yang memadai dalam rangka mempromosikan pasien yang aman terkait COVID-19 dan tentunya melindungi kesehatan dan kesejahteraan. Lingkungan dan beban kerja di rumah sakit rujukan COVID-19 perlu diperhatikan karena dapat mengakibatkan kelelahan ataupun hal hal yang memicu kelelahan morbiditas tenaga Kesehatan itu diperlukan. Harapannya, bisa dilakukan corrective action; mana penyebab tertinggi sehingga kita bisa diantisipasi agar hal- hal yang tidak harapkan tidak terjadi di masa yang akan datang.
Berdasarkan UU Nomor 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja, UU Nomor 36 tentang Kesehatan, PP Nomor 8 Tahun 2019 tentang kesehatan kerja, fasyankes sebagai lingkungan kerja wajib memastikan lingkungan kerja dalam kondisi aman dan nyaman termasuk dari penularan COVID-19. Termasuk juga di dalamnya bahwa pekerja berhak mendapatkan perlindungan kesehatan saat bekerja. Sehubungan dengan amanat ini, kementerian kesehatan bekerjasama dengan WHO, PKMK UGM dan instansi lain, melakukan studi atau asesmen di beberapa RS. Diharapkan hasil kajian dapat memberikan penilaian terhadap beban kerja petugas dan lingkungan kerja sehingga bisa dilakukan intervensi lebih lanjut di masa mendatang. Data kajian ini menggunakan instrument yang terstandar internasional sehingga bisa dilakukan perbandingan dengan negara lain.
Sunnar Leo (WHO Indonesia)
Leo mengucapkan apresiasi sebesar – besarnya kepada pemerintah yang sudah dan masih memprioritaskan keselamatan dan kesehatan tenaga kesehatan dan juga vaksinasi yang merupakan suatu langkah yang cukup signifikan dalam pandangan WHO. Selain keselamatan dan kesehatan tenaga kesehatan ini prioritas, kita juga tahu bahwa beban kerja tenaga kesehatan saat ini itu luar biasa karena harus memberikan layanan esensial, terlibat 3T, dan terlibat vaksinasi. Hal ini menunjukkan bukan lagi double melainkan triple burden.
Dalam studi ini, diharapkan lingkungan kerja para tenaga kesehatan ini dapat dipotret secara komprehensif. Hal ini cukup koheren dengan survey yang dilakukan WHO secara global, bahwa 2/3 negara yang berpartisipasi itu menyatakan bahwa hal yang tersulit dilakukan saat pandemi adalah memberikan pelayanan kesehatan karena kurangnya tenaga kesehatan. Sementara kita tahu untuk menjadi perawat, bidan, dokter membutuhkan waktu beberapa tahun, dan sangat disayangkan gugurnya dalam 1 – 2 minggu saat terjadi badai sitokin kasus. Dari data yang ada, dapat dikatakan bahwa untuk mendapatkan tenaga kesehatan baru atau tambahan merupakan hal yang sangat sulit. Rata – rata yang bisa dilakukan adalah menambah jam lembur kemudian relokasi unit yang satu ke yang lain tapi masih di puskesmas yang sama.
Leo menyambut baik apa yang dilakukan Kemenkes untuk menilai workload saat ini dan lingkungan seperti apa yang dibutuhkan tenaga kesehatan. Data apa yang diambil dari instansi – instansi calon responden bisa memberikan manfaat sebesar-besarnya dan memberikan feedback pada pemerintah kita terkait corrective action apa yang dirasa perlu dan jangka panjangnya untuk mencukupi kebutuhan tenaga kesehatan dan menjaga tenaga kesehatan kita.
Sesi 2 – Presentasi
Penilaian Beban Kerja Tenaga Kesehatan dan Lingkungan Tempat Kerja yang Mendukung Selama Pandemi COVID-19 di Indonesia
Dr. Andreasta Meliala; Sandra Frans, MPH; dan Faisal Mansur, MPH
Kajian ini bertujuan untuk mendukung Direktorat Kesehatan Kerja dan Olahraga untuk melakukan penilaian terhadap situasi petugas kesehatan, beban kerja dan lingkungan kerja yang dapat mengakibatkan kelelahan, morbiditas, dan mortalitas tenaga kesehatan di fasilitas layanan kesehatan yang memberikan layanan COVID-19. Instrumen yang akan digunakan merupakan instrument dari WHO yaitu (1) Workload Indicator Staffing Needs (WISN) dan (2) Safe Environment. Hasil kajian ini diharapkan akan menjadi bahan atau evidence dalam memberikan rekomendasi kebijakan berbasis bukti terkait dengan beban kerja yang dialami oleh tenaga kesehatan di faskes yang menangani COVID-19 selama masa pandemic dan lingkungan kerjanya.
Lokasi studi berada di empat provinsi yaitu DKI Jakarta, Jawa Timur, Sumatera Utara, dan Sulawesi Selatan yang terdiri dari rumah sakit tipe A, B, dan C serta puskesmas. Seluruh fasilitas kesehatan yang menjadi responden penelitian adalah milik pemerintah.
Sesi 3 – Diskusi
Pada sesi ini, diskusi lebih banyak mengarah kepada prosedur teknis pengambilan data. Salah satunya terkait dengan instrument kajian yang nantinya akan dikirim terlebih dahulu kepada responden untuk dipelajari atau diisi terlebih dahulu, baru nanti kemudian data collector akan melakukan klarifikasi dan konfirmasi. Pengambilan data juga dapat dilakukan secara online dan/atau offline disesuaikan dengan situasi saat pengambilan data dan sesuai dengan arahan pejabat yang berwenang terkait kebijakan PPKM di daerah tersebut.
Data yang dikumpulkan merupakan data yang actual dan factual. Oleh karenanya, faskes tidak perlu membuat pengadaan tertentu agar keadaan di faskes sesuai keadaan ideal. Sehingga kegiatan ini diharapkan dapat memotret keadaan di lapangan yang sebenar-benarnya dan apa adanya. Agar rekomendasi kebijakan yang nanti diusulkan dapat sesuai dengan konteks dan keadaan yang sebenarnya. Proses perijinan dan pengambilan data akan dibantu oleh data collectors. Mereka nanti yang akan membantu tim peneliti untuk berkoordinasi dengan faskes dan juga membantu pengambilan datanya.
Reporter: Widy Hidayah (PKMK UGM)