PATI – DPRD Kabupaten Pati memanggil beberapa pihak untuk menengahi dan mencari penyelesaian atas polemik pelayanan kesehatan di RSUD RAA Soewondo yang mengemuka belakangan ini.
Pihak-pihak yang dipanggil tersebut seperti Dinas Kesehatan Kabupaten Pati, Dinas Sosial Kabupaten Pati.
Ikatan Dokter Indonesia (IDI), RSUD RAA Soewondo, serta RSU Fastabiq Sehat PKU Muhammadiyah.
Perwakilan dari masing-masing pihak tersebut dikumpulkan di Ruang Rapat Paripurna DPRD Kabupaten Pati, Senin (20/1/2020).
Untuk diketahui sebelumnya, Suyono, seorang Kepala Dusun di Desa Bogotanjung, Kecamatan Gabus, mempertanyakan pelayanan RSUD Soewondo.
Ia yang mengantarkan seorang warganya yang sakit merasa kecewa karena RSUD enggan memberi layanan rawat inap.
Pihak RSUD menganggap pasien tersebut hanya perlu rawat jalan.
Suyono yang awalnya hendak menggunakan layanan BPJS bahkan bersedia membayar biaya perawatan umum, asal pasien yang ia antarkan bisa dirawat inap.
Namun, pihak RSUD RAA Soewondo Kabupaten Pati bersikeras.
Setelahnya, ia membawa pasien tersebut ke RSU Fastabiq Sehat.
Di sana, dengan menggunakan layanan BPJS, pihak rumah sakit bersedia memberi layanan rawat inap.
Perbedaan pelayanan ini mendorong Suyono mendatangi dokter di IGD RSUD Soewondo dan menyampaikan protesnya bernada tinggi.
Video ketika ia menyampaikan protesnya bahkan sempat viral di media sosial.
DPRD Kabupaten Pati mengundang berbagai pihak terkait dalam sebuah forum audiensi agar adanya perbedaan diagnosis dari kedua rumah sakit yang menjadi sumber masalah bisa dikupas secara tuntas.
”Kami merekomendasikan agar pihak-pihak terkait duduk bersama.”
‘Nanti dibahas kenapa diagnosisnya bisa berbeda.”
“Kami beri batas waktu sampai Jumat. Nanti harus dilaporkan pada kami,” ucap Wakil Ketua I DPRD Kabupaten Pati, Joni Kurnianto.
Joni menambahkan, terkait hal ini, DPRD memiliki fungsi pengawasan.
Ketika ada masyarakat yang mengalami hal yang kurang mengenakkan, misalnya pelayanan kesehatan yang buruk, mereka bisa melaporkannya secara langsung.
Sementara, Ketua DPRD Kabupaten Pati, Ali Badrudin berharap kejadian ini dijadikan pelajaran dalam hal pelayanan kesehatan.
“Kami beri batas waktu sampai Jumat. Nanti harus dilaporkan pada kami,” ucap Wakil Ketua I DPRD Kabupaten Pati, Joni Kurnianto.
Joni menambahkan, terkait hal ini, DPRD memiliki fungsi pengawasan.
Ketika ada masyarakat yang mengalami hal yang kurang mengenakkan, misalnya pelayanan kesehatan yang buruk, mereka bisa melaporkannya secara langsung.
Sementara, Ketua DPRD Kabupaten Pati, Ali Badrudin berharap kejadian ini dijadikan pelajaran dalam hal pelayanan kesehatan.
Adapun, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Pati, Edy Siswanto menilai, adanya perbedaan penanganan pada dua rumah sakit tersebut disebabkan karena persoalan diagnosis memang bisa berbeda antarpersonal dokter.
“Mungkin hasil diagnosis satu dokter mengatakan pasien harus rawat inap.”
“Sedangkan dokter kedua mengatakan tidak perlu rawat inap.”
“Itu penilaian personal. Sulit diatur secara khusus,” ungkap dia.
Adapun terkait kedaruratan, lanjutnya, hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009.
Semua diagnosis ada ukurannya, kecuali sakit perut dan sakit kepala.
”Misalnya tensi darah, tensi sampai batas ini yang perlu dilakukan rawat inap. Jika segini tidak perlu.”
“Kalau sakit kepala dan sakit perut sangat sulit. Tolok ukurnya tidak jelas,” kata dia.
Ia mengatakan, tim ahli dari IDI akan menengahi dan menilai persoalan ini.
Besok, Selasa (21/1/2020), semua pihak terkait, di antaranya rumah sakit, BPJS, dan IDI akan bertemu untuk membahas persoalan ini. (Mazka Hauzan Naufal)
Sumber: tribunnews.com