Reportase
Seminar Nasional Indo HCF IV
Transformasi Pelayanan Kesehatan di Era Disruptif
Hari Kedua
Kamis, 26 April 2018
Reportase Hari 1 Pagi Reportase Hari 1 Siang Reportase Hari 2
Pada seminar hari kedua ini membahas transformasi pelayanan kesehatan di era disruptif dengan 4 topik. Pada sesi awal topik yang dibahas adalah Era Disrupsi : Bagaimana Pengaruhnya terhadap Pelayanan Kesehatan di Indonesia yang dipaparkan oleh Dr. dr. Supriyantoro, Sp. S, Ketua Umum IKKESINDO. Istilah disrupsi dipopulerkan oleh Clayton Christensen. Sedangkan ala Michael Porter kita harus berkompetisi untuk bisa menang (for you to win, you’ve got to make somebody lose). Jika kita defense maka kita akan tertinggal. Era disrupsi ini merupakan era fleksibilitas. Rumah sakit harus mengetahui kebutuhan pasien dan menjalin hubungan yang baik. Pasien yang mendapatkan pengalaman yang kurang baik akan beralih ke rumah sakit lain bahkan ke luar negeri.
Disrupsi pada pelayanan kesehatan meliputi area preventif, diagnosis, dan terapi. Hasil survei menunjukkan bahwa aspek yang terdisrupsi adalah rumah sakit, IT rumah sakit, layanan primer, farmasi, kemudian aspek-aspek lain di pelayanan kesehatan. Dalam hal ini, teknologi yang mempengaruhi big bang disruption adalah social, mobility, analytics, clouds, Internet of Things, genomics, dan imaging. Mobile dan wireless application merupakan pendorong pasar kesehatan. Rumah sakit perlu mengetahui orientasi pasien dan berinvestasi pada waktu dan energi untuk menjalin hubungan dengan pasien. Patient activation juga membuat rumah sakit untuk fokus menjalin hubungan dengan pasien dalam mengetahui pelayanan kesehatan mereka. Selain itu, population health management atau hotspotting digunakan untuk mengidentifikasi tren kesehatan ke depan. Big data juga perlu dikumpulkan untuk kebutuhan rumah sakit.
Dalam menghadapi disrupsi sebaiknya jangan menjadi penentang, jangan takut menganalisa produk sendiri, dan perlu membentuk ulang atau menciptakan hal baru. Era disrupsi ini pasti akan mempengaruhi sektor kesehatan, maka diperlukan inovasi disruptif dari sisi fokus pada pasien dan menjalin hubungan yang baik serta siap untuk mengantisipasi perubahan ke depan.
Pada sesi selanjutnya membahas mengenai Peran e-Health dan IoT dalam Integrasi Sistem Pelayanan Kesehatan di Indonesia yang dipaparkan oleh dr. Daryo Sumitro, Sp. S, Kepala Kompartemen e–Health IKKESINDO. Adanya e – health untuk mendekatkan pelayanan kepada masyarakat. Komponen yang penting dalam e- health adalah leadership dan governance, di dalam satu wadah terdapat unsur pemerintah dan unsur swasta untuk melihat kebutuhan di lapangan. Ekosistem teknologi informasi kesehatan (TIK) dilihat dari aspek fungsinya meliputi standar teknis hingga kerahasiaan data pasien. Tren di bidang kesehatan yang dulunya hospital based menangani kuratif dan rehabilitatif, dengan adanya IoT disruption maka beralih ke personal based untuk menangani kuratif dan rehabilitatif, selain promotif dan preventif. Hal tersebut untuk mewujudkan Smart Home Healthcare.
Pelayanan kesehatan dengan dukungan profesional dan pendidikan masyarakat membutuhkan regulasi untuk keselamatan pasien. Dukungan profesional dan pendidikan masyarakat didukung dengan smart homecare, sedangkan pelayanan kesehatan didukung dengan telemedicine. Pemanfaatan TIK harus berbasis di fasilitas kesehatan yang memiliki ijin dan tenaga medis harus memiliki SIP. Inovasi – inovasi yang dapat diterapkan pada TIK yaitu big data, cloud, m-health, O2O, dan AI. Inovasi teknologi seperti robot, artificial organ, VR/AR, dan wearable device. Sedangkan inovasi pada bisnis adalah manajemen resiko, inovasi pemasaran, green hospital, manajemen ramping, dan CSR. Serta inovasi pada pelayanan adalah patient safety, dasar layanan, patient centre care, dan pemberdayaan pasien.
Sistem informasi kesehatan digunakan untuk meningkatkan patient safety dan dengan artificial inteligence data-data dapat digunakan oleh manajemen terkait strategi yang akan diambil. Berbagai tantangan yang masih dihadapi antara lain individual e – health record, e – health system, e – health building blocks, dan national infrastructure components.
Sesi selanjutnya dipaparkan oleh Dr. Taulid Nur Azhar, peneliti biomedik dan neurosains mengenai Perkembangan Terkini IT Dalam Menghadapi Era Disrupsi. Masa depan teknologi kesehatan berdasar pada data management based seperti AI, Deep Learning, dan knowledge growing system. Aplikasi kesehatan ke depannya juga menggunakan data mining yang merupakan bagian dari deep learning. Masyarakat yang bertanya ke aplikasi untuk konsul kesehatan akan dijawab oleh mesin yang telah diatur dengan deep learning sehingga dapat menjawab kasus penyakit yang ditanyakan seperti layaknya tenaga medis terlatih. Selain itu, smart sensor juga mengambil bagian dalam perkembangan ini seperti plasmaplastimograph / PPG / FNIR / EBI. Data-data kesehatan yang idle akan dimanfaatkan oleh deep learning. Dengan sensor dan algoritma yang tepat akan mendukung layanan rumah sakit.
Disrupsi teknologi yang dihadapi di ranah kesehatan semisal di rumah seperti asupan nutrisi, postur dan superficial symptom, berat badan, urinalisa, feses, fisiologi kardiovaskular, tingkat stres, dan lain-lain dapat diintegrasikan dengan multi sensor seprti suhu, kelembapan, konsentrasi gas tertentu sehingga menjadi lebih kompleks. Penempatan sensor tersebut tidak hanya dalam bentuk smart band namun dalam bentuk matsial polimer semikonduktor (nano) dalam wujud pakaian. Sedangkan untuk EBI dan model interferensi dapat dibuat “virtual gate”. Image dari kamera juga dapat menghitung kandungan nutrisi dari makanan yang tersaji di piring (berdasar DKBM).
Sesi terakhir dipaparkan mengenai Empowering Health in The Disruptive Era oleh Haris Izmee, President Director Microsoft Indonesia. Layanan kesehatan berubah sangat cepat, dari pergeseran penyakit infeksius menjadi penyakit kronik serta kualitas layanan yang mempengaruhi loyalitas pasien. Bayangkan jika dokter dan perawat dapat memprediksi penyakit melalui smart devices. Dalam hal ini Microsoft memberdayakan setiap orang dan setiap organisasi yang ada di Indonesia melalui transformasi digital pada layanan kesehatan. Hal tersebut meliputi menjalin hubungan dengan pasien, memberdayakan layanan, mengoptimalkan efektivitas klinis dan operasional, serta transformasi pelayanan secara terus menerus. Saat ini informasi didapatkan secara mudah hanya pada telapak tangan.
Menggunakan Ken Sci’s analytics dapat diindentifikasi resiko seperti analisa klinis yaitu memprediksi penyakit yang akan muncul, mengkoordinasi layanan pasien, dan mengoptimalkan biaya. Dari sisi Chief Financial Officer, hal tersebut dapat menjadi peringatan dini yang dapat mempengaruhi kinerja keuangan, CFO dapat memprediksi apakah rumah sakit akan untung atau rugi, dari data populasi dapat diprediksi berapa biaya dan pendapatan dalam setahun, serta dapat mengambil keputusan berdasarkan data tersebut. Dari sisi Chief Medical Officer, hal tersebut dapat digunakan untuk mengidentifikasi kesenjangan koordinasi pelayanan pasien, data pasien dapat digunakan untuk memprediksi berapa lama rawat inap dan total pengobatan yang akan diberikan. Sedangkan dari Care Manager dapat memprediksi tingkat resiko pasien, total pasien yang akan menginap dan berapa lama, prediksi resiko, kondisi pasien, dan berapa persentase pasien akan membaik kondisinya sehingga rumah sakit juga akan mendapat reputasi yang baik.
Informasi lain terkait kegiatan dapat diakses di https://www.indohcf.com/
Reporter : Elisabeth Listyani (PKMK UGM)