Reportase Webinar
Seri 1a : Solusi Mengatasi Hambatan Menjadi Guru Besar di RS Pendidikan
Rabu, 3 Maret 2021
Telah diadakan webinar berjudul “Solusi Mengatasi Hambatan Menjadi Guru Besar di RS Pendidikan”, yang merupakan webinar Seri 1a dari rangkaian serial diskusi online yang diadakan oleh PKMK FK – KMK UGM dan Forum Manajemen RS Pendidikan – FK. Webinar ini merupakan lanjutan dari webinar minggu lalu, yang masih menyisakan pertanyaan. Pembicara webinar ini adalah Prof. dr. Ova Emilia, M.Med.Ed., Sp.OG(K), Ph.D dan Prof. Dr. dr. Ratna Sitompul, Sp.M(K). Hadir sebagai pembahas adalah dr. Kirana Pritasari, MQIH yang merupakan Plt. Kepala Badan PPSDM Kementerian Kesehatan RI dan Bapak Istyadi Insani, S.Sos., M.Si, asisten Deputi Standarisasi Jabatan dan Kompetensi SDM Aparatur, Deputi Bidang SDM Aparatur KemenPAN RB. Bertindak sebagai moderator adalah Dr. dr. Darwito, S.H., Sp.B(K)Onk.
Darwito membuka sesi diskusi ini dengan membacakan beberapa pertanyaan yang belum terjawab pada sesi sebelumnya. Lalu Prof. Ova memaparkan sedikit materi untuk menjawab pertanyaan tersebut. Misi RS Pendidikan pada level pertama adalah pendidikan itu sendiri. Level kedua adalah penelitian, level ketiga adalah menghasilkan inovasi untuk layanan klinis. SDM di RS Pendidikan itu unik, karena ada yang berasal dari kementerian yang berbeda, dengan tuntutan pekerjaan yang tinggi. Sehingga bila kepuasan kerja tidak tinggi, maka akan mengurangi minat dokter – dokter terbaik untuk masuk RS Pendidikan. Perlu dipikirkan bagaimana dampaknya bila dokter terbaik tidak mau mendidik. Maka pada diskusi ini diharapkan bisa membenahi peta jalan karier dokter pendidik. Materi dapat diunduh di sini.
Prof. Ratna melanjutkan dengan paparan tentang bagaimana bisa menjadi guru besar dari RS Pendidikan. Untuk menjadi guru besar, harus meniti karier sebagai dosen terlebih dahulu, termasuk memenuhi angka kredit untuk mencapai jenjang karier tertentu. Misal untuk jadi lektor kepala butuh 700 angka kredit, dan untuk mencapai guru besar harus mencapai 850 angka kredit atau sering disebut KUM. Komponen lain yang harus dipenuhi : pengajaran (35%), penelitian/publikasi (45%), pengabdian masyarakat (maks.10%) dan penunjang (maks. 10%). Namun KUM yang sekarang belum memperhatikan kinerja sebagai pendidik klinik. Syarat yang lain adalah harus memiliki sertifikat S3 atau di UI, ijazah sub spesialis (KKNI 9) bisa disetarakan. Lalu Ratna menjelaskan tentang Langkah – langkah menjadi guru besar dari RS Pendidikan. Diharapkan kepada para pemangku kebijakan di Kemenkes dan KemenPAN RB, untuk melihat kembali UU Pendidikan Kedokteran, yang diturunkan menjadi PP 52/2017, tentang dosen pendidik klinis (dokdiknis) ditetapkan sebagai dosen. dan bisa ada reward yang disamakan, berupa remunerasi dan usia pensiun. Selengkapnya, materi bisa dibaca disini.
Kirana sepakat bahwa ada harus kesepakatan dari Kemenkes dan Kemendikbud. Untuk RS Pendidikan yang institusi utamanya adalah rumah sakit, maka ini harus ada pembahasan lebih lanjut. Bila ingin mendapatkan dokter berkualitas, maka dibutuhkan dokdiknis yang berkualitas dan memiliki pengalaman klinis, mumpuni dalam penelitian, dan bisa mendidik. Regulasi di UU Pendidikan Kedokteran, ada 2 istilah yang berbeda yang harus dipelajari, terutama oleh KemenPAN RB, dengan proses difasilitasi oleh PPSDM. Harus ada peta jabatan untuk tiap fasilitas kesehatan. Dari awal, seorang dokter di RS Pendidikan harus mengetahui jalur mana yang akan diambil, sehingga bisa dipersiapkan untuk kompetensi yang harus dipenuhi, baik untuk dokter klinis maupun dokter pendidik.
Pembahasan dilanjutkan oleh Istyadi yang menekankan tentang ketidaksesuaian pemahaman tentang kepegawaian. Sehingga perlu disesuaikan dahulu pemahaman tentang UU yang berlaku saat ini. Kelas jabatan diberikan oleh instansi pembina. Istyadi menjelaskan tentang regulasi yang berkaitan dengan diskusi pada hari ini. Intinya adalah yang bisa mendapatkan jabatan guru besar hanya dosen, karena guru besar atau professor bukan gelar, namun merupakan jenjang jabatan fungsional dosen. Peraturan Menteri tidak bisa dijadikan dasar untuk pemberian gelar, harus dengan PP. Dokdiknis bukan dosen, walaupun melakukan tugas yang sama dengan dokter yang merupakan dosen. Akan dibuatkan bridging tentang jabatan – jabatan ini. Diangkat di suatu jabatan, dan diberhentikan di jabatan yang sama, sehingga tidak dimungkinkan rangkap jabatan. Materi
Diskusi didominasi dengan pertanyaan yang berkaitan dengan pernyataan Istyadi tentang Dokdiknis bukan seorang dosen. Dokdiknis adalah jabatan fungsional yang diberikan kepada seorang dokter agar bisa mengajar. Untuk meniti karier sebagai guru besar, seorang dokdiknis harus diajukan sebagai dosen di universitas. Seorang dokdiknis dimungkinkan untuk menjadi guru besar, namun tetap ada jalur yang harus diikuti. Diskusi ini ditutup dengan keinginan untuk mengadakan diskusi lanjutan tentang teknis melakukan bridging dari dokdiknis untuk menjadi guru besar.
Notulensi : Srimurni Rarasati