Reportase
Seminar Nasional PERSI XV, Seminar Tahunan Patient Safety XI, Hospital Expo XXX
Hari 1, 18 Oktober 2017
Paripurna 3
Mencapai Keunggulan Bersaing Dalam Era Persaingan Global
Sesi ini memiliki beberapa bagian dengan tema yang beragam yang dimoderatori oleh dr. Grace Frelita, MM. Narasumber pertama ialah Direktur Utama BPJS Kesehatan (BPJSK), Prof. Dr. dr. Fachmi Idris, M. Kes dengan paparan Kesiapan BPJS Kesehatan Menghadapi UHC 2019. BPJS telah menyiapkan sekurangnya 8 persiapan dalam upaya mencapai universal health coverage diantaranya Kesinambungan Operasional, Cakupan Kepesertaan, Paket Manfaat Medis dan Non Medis, Kecukupan Jumlah Faskes, Updating Regulasi, Indikator Kepuasan Peserta, Indeks Kepuasan Faskes, dan Akuntabilitas Pengelolaan. Rencana strategis BPJS Kesehatan tentang manajemen klaim pada 2020 adalah dengan menggunakan Elektronik Klaim dan tidak lagi menempatkan verifikator di rumah sakit. Harapan BPJS Kesehatan dengan adanya dukungan fsilitas kesehatan dapat secara konsisten menerapkan pelayanan yang efisien, efektif, dan berkualitas melalui penerapan kaidah-kaidah evidence based.
Narasumber kedua yaitu dr. Adib A. Yahya, MARS (Persi). Paparan Adib mengenai Enterpreunerial Leadership Sebagai Alat untuk Mencapai Hospitalpreneurship. Entrepreneurship merupakan hal yang perlu untuk diterapkan di rumah sakit. Entrepreneurship biasanya diidentikkan dengan penciptaan sesuatu, mampu melihat peluang (opportunity). Cara berpikir seorang entrepreneur adalah mampu melihat peluang ketika orang lain melihat itu sebagai masalah. Proses seorang entrepreneur memperkenalkan metode baru, menemukan pasar baru (new market). Salah satu bentuk entrepreneur misalnya, layanan baru berupa peningkatan pelayanan geriatri. Layanan ini muncul karena melihat adanya trend peningkatan jumlah orang tua. Layanan kesehatan sama dengan industri lainnya yang penuh ketidakpastian, kompetitif, dan penuh persaingan. Oleh karena itu, entrepreneurship penting di industri kesehatan. Peran seorang manajer penting dalam menentukan keputusan. Beberapa ciri seorang entrepreneur akan selalu melihat dan mencari peluang (new opportunity), disiplin, mampu membuat strategi, mampu mengarahkan orang lain (karyawan), masalah menjadi tantangan, kompetisi dianggap biasa, optimis, entrepreneur akan tergantung dengan tingkatan manajer.
Selanjutnya, Dr. Andreasta Meliala (Direktur PKMK FK UGM) memaparkan tentang Pemanfaatan IT Dalam Melaksanakan Global Marketing. Pembelajaran double loop, menyatakan agar jika terjadi “masalah” dalam organisasi, maka corrective action harus sampai pada tataran organization’s underlying norms, kebijakan, dan tujuan organisasi, seperti yang disarankan oleh Chris Argyris. Manajer rumah sakit diharapkan menguasai isu internal pada tataran fundamental rumah sakit terkait pemanfaatan teknologi digital serta memiliki insight yang kuat terhadap state of the art teknologi digital di rumah sakit pada tingkat global. Diperlukan breakthrough dengan mengubah kebijakan organisasi, standar operasional, hingga sistem reward and punishment, untuk mempercepat adopsi teknologi digital dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan dengan biaya yang efisien. Di era JKN ini, tekanan eksternal sangat kuat mendorong rumah sakit agar lebih efisien tanpa menurunkan daya efikasi, maka saat ini sangat tepat bagi manajer rumah sakit untuk membuat lompatan. Sinkronisasi Human Organization Technology di rumah sakit, dimulai dari komitmen manajemen puncak untuk menerapkan enterprise wide digital technology. Berikutnya, pada era platform “block chain”, financial technology (fin tech) akan menjadi tantangan baru manajer rumah sakit. Pembiayaan kesehatan dengan dukungan fin tech sudah masuk ke Indonesia. Apakah rumah sakit akan mampu mengikuti perkembangan ini?
Topik selanjutnya mengenai Perkembangan INA CBG dalam Implementasi JKN dipaparkan oleh narasumber dari Kepala P2JK Kemenkes RI. Perbaikan tarif yang dilakukan saat ini adalah pada aspek besarannya saja dengan pertimbangan hasil tinjauan penerapan tarif INA-CBG yang sedang berlaku. Perbaikan klasifikasi masih belum diterapkan. Simulasi dilakukan bersama-sama antara Kementerian Kesehatan, BPJS Kesehatan, Kementerian Keuangan, dan DJSN. Permasalahan dalam Implementasi INA-CBGs adalah masih ada rumah sakit yang belum mengelola pendapatan dari pembayaran INA-CBGs secara transparan dan belum mendistribusikannya dengan cara remunerasi yang adil. Partisipasi rumah sakit dalam proses penyesuaian tarif sangat penting yaitu dalam pengumpulan data coding, costing dan billing rumah sakit.
Topik terakhir dari sesi ini adalah Pemenuhan Kebutuhan Personel Kesehatan Sesuai dengan Tuntutan Standar dipaparkan oleh Kepala PPSDM Kementrian Kesehatan RI. Permasalahan yang dihadapi saat ini adalah jumlah tenaga kesehatan masih kurang khususnya spesialis contohnya spesialis radiologi dan spesialis bedah. Kemudian diikuti oleh masalah distribusi tenaga kesehatan yang tidak merata (tenaga kesehatan lebih terkumpul di kota – kota besar). Untuk melihat kebutuhannya dapat dilihat dengan berbagai pendekatan yang dilakukan dan sesuaikan dengan kebutuhan wilayahnya, jumlah pasien, atau melihat beban kerja. Jika melihat kebutuhan antara dokter gigi dan dokter umum, secara keseluruhan sebenarnya telah memenuhi, namun masalah utama tetap pada distribusi. Jika ditinjau dari 34 provinsi, lebih dari separuh masih kekurangan, padahal produksi dokter gigi dan dokter umum cukup banyak setiap tahunnya. Mutu atau kualitas yang belum memadai dan kualifikasi tenaga kesehatan masih banyak yang belum memenuhi standar tenaga kesehatan.
Reporter : Sabran Ahnur.