JEMBER – RSUD Balung di kabupaten Jember termasuk rumah sakit di Jawa Timur yang masih kekurangan dokter spesialis.
Karenanya, pihak RSUD tersebut mengusulkan tenaga dokter spesialis ke Kementerian Kesehatan melalui kepala daerah Jember.
Direktur RSUD Balung, drg Nafisah, mengatakan meskipun tenaga dokter spesialis masih kurang, tidak ada gangguan pelayanan di RS tipe C tersebut.
“Memang masih kurang, namun itu tidak sampai mengganggu pelayanan untuk pasien. Karenanya, kami terus mengajukan usulan kepada Kementerian Kesehatan untuk tenaga dokter spesialis ini,” ujar Nafisah kepada Surya, Kamis (14/11/2019).
Sebagai RS Tipe C, RSUD Balung memiliki empat dasar layanan spesialis yakni Spesialis Penyakit Dalam, Obgyn, Anak, dan Bedah. Masing-masing layanan spesialis diampu oleh dua orang dokter spesialis. Tetapi belum semua layanan spesialis dasar itu dilayani oleh dua orang dokter spesialis.
Karenanya, sejak tahun kemarin, kata Nafisah, pihaknya meminta tenaga dokter spesialis ke Kemenkes. Tahun lalu, RSUD Balung mendapatkan tenaga dokter spesialis anak, anastesi, penyakit dalam, dan obgyn. Oktober 2019 ini, RSUD yang berada di Kecamatan Balung itu mendapatkan tambahan dokter penyakit dalam dan obgyn.
Dengan penempatan dokter spesialis ke RSUD itu, maka jumlah dokter spesialis di RSUD Balung bertambah. Dokter spesialis untuk Penyakit Dalam ada dua orang, dua orang untuk spesialis obgyn, satu dokter spesialis anak, satu dokter spesialis anastesi, dan satu dokter spesialis bedah.
Bulan November ini, RSUD Balung dijadwalkan mendapatkan dokter spesialis lagi untuk Anak dan Anastesi. Dokter dari Kemenkes itu melalui program Pendayagunaan Dokter Spesialis (PDS).
Nasifah mengakui, selama ini RSUD Balung memiliki beberapa dokter WKDS (Wajib Kerja Dokter Spesialis). Ketika sistem itu dihapus berdasarkan keputusan MA, maka sistemnya kini melalui PdGS. Dia mengakui ketika sistem penempatan dokter spesialis melalui PdGS, maka pihaknya tidak hanya berharap dari program tersebut.
‘Kami yakin, Jember ini masih akan menjadi pilihan. Kami juga akan mengusulkan kepada Kemenkes sesuai dengan kebutuhan kami. Memang berharap dari PdGS meskipun tidak bisa ‘njagakne’ (berharap)k ayak saat masih ada WKDS, yang disitu sudah pasti ada karena bunyinya wajib meskipun hanya satu tahun. Selain cara itu, kami juga memakai cara sister hospitality, yakni kerjasama dengan rumah sakit lain di Jember untuk mendapatkan dokter spesialis. Jadi pelayanan selama ini tidak terganggu,” tegas Nafisah.
Seperti diberitakan Surya, program Wajib Kerja Dokter Spesialis (WKDS) yang ditetapkan melalui Perpres 4/2017 sudah tidak ada karena dibatalkan oleh Mahkamah Agung (MA). Sebagai gantinya, pemerintah telah menerbitkan aturan baru berupa Perpres 31/2019 mengenai Pendayaan Dokter Spesialis (PDS). Beda dari kedua program ini adalah WKDS bersifat wajib, sedangkan PDS bersifat sukarela.
Perubahan program dari wajib menjadi sukarela itu dikhawatirkan sejumlah pihak penempatan dokter spesialis ke rumah sakit yang berada di daerah terpencil menurun, dan penyebaran dokter spesialis tidak merata.
Sedangkan sejumlah rumah sakit mengeluhkan kurangnya dokter spesialis. Beberapa rumah sakit daerah di Jawa Timur masih mengalami kekurangan tenaga dokter spesialis ini.
Sumber: tribunnews.com