SEMARANG – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Semarang meminta agar pihak rumah sakit yang bekerjasama dengan Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang, tidak menolak pasien miskin meskipun belum terdaftar dalam program layanan kesehatan gratis melalui Universal Health Coverage (UHC).
“Kalau sampai ada rumah sakit yang menolak warga miskin di Kota Semarang, dengan alasan apapun, alasan belum terdaftar maupun alasan ruang rawat inap penuh, maka Pemkot Semarang harus memberikan sanksi tegas kepada rumah sakit tersebut. Tidak boleh ada penolakan pasien,” kata Ketua DPRD Kota Semarang, Supriyadi, Senin (6/11).
Supriyadi meminta agar Pemkot Semarang memberi sanksi tegas kepada pihak rumah sakit apabila diketahui menolak pasien miskin di Kota semarang. “Baik melalui sanksi lisan maupun tertulis. Bahkan kalau perlu hingga sanksi pencabutan izin bisa diberlakukan. Ini perlu disosialisasikan kepada masyarakat maupun pihak rumah sakit yang bekerjasama dengan pemerintah kota,” katanya.
Dia menilai, sejauh ini masih banyak rumah sakit yang belum siap dalam melayani program UHC. Sebab, belum tercukupinya ruang awat inap terutama untuk kelas III. Sehingga banyak pasien yang ditolak karena ruang rawat inap penuh.
“Bahkan pesien tersebut hanya dirawat di selasar rumah sakit. Ini kan sama saja kasihan, artinya rumah sakit ini kan belum siap untuk bekerjasama dengan Pemkot Semarang. Maka dari itu, kami mengimbau agar pihak rumah sakit segera memastikan ketersediaan ruang kelas III,” ungkapnya.
Jaminan UHC tersebut, kata dia, diprioritaskan bagi warga yang sakit dan ada rujukan dari puskesmas. Maka sudah otomatis mereka harus dibebaskan dari biaya.
“Puskesmas memberi rekomendasi. Sebetulnya hampir sama dengan Kartu Indonesia Sehat, Jamkesmaskot, syaratnya harus ada SKTM (surat keterangan tidak mampu) dari kelurahan, selanjutnya dibawa ke Dinas Kesehatan Kota Semarang, baru kemudian ke rumah sakit yang bekerjasama dengan pemkot. Itu otomatis dibiayai menggunakan APBD. Misalnya ada warga yang tidak sakit, kemudian mendaftar itu antisipasi saja sebetulnya. Tetapi harus memprioritaskan warga yang sakit,” katanya.
Apalagi bagi pasien yang dalam kondisi darurat. “Meskipun belum belum ada rujukan, ataupun belum terdaftar menjadi peserta UHC, rumah sakit wajib menangani pasien darurat tersebut. Apabila warga pasien tersebut belum terdaftar, nantinya bisa mengurus ke Dinas Kesehatan didukung dengan surat dari kelurahan. Dari segi penganggaran, kami sudah menganggarkan untuk program UHC ini Rp 90 miliar agar berjalan baik,” pungkasnya.
(Yulianto /SMNetwork /CN33 )
Sumber: suaramerdeka.com