Istilah telemedicine tentunya sudah tidak asing lagi didengar. Berbagai temu ilmiah, paper, dan rubik membahas mengenai inisiasi implementasi telemedicine baik di level sentral maupun lokal. Kemudian, yang menjadi pertanyaan adalah dengan semakin meluasnya penetrasi internet, meningkatnya keterbukaan masyarakat terhadap informasi kesehatan, dan menjamurnya start -up dalam bidang kesehatan, seberapa siapkah Indonesia menyambut era telemedicine? Apakah kebijakan di Indonesia mendukung pelaksanaan telemedicine?
Telemedicine merupakan istilah yang digunakan untuk mewakili kegiatan pemberian pelayanan kesehatan secara remote dengan memanfaatkan teknologi komunikasi. Istilah telemedicine mulai banyak digunakan seiring dengan semakin berkembangnya teknologi komunikasi dan informasi. Di era digital, telemedicine menjadi salah satu solusi untuk meningkatkan pemerataan pelayanan kesehatan pada unreachable group seperti kelompok masyarakat di daerah rural yang memiliki jangkauan geografis yang sulit dan ketersediaan faskes serta dokter yang minimal.
Jika dilihat dari aspek penetrasi internet, jumlah pengguna internet di Indonesia meningkat tajam dalam satu dekade terakhir. APJII atau asosiasi penyedia jasa internet Indonesia mencatat pada 2018, 64,8% penduduk Indonesia telah terhubung ke internet. Angka ini meningkat hampir dua kali lipat jika dibandingkan dengan cakupan pada 2014 yang hanya mencapai 34,9% (1). Meluasnya penetrasi internet merupakah salah satu indikasi semakin siapnya infrastruktur telekomunikasi dalam menyambut implementasi telemedicine di Indonesia.
Hal ini juga didukung dengan semakin meningkatnya keterbukaan masyarakat terhadap informasi kesehatan. Di era digital ini, masyarakat cenderung mencari informasi kesehatan di internet. Sebuah studi dari tim peneliti di departemen BEPH FK – KMK UGM menunjukkan bahwa orang yang memiliki pengalaman kesakitan, 1,6 kali lebih berpotensi mengakses informasi kesehatan di internet (2). Artinya, saat ini masyarakat telah lebih terbuka terhadap informasi kesehatan yang tersedia di internet ketika mengalami masalah kesehatan. Tentunya hal ini merupakan indikasi bahwa sebenarnya masyarakat telah terbuka dengan praktik telemedicine.
Selain dua hal di atas, implementasi telemedicine di Indonesia juga diwarnai dengan semakin menjamurnya start up dalam bidang kesehatan. Berbagai layanan ditawarkan untuk mendekatkan akses layanan kesehatan kepada grup masyarakat yang masih unreachable oleh sistem kesehatan saat ini. Beberapa start up bahkan telah memberikan lebih dari 10.000 layanan konsultasi per hari (3). Angka yang cukup besar untuk mengindikasi semakin terbukanya masyarakat terhadap layanan dokter pasien secara virtual.
Jika infrastruktur, keterbukaan masyarakat terhadap layanan telemedicine, serta ketersedian layanan telemedicine semakin meningkat, pertanyaan yang paling krusial adalah bagaimana dengan kebijakan yang bergulir? Apakah telah memfasilitasi perkembangan telemedicine di Indonesia?
Berbeda dengan Cina dan Jepang yang telah lebih dulu mengadopsi prinsip telemedicine, kebijakan telemedicine di Indonesia belum diatur jelas dalam bentuk kebijakan apapun. Peraturan belum mengatur bagaimanakah praktik telemedicine dapat diimplementasikan termasuk apa saja yang bisa dilakukan dan yang tidak diperkenankan dalam melaksanakan telemedicine.
Hal ini penting, karena jaminan kebijakan tentunya akan memfasilitasi perkembangan telemedicine ke depan. Termasuk posisi telemedicine dalam sistem kesehatan.
Atina Husnayain
- Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia. Penetrasi & profil perilaku pengguna internet indonesia. Jakarta; 2018.
- Husnayain A, Friday LC, Fuad A. Is Health Condition Affect The Online Health Information Seeking Behavior? A Report from Indonesia. In: 5th UGM Public Health Symposium. Yogyakarta; 2019.
- Halodoc. Halodoc [Internet]. 2019 [cited 2019 Jul 14]. Available from: www.halodoc.com/aplikasi-halodoc